Era Baru Suriah: Muhammed Al Bashir Pimpin Pemerintahan Transisi Usai Tumbangnya Rezim Assad
INDOZONE.ID - Suriah memasuki babak baru dalam sejarah politik, setelah runtuhnya rezim Bashar Al Assad.
Pada Senin (9/12/2024), Mohammed Al Bashir secara resmi ditunjuk sebagai Perdana Menteri sementara Suriah, untuk memimpin pemerintahan transisi hingga 1 Maret 2025.
Baca Juga: Apa Penyebab Kejatuhan Presiden Bashar Al Assad di Suriah? Ini 4 Alasannya
Keputusan pengangkatan Mohammed Al Bashir sebagai Perdana Menteri Suriah sementara, muncul usai pertemuan penting antara pemimpin Hay'at Tahrir al-Sham (HTS), Abu Mohammed Al Julani, dengan PM Suriah Mohammed Al Jalali dan Wakil Presiden Faisal Mekdad.
Pertemuan tersebut bertujuan membahas strategi pemerintahan transisi, demi memulihkan stabilitas di negara yang telah dilanda konflik berkepanjangan ini.
Mohammed Al Bashir sebelumnya memimpin pemerintahan de facto yang didukung oleh HTS di provinsi Idlib, kawasan yang menjadi pusat oposisi terhadap rezim Assad.
HTS, sebagai aktor utama dalam menjatuhkan pemerintahan Assad, kini berperan penting dalam membentuk pemerintahan baru.
Menurut laporan Al Jazeera, pengangkatan ini dilakukan setelah Al Bashir juga mengadakan dialog dengan anggota pemerintahan lama Assad, menandai upaya untuk merangkul berbagai pihak dalam masa transisi yang penuh tantangan.
Runtuhnya rezim Bashar Al Assad, menjadi peristiwa besar yang mengakhiri kekuasaan lebih dari dua dekade.
Assad memimpin Suriah sejak tahun 2000, menggantikan ayahnya, Hafez Al Assad.
Baca Juga: Rezim Assad Jatuh: Kekuasaan 13 Tahun Berakhir, Bagaimana Situasi Warga dan Suriah Selanjutnya?
Pemerintahannya diwarnai ketegangan politik, pemberontakan rakyat, dan perang saudara yang berkepanjangan sejak 2011.
Kehadiran kelompok oposisi yang semakin kuat, termasuk HTS, menjadi pendorong utama dalam melemahkan kekuasaan Assad.
Kelompok yang dulunya dianggap sebagai entitas kecil ini, berhasil menggalang dukungan dan menggulingkan rezim lama melalui operasi militer dan diplomasi kilat.
Sebagai Perdana Menteri sementara, Mohammed Al Bashir menghadapi sejumlah tantangan besar.
Salah satunya adalah menyatukan berbagai faksi politik yang selama ini terpecah, akibat perang saudara.
Selain itu, ia juga harus menangani krisis kemanusiaan yang masih melanda Suriah, termasuk pengungsi, kehancuran infrastruktur, dan ekonomi yang runtuh.
Pemerintahan transisi ini diharapkan mampu membawa stabilitas, dan mempersiapkan Suriah menuju pemilu yang adil dan inklusif pada masa depan.
Dukungan dari komunitas internasional juga menjadi faktor kunci dalam keberhasilan pemerintahan sementara ini.
Baca Juga: Israel Meningkatkan Militernya di Perbatasan Suriah: Sinyal Siaga atau Perang?
Suriah kini berada di persimpangan jalan. Penunjukan Mohammed Al Bashir sebagai pemimpin transisi, memberikan harapan akan perubahan. Namun, jalan menuju stabilitas dan pembangunan kembali negara ini masih panjang.
Pemerintahan sementara memiliki tugas berat untuk merekonsiliasi berbagai kepentingan, mengakhiri konflik, dan membangun kembali kepercayaan rakyat.
Dengan batas waktu hingga 1 Maret 2025, banyak yang bertanya-tanya, apakah periode transisi ini cukup untuk mengatasi tantangan yang ada?
Bagi rakyat Suriah, masa depan mereka kini bergantung pada kemampuan pemerintahan baru, untuk membawa perdamaian dan stabilitas setelah bertahun-tahun hidup dalam bayang-bayang perang.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Al Jazeera