Dampak Revisi UU Penyiaran: Konten Kreator YouTube dan TikTok Wajib Verifikasi Konten ke KPI
INDOZONE.ID - Sedang ramai diperbincangkan bahwa draf revisi UU Penyiaran yang tengah digodok oleh DPR RI mengandung salah satu pasal kontroversial.
Pasal 34F ayat 2 dalam draf tersebut menyebutkan bahwa penyelenggara platform digital penyiaran dan/atau platform teknologi penyiaran lainnya wajib melakukan verifikasi konten siaran ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Isi Siaran (SIS).
Baca Juga: Larangan Study Tour di Sekolah Negeri Jawa Tengah: Simak Alasan dan Dampaknya!
Dampak Revisi UU Penyiaran: Konten Kreator YouTube dan TikTok Wajib Verifikasi Konten ke KPI
Pasal 34F ayat 2 dalam draf revisi UU Penyiaran menegaskan bahwa:
“Penyelenggara platform digital penyiaran dan/atau platform teknologi penyiaran lainnya wajib melakukan verifikasi konten siaran ke KPI sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Isi Siaran (SIS).”
Ketentuan ini tidak hanya berlaku untuk perusahaan penyiaran besar, tetapi juga mencakup platform User-Generated Content (UGC) seperti YouTube dan TikTok. Artinya, setiap konten yang dibuat dan diunggah oleh individu ke platform tersebut harus melewati proses verifikasi oleh KPI.
Baca Juga: Jakarta Punya Aturan Baru, Buang Sampah Sembarangan saat CFD Akan Masuk YouTube
Wahyudi Djafar, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), menyatakan bahwa ketentuan ini problematis karena menyamakan konten UGC dengan konten siaran tradisional.
"Tentu menjadi problematis ketika konten yang didistribusikan melalui platform UGC itu dipersamakan dengan konten siaran," ucap Wahyudi.
Menurutnya, ada perbedaan mendasar antara konten yang diproduksi oleh individu dan disiarkan melalui platform digital dengan konten yang disiarkan oleh lembaga penyiaran tradisional.
Baca Juga: BNPB Masih Lawan Hacker yang Retas Akun YouTube
Dampak Revisi UU Penyiaran: Konten Kreator YouTube dan TikTok Wajib Verifikasi Konten ke KPI
Ketentuan verifikasi ini dikhawatirkan akan menghambat kreativitas dan kebebasan berpendapat para konten kreator. Proses verifikasi yang rumit dan birokratis bisa menjadi kendala bagi kreator dalam menyampaikan ide dan karyanya secara cepat dan spontan.
Konten kreator akan menghadapi beban administratif tambahan untuk memenuhi persyaratan verifikasi. Ini dapat mengurangi jumlah konten yang diunggah dan memperpanjang waktu produksi.
Jika konten kreator gagal memenuhi standar KPI, mereka berisiko dikenakan sanksi atau bahkan sensor terhadap konten yang dianggap tidak sesuai. Hal ini bisa menimbulkan ketakutan dan kecemasan di kalangan konten kreator, yang pada akhirnya mengurangi keragaman konten yang tersedia di platform UGC.
Baca Juga: Siswa SMK Lingga Kencana Depok Sempat Live TikTok saat Bus Kecelakaan, Ungkap Hal Ini
Dampak Revisi UU Penyiaran: Konten Kreator YouTube dan TikTok Wajib Verifikasi Konten ke KPI
Di sisi lain, ada pandangan bahwa verifikasi konten bisa membantu mengurangi penyebaran konten negatif atau tidak pantas. Konten yang mengandung unsur kekerasan, pornografi, atau informasi yang menyesatkan bisa lebih mudah diidentifikasi dan dicegah penyebarannya.
Verifikasi oleh KPI juga bisa menjadi langkah untuk meningkatkan kualitas konten yang ditampilkan kepada publik. Dengan adanya standar tertentu, diharapkan konten yang disajikan lebih informatif, edukatif, dan bermanfaat bagi masyarakat.
Baca Juga: Joe Biden vs TikTok: Persaingan Menghangat di Arena Politik
Dampak Revisi UU Penyiaran: Konten Kreator YouTube dan TikTok Wajib Verifikasi Konten ke KPI
Revisi UU Penyiaran yang mencakup kewajiban verifikasi konten oleh KPI untuk platform UGC seperti YouTube dan TikTok menimbulkan berbagai pro dan kontra.
Di satu sisi, kebijakan ini dapat membantu mengurangi konten negatif dan meningkatkan kualitas konten.
Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga berpotensi menghambat kreativitas, membebani konten kreator dengan proses administratif, dan mengancam kebebasan berpendapat.
Baca Juga: CEO TikTok Shou Chew Umumkan Investasi Jutaan Dolar untuk 120 ribu UMKM di Asia Tenggara
1. Dialog Terbuka: Perlu adanya dialog terbuka antara pemerintah, KPI, platform digital, dan konten kreator untuk mencari solusi terbaik yang tidak menghambat kreativitas tetapi tetap melindungi kepentingan publik.
2. Pendekatan Proporsional: Regulasi sebaiknya menerapkan pendekatan yang proporsional, yang membedakan antara konten profesional dan konten yang dihasilkan oleh individu.
3. Pendidikan dan Literasi Digital: Meningkatkan pendidikan dan literasi digital di masyarakat agar mereka bisa lebih kritis dalam menyaring informasi yang mereka konsumsi.
Baca Juga: Flexing Pertumbuhan Ekonomi di Depan CEO Tiktok, Luhut: Indonesia Bukan Negara Ecek-ecek
Dampak Revisi UU Penyiaran: Konten Kreator YouTube dan TikTok Wajib Verifikasi Konten ke KPI
Dengan demikian, diharapkan regulasi yang diterapkan dapat seimbang, melindungi masyarakat dari konten negatif, namun tidak menghambat inovasi dan kebebasan berekspresi para konten kreator.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: KPI