Ilustrasi pinjaman online (Vietnam Investment)
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) telah memberikan akses data kependudukan kepada sejumlah perusahaan yang memberi layanan pinjaman online (pinjol).
Koordinator Divisi Kebijakan Publik Human Studies Institute, Maizal Alfian, mengatakan bahwa langkah Kemendagri tersebut telah melanggar konstitusi, karena telah melanggar undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang administrasi kependudukan.
Maizal menjelaskan bahwa dalam aturan tersebut, di pasal 1 jelas disebutkan bahwa data Pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya. Karena itu, tidak ada alasan untuk pemerintah justru malah membagikan data itu ke pihak lain.
"Pembagian data itu jelas bertentangan dengan undang-undang," kata Maizal dalam penjelasannyanya di Jakarta, Senin (15/6/2020).
Maizal menjelaskan, bahwa alasan pemerintah sebelumnya membagikan data masyarakat itu adalah agar lembaga yang telah bekerja sama dapat memverifikasi kecocokan data nasabah dengan yang ada dicatatan kependudukan. Ini meliputi Nomor Induk Kependudukan (NIK) di Kartu Tanda Penduduk (KTP), alamat, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, dan lainnya.
Namun, kata dia, bahwa secara konstitusional negara wajib melindungi privasi dan data penduduk masyarakat. Hal itu sesuai dengan Pasal 28G ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi:
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
"Secara konstitusional negara harus melindungi privasi dan data penduduk masyarakat," ungkapnya.
"Hal ini secara tidak langsung menjadikan Negara berkewajiban hukum sebagai pelindung data pribadi setiap warga negaranya. Data pribadi penduduk yang harus dilindungi memuat keterangan tentang cacat fisik dan/atau mental, sidik jari, iris mata, tanda tangan, dan elemen data lainnya yang merupakan aib seseorang," tambahnya.
Dia menyampaikan, jika Kemendagri benar telah melakukan kerja sama dengan berbagai lembaga pinjaman online, pihaknya justru menduga ada lingkaran bisnis pribadi di Kemendagri dalam penyediaan data kependudukan. Terlebih dalam kasus ini negara tidak bisa menjamin kerahasiaan data warga negaranya.
"Kebijakan Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakhrulloh ini kan atas perintah Mendagri. Jika demikian, maka Mendagri sudah melanggar konstitusi negara," sebutnya.
"Pelanggaran atas ketentuan ini dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan hak akses pengguna, pemusnahan data yang sudah diakses, dan denda administratif sebesar Rp10 miliar," lanjutnya.
Sisis lain, secara khusus dalam sistem elektronik, ketentuan mengenai privasi dan data pribadi dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dikatakannya, dalam aturannya dijelaskan bahwa penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.
"Dalam pemanfaatan teknologi informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights)," bebernya.
"Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan, hak untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain tanpa tindakan memata-matai, dan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang," sambungnya.
Sebagaimana diketahui, Kemendagri melalui Ditjen Dukcapil telah memberikan akses data kependudukan kepada sejumlah perusahaan pinjaman online diantaranya PT Digital Alpha Indonesia alias UangTeman, PT Pendanaan Teknologi Nusa atau pendanaan.com, dan PT Ammana Fintek Syariah, PT Visionet Internasional (OVO), PT Astrido Pasific Finance, dan PT Commerce Finance (ShopeePayLater).
Kemudian juga diberikan ke lembaga jasa keuangan lain, seperti PT Bank Oke Indonesia Tbk, PT Mitra Adipratama Sejati (MAS) Finance, PT BPR Tata Karya Indonesia, dan PT Indo Medika Utama. Sisanya, diberikan ke Dompet Dhuafa, dan dua lembaga kesehatan.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: