Ilustrasi kapal penangkap ikan. (Pexels/Martin Damboldt)
Sejauh ini digitalisasi sektor perikanan di Indonesia masih memiliki sederet permasalahan yang harus dicari solusinya. Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Rokhmin Dahuri, menyebutkan bahwa permasalahan itu terdiri dari berkurangnya ketergantungan terhadap SDM, tenaga kerja yang kurang terampil, sehingga berdampak pada kehilangan pekerjaan.
"Kurangnya pembangunan infrastruktur terutama dalam sektor digital, kecepatan akses internet di Indonesia yang tergolong masih rendah, dan kontribusi bisnis di sektor digital masih minim terhadap produk domestik bruto (PDB)," kata Rokhmin, Jakarta, Rabu (22/7/2020).
Rokhmin mengungkapkan, selain persoalan itu, sisi lain juga terdapat peluang digitalisasi di sektor maritim seperti potensi peningkatan net tenaga kerja hingga 2,1 juta pekerjaan baru pada 2025, meningkatkan efektivitas serta efisiensi biaya logistik, meningkatkan kelancaran arus barang, transparansi, percepatan pelayanan, dan penyederhanaan prosedur.
"Keamanan dari sisi pelacakan kargo dan informasi tentang kapal, kemudahan usaha dan keuntungan bagi pelaku usaha apabila diterapkan sistem online yang terintegrasi dan deregulasi peraturan sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Dia menjelaskan, saat ini sudah beberapa platform yang dapat mengakomodir kebutuhan digitalisasi di sektor maritim. Pertama, vessel traffic system (VTS) yaitu sistem monitoring lalu lintas pelayaran, kedua, Inaportnet 2.0 serta sistem delivery online yang diharapkan dapat mengurangi antrean barang di pelabuhan, meningkatkan transparansi, dan mengurangi waktu pelayanan.
Ketiga e-Komoditi yaitu platform untuk mengakomodir pergerakan distribusi ikan sehingga pengguna dapat melihat proses pengiriman hingga barang sampai di tujuan.
"Keempat, platform Laut Nusantara yang dirancang Kementerian Kelautan dan Perikanan, untuk transformasi budaya nelayan dari mencari ikan menjadi menangkap ikan dan memberikan data akurat mengenai berbagai kebutuhan nelayan selama melaut," sebutnya.
Sementara itu Chairman Supply Chain Indonesia (SCI), Setijadi, mengatakan bahwa tantangan logistik sektor perikanan pada era Revolusi Industri 4.0 ialah masalah konektivitas antara sentra produksi/pengumpulan dan sentra distribusi/industri/konsumsi secara efisien. Lalu keterbatasan infrastruktur dan penyedia jasa logistik di sentra perikanan, kualitas SDM pelaku usaha perikanan, dan keterbatasan teknologi informasi untuk logistik perikanan.
"Kebijakan digitalisasi sektor perikanan perlu dilakukan dengan pendampingan kepada nelayan dan pelaku usaha secara konsisten, sehingga tujuan digitalisasi untuk menekankan transparansi, efisiensi waktu dan biaya, serta meningkatkan nilai tambah industri perikanan nasional dapat tercapai," katanya.
Menurut Setijadi, pemerintah perlu menyederhanakan birokrasi perizinan investasi, mempermudah akses pendanaan kepada nelayan yang mayoritas pengusaha mikro serta kecil dan menengah, memberdayakan koperasi, membangun infrastruktur pendukung, dan mengimplementasikan jaring pengaman sosial untuk nelayan dan pekerja sektor perikanan.
Selain itu, pemerintah juga perlu membantu penyerapan produk perikanan dengan memperbaiki akses pemasaran hasil produksi perikanan melalui sistem data yang terintegrasi. Sistem tersebut mencakup data produksi perikanan, jaringan, serta kapasitas sarana, dan prasarana sehingga dapat mendorong pertumbuhan nilai tukar nelayan di berbagai daerah.
"Selain itu, perlu sosialisasi penerapan protokol kesehatan bagi nelayan dan jaminan kualitas (kebersihan dan kesehatan) produk perikanan. Pada tahap implementasi, perlu koordinasi dan kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, akademisi, dan stakeholder terkait untuk pengembangan sektor perikanan," tutupnya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: