Kategori Berita
Media Network
Sabtu, 20 JUNI 2020 • 16:02 WIB

Merajut Kembali Relasi Sosial di Papua Pasca-Putusan Hukum Kasus Rasisme

Ilustrasi festival papua. (Pixabay/BeaAmaya)

Gerakan solidaritas sosial melawan diskriminasi rasial terhadap orang Papua khususnya “7 tapol” meluas sampai ke luar negeri. Pada akhirnya, tekanan publik berbuah pembebasan terhadap para tahanan dalam waktu dekat.

Lalu pertanyaannya, apakah kasus rasisme tidak akan berulang di Papua? 

Koordinator Jaringan Damai Papua di Jakarta Dr. Adriana Elisabeth menjelaskan, rasisme berpotensi terulang selama ada kesenjangan sosial politik dan sosial ekonomi, apalagi ada persoalan kecemburuan karena keterbatasan akses ekonomi dan politik bagi orang asli Papua.

"Relasi sosial antarwarga Papua yang sempat terkoyak karena demo kerusuhan mengakibatkan kerugian fisik dan non-fisik bagi semua. Membangun kembali harmonisasi antarwarga lebih memerlukan waktu panjang ketimbang membangun infrastruktur fisik," kata Adriana dalam keterangan tertulis yang diterima Indozone, Sabtu (20/6/2020). 

Menurut dia, untuk merajut kembali harmonisasi di Papua harus dimulai dari menyelesaikan akar masalah dengan menghapus ketidakadilan, kekerasan secara struktural dan masalah stigma separatis. 

"Masyarakat Papua yang heterogen memiliki modal sosial yang dapat menjadi rujukan terkait nilai toleransi antaragama, suku dan ras," urai dia. 

Demonstrasi tolak rasisme di Papua (ANTARA/Raisan Al Farisi)

Namun, sambung Adriana, toleransi tidak cukup karena harus ada keberterimaan atas adanya perbedaan dengan fokus membangun dari hal-hal positif yang potensial di Papua.

"Paradigma yang harus diubah adalah Papua membangun bukan lagi membangun di Papua," pungkasnya.

Artikel Menarik Lainnya: 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber:

BERITA TERBARU

Merajut Kembali Relasi Sosial di Papua Pasca-Putusan Hukum Kasus Rasisme

Link berhasil disalin!