INDOZONE.ID - Peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia yang jatuh pada Sabtu 3 Mei 2025, nggak cuma jadi seremoni tahunan biasa.
Lewat pernyataan tegas dari Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, kita diajak buka mata melihat realita bagaimana media arus utama lagi megap-megap.
Bagaimana tidak, tekanan dari segala arah bikin mereka makin kewalahan, sedangkan anggaran komunikasi pemerintah makin condong ke sosial media dan para kreator konten.
Dalam pernyataannya, Ninik ngasih sinyal keras ke pemerintah buat lebih adil dalam mengalokasikan anggaran komunikasi publik.
Baca Juga: Lampaui Kewenangan Tetapkan Direktur JakTV Jadi Tersangka, LBH Pers: Kejagung Ancam Kebebasan Pers!
“Jangan hanya menggunakan biaya iklan untuk media sosial atau YouTuber. Alokasikan juga anggaran ke media konvensional. Tapi dengan catatan penting: beritanya jangan dibeli,” kata Ninik.
Maksudnya? Media harus tetap bisa kerja independen, bukan jadi corong siapa pun. Masalahnya emang bukan sekadar soal uang, ini soal eksistensi media itu sendiri.
Terbukti dengan kondisi lapangan makin berat belakangan ini dengan PHK, program yang dihentikan, bahkan beberapa media harus restrukturisasi besar-besaran. Pendapatan turun, tapi tekanan naik.
Gimana media mau bertahan kalau harus bersaing sama influencer dan akun-akun pribadi yang nggak terikat kode etik tapi bisa viral dalam semalam?
Lanskap informasinya kini sudah berubah. Pemerintah dan brand lari ke platform yang murah, cepat, dan langsung kelihatan hasilnya.
Tapi kalau semuanya pindah ke sana tanpa aturan main yang adil, siap-siap saja ruang informasi kita berubah jadi hutan belantara. Banyak suara, tapi nggak jelas mana yang bisa dipercaya.
Di sinilah, peran Dewan Pers jadi krusial. Mereka minta pemerintah hadir, bukan cuma nonton dari jauh dan media arus utama dibiarkan hilang perlahan.
Salah satu peluang yang bisa dicoba, yaitu kolaborasi. Media dan kreator konten punya keunggulan masing-masing. Yang satu punya kredibilitas, yang satu punya koneksi sama audiens.
Tapi kolaborasi ini harus dibangun di atas fondasi yang sehat dengan transparansi, profesionalisme, dan saling jaga integritas.
Kehadiran Asosiasi Kreator Konten Seluruh Indonesia (AKKSI) bisa jadi jembatan awal. Bukan buat nyatuin semua gaya, tapi biar ada ruang diskusi yang terbuka dan mutual respect antar pelaku media.
Mau nggak mau, kita sudah memasuki era baru dalam komunikasi publik. Tantangannya bukan lagi melawan pubahan, tapi nemuin cara buat bikin semua ekosistem seperti media, kreator, dan publik jalan bareng dengan adil dan bertanggung jawab.
Baca Juga: Kepergok Curi Motor Tukang Soto di Jakbar, Pelaku Nekat Nyebur ke Kali
Karena sejatinya mempertahankan media arus utama bukan hanya urusan bisnis. Ini semua soal merawat ruang publik bersama, agar tetap sehat, waras, dan tentu memiliki kredibilitas.
Penulis: Eliani Kusnedi
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Siaran Pers