Kamis, 03 OKTOBER 2024 • 20:25 WIB

10 Tahun Presiden Joko Widodo: Pertumbuhan Ekonomi Stabil, Kemiskinan Menurun

Author

Presiden Joko Widodo (Jokowi). (instagram)

INDOZONE.ID - Era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan segera berakhir sekitar dua pekan mendatang. Dalam waktu kurang satu bulan, Indonesia akan menjalani era baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 lalu.

Selama 10 tahun memimpin Tanah Air, Jokowi membawa Indonesia melalui pasang surut perekonomian di tengah badai ekonomi global, mulai dari masa Pandemi Covid-19 hingga konflik geopolitik, yang membuat berbagai negara mengeluarkan kebijakan fiskal yang ketat.

Namun di tengah kondisi perekonomian yang tak pasti, Indonesia berhasil menorehkan catatan positif. Bahkan saat badai pandemi menerjang, Indonesia berhasil pulih dengan cepat. Hal ini tak hanya berdampak secara makro, tapi juga terasa hingga titik mikro. Apalagi, diakui atau tidak, pertumbuhan ekonomi yang berhasil dijaga pemerintah era Jokowi telah menciptakan pemerataan, sehingga lebih banyak masyarakat yang merasakan capaian positif ini.

Tak hanya di dalam negeri, capaian positif ini juga diakui secara global, dengan masuknya Indonesia menjadi negara menengah-atas dan termasuk dalam 20 negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Jelang berakhirnya masa kepemimpinan Jokowi, sekaligus memasuki pemerintahan baru Prabowo-Gibran, berikut Indozone sajikan catatan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 10 tahun terakhir.

Bertahan di Tengah Ketidakpastian Global

Salah satu pencapaian yang konsisten selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah terjaganya pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran angka 5%. Ini merupakan hasil dari berbagai kebijakan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan yang diterapkan pemerintah, meski harus menghadapi tantangan global yang cukup signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015, yang merupakan tahun pertama Jokowi menjabat, tercatat sebesar 4,8%. Angka ini sedikit mengalami perlambatan dari pertumbuhan tahun 2014 yang berada di level 5,02%, sebuah transisi alami akibat berbagai perubahan kebijakan ekonomi pada awal pemerintahan baru.

Baca Juga: Presiden Jokowi Resmikan 4 Ruas Jalan Tol Baru di Aceh, Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Meski pada awal masa kepemimpinannya ada penurunan tipis, pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali mengalami kenaikan yang stabil pada tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 2016, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,03%, menandakan keberhasilan pemerintah dalam menstabilkan ekonomi di tengah tantangan global, seperti perlambatan ekonomi di beberapa negara besar dan fluktuasi harga komoditas internasional. Kenaikan ini terus berlanjut pada tahun-tahun berikutnya, dengan pertumbuhan mencapai 5,07% pada 2017 dan kemudian naik menjadi 5,17% pada 2018. Pencapaian ini menunjukkan bahwa Indonesia mampu menjaga momentum pertumbuhan yang baik, meskipun situasi global tidak sepenuhnya stabil. Pada 2019, pertumbuhan tetap positif di angka 5,02%, yang konsisten dengan target pemerintah untuk menjaga laju pertumbuhan di atas 5%.

Memasuki periode kedua kepemimpinan Jokowi, Indonesia menghadapi tantangan yang lebih besar dengan datangnya pandemi Covid-19 pada awal 2020. Dampak dari pandemi ini begitu luas, tidak hanya melanda Indonesia tetapi juga seluruh dunia. Seperti banyak negara lain, ekonomi Indonesia terpukul keras oleh pembatasan sosial yang ketat, penurunan aktivitas ekonomi, serta disrupsi rantai pasokan global. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot tajam hingga mengalami kontraksi sebesar minus 2,07% pada tahun 2020. Ini adalah kali pertama dalam beberapa dekade Indonesia mengalami pertumbuhan negatif, dan situasi ini mencerminkan krisis ekonomi global yang tak terhindarkan. Industri pariwisata, manufaktur, perdagangan, serta sektor jasa mengalami penurunan tajam, sementara daya beli masyarakat menurun drastis.

Namun, pemerintah Jokowi dengan cepat merespons situasi tersebut melalui serangkaian kebijakan ekonomi yang dirancang untuk memitigasi dampak pandemi. Pemerintah mengimplementasikan berbagai program stimulus ekonomi, termasuk bantuan sosial, subsidi, serta program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat, mendukung dunia usaha, serta memperkuat sektor kesehatan. Melalui kebijakan fiskal yang ekspansif dan stimulus moneter dari Bank Indonesia, pemerintah mampu menstabilkan ekonomi dan menjaga likuiditas di pasar.

Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin booster COVID-19 di Kudus, Jawa Tengah, Senin (14/3/2022). (ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)

Upaya pemerintah dalam mengatasi krisis membuahkan hasil yang signifikan. Pada tahun 2021, ekonomi Indonesia kembali bangkit dengan pertumbuhan positif sebesar 3,7%. Meski belum mencapai level pra-pandemi, pemulihan ini mencerminkan efektivitas kebijakan yang dijalankan, serta ketahanan ekonomi Indonesia dalam menghadapi krisis. Sektor-sektor seperti manufaktur, pertanian, dan perdagangan mulai pulih, sementara investasi asing perlahan kembali mengalir. Program vaksinasi massal yang diluncurkan pemerintah juga menjadi faktor penting dalam pemulihan ekonomi, karena membuka kembali aktivitas bisnis dan menormalkan kegiatan ekonomi.

Memasuki tahun 2022, ekonomi Indonesia semakin membaik dan kembali mencapai pertumbuhan sebesar 5,05%. Angka ini mencerminkan kembalinya ekonomi Indonesia ke jalur pertumbuhan yang stabil, dengan peningkatan di berbagai sektor utama seperti perdagangan, industri pengolahan, dan jasa. Pemulihan ekonomi ini juga didorong oleh meningkatnya harga komoditas global, yang memberikan dampak positif pada ekspor Indonesia, terutama di sektor energi dan pertambangan.

Stabilitas ekonomi ini terus berlanjut pada 2023, di mana Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,05%. Hingga kuartal kedua tahun 2024, pertumbuhan tetap berada di kisaran 5%, menandakan keberhasilan pemerintah dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, meskipun situasi global masih diwarnai ketidakpastian. Dengan pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan hanya mencapai 3% pada periode yang sama, pencapaian Indonesia ini sangat signifikan dan menunjukkan bahwa negara ini mampu bertahan dan bahkan berkembang di tengah tekanan eksternal yang cukup berat.

Keberhasilan pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi ini tidak lepas dari berbagai reformasi struktural yang diterapkan, termasuk perbaikan iklim investasi, pembangunan infrastruktur yang masif, serta peningkatan konektivitas antarwilayah. Pemerintah juga terus berupaya mendorong digitalisasi ekonomi dan pengembangan industri berbasis teknologi yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global. Selain itu, langkah-langkah deregulasi dan penyederhanaan birokrasi yang diterapkan dalam Omnibus Law juga turut memperkuat sektor usaha dan mendorong masuknya investasi asing.

Secara keseluruhan, stabilitas ekonomi Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi merupakan pencapaian yang patut diapresiasi, mengingat tantangan global yang dihadapi selama dua periode kepemimpinannya. Dengan pertumbuhan ekonomi yang terus berada di level 5%, Indonesia telah menunjukkan bahwa negara ini memiliki fondasi ekonomi yang kuat serta mampu beradaptasi dengan perubahan global yang cepat. Ini juga memberikan keyakinan bahwa Indonesia berada di jalur yang tepat menuju visi Indonesia Emas 2045, di mana negara ini diharapkan akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia.

Pemerataan Pembangunan

Salah satu pencapaian paling menonjol dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah upayanya dalam memastikan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Di bawah kepemimpinannya, pembangunan infrastruktur tidak hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa, tetapi juga merata ke berbagai daerah dari Sabang hingga Merauke. Kebijakan ini merupakan bagian dari komitmen Jokowi untuk mengatasi ketimpangan pembangunan antara wilayah barat dan timur Indonesia, serta mengurangi kesenjangan ekonomi yang sudah berlangsung lama.

Pembangunan infrastruktur yang merata ini tidak hanya bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah tertinggal, tetapi juga sebagai strategi utama dalam mencapai visi jangka panjang Indonesia Emas 2045. Visi ini menargetkan Indonesia menjadi negara yang berdaulat, maju, adil, dan makmur pada saat memasuki usia kemerdekaan yang ke-100. Langkah ini diharapkan mampu mendorong peningkatan daya saing nasional, memperkuat ekonomi lokal, dan menciptakan konektivitas yang lebih baik antarwilayah di seluruh Indonesia.

Menurut laporan terbaru Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada tahun 2024, sejak 2015 hingga 2023, pemerintah telah membangun sepanjang 5.823 km jalan nasional di berbagai wilayah Indonesia. Infrastruktur lain yang juga menjadi perhatian utama adalah pembangunan 25.817 meter flyover dan underpass untuk mengatasi kemacetan di perkotaan serta memperlancar arus lalu lintas. Selain itu, telah dibangun 583 unit jembatan gantung yang menjadi jalur penghubung vital bagi masyarakat di daerah terpencil, serta 1,9 juta meter jembatan desa yang memperlancar mobilitas di pedesaan.

Pemerintah juga berhasil membangun 366.000 km jalan desa yang memperkuat aksesibilitas antar wilayah pedesaan, mendukung aktivitas ekonomi masyarakat lokal, dan meningkatkan kualitas hidup warga di daerah yang sebelumnya terisolasi. Di sektor jalan tol, sekitar 2.700 km jalan tol baru telah diresmikan selama periode tersebut, memungkinkan arus barang dan jasa yang lebih cepat dan efisien.

Selain infrastruktur darat, pemerintah juga membangun 43 bendungan baru untuk mendukung ketahanan pangan dan air, serta mengembangkan 1,1 juta hektare jaringan irigasi untuk memperkuat sektor pertanian. Di sektor transportasi udara, pemerintahan Jokowi berhasil membangun 27 bandara baru di berbagai daerah, yang menjadi pintu gerbang bagi wilayah terpencil dan meningkatkan aksesibilitas ke berbagai destinasi wisata dan perdagangan.

Pemerataan pembangunan ini mencakup proyek-proyek besar yang tersebar di seluruh Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 2024, pemerintah telah mengalokasikan anggaran yang signifikan untuk mendukung Proyek Strategis Nasional (PSN). Untuk wilayah Sumatera, pemerintah menggelontorkan Rp646,31 triliun guna mendanai 42 proyek strategis, termasuk pengembangan infrastruktur jalan, pelabuhan, dan bandara. Sementara itu, di Pulau Jawa, anggaran yang digelontorkan jauh lebih besar, yakni mencapai Rp1.494,74 triliun untuk 86 proyek, yang mencakup pembangunan jalan tol, pengembangan kawasan industri, dan fasilitas umum lainnya.

Di Kalimantan, yang tengah berkembang sebagai pusat ekonomi baru seiring dengan rencana pemindahan ibu kota negara ke wilayah tersebut, pemerintah mengucurkan anggaran sebesar Rp224,5 triliun untuk 14 proyek strategis. Investasi ini meliputi pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan raya, pelabuhan, serta jaringan air dan listrik yang akan mendukung pengembangan ibu kota baru dan kawasan industri.

Presiden Jokowi hari ini meresmikan Hotel Swissotel Nusantara dan melakukan peletakan batu pertama Nusantara Mall Duty Free di Ibu Kota Nusantara (IKN).

Wilayah Sulawesi juga tidak ketinggalan mendapat perhatian serius, dengan anggaran sebesar Rp1.233,76 triliun untuk mendanai 31 proyek strategis di wilayah tersebut. Proyek-proyek ini termasuk pembangunan pelabuhan, bendungan, serta kawasan ekonomi khusus yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan memperkuat konektivitas di kawasan timur Indonesia.

Bali dan Nusa Tenggara, sebagai kawasan wisata internasional yang terus berkembang, mendapatkan alokasi sebesar Rp45 triliun untuk proyek infrastruktur yang mendukung pariwisata dan kesejahteraan masyarakat lokal. Sedangkan untuk wilayah Maluku dan Papua, yang merupakan wilayah terluar dan paling sulit diakses, pemerintah mengucurkan anggaran sebesar Rp945,16 triliun. Dana ini digunakan untuk membangun infrastruktur dasar yang vital, seperti jalan, jembatan, bandara, dan fasilitas kesehatan serta pendidikan, guna memperbaiki kualitas hidup masyarakat setempat dan membuka akses yang lebih luas ke pasar nasional maupun internasional.

Baca Juga: Nusantara Warehouse Park di IKN Jadi Terobosan Baru untuk Pertumbuhan Ekonomi

Pemerataan pembangunan selama dua periode pemerintahan Jokowi ini tidak hanya berfokus pada infrastruktur fisik, tetapi juga mencakup upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di seluruh wilayah. Program-program pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial yang dijalankan secara bersamaan dengan pembangunan fisik, diharapkan mampu menciptakan masyarakat yang lebih produktif dan sejahtera, yang pada gilirannya akan mendukung percepatan pembangunan nasional secara menyeluruh.

Penurunan Tingkat Kemiskinan

Seiring dengan pemerataan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, tingkat kemiskinan di Indonesia menunjukkan tren yang positif dengan penurunan yang konsisten selama beberapa tahun terakhir. Pembangunan infrastruktur, program perlindungan sosial, serta berbagai kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi, terutama di daerah-daerah terpencil dan tertinggal, menjadi faktor kunci yang mendorong berkurangnya

jumlah penduduk miskin. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga Maret 2024, jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat sebanyak 25,22 juta orang, yang merupakan angka terendah dalam satu dekade terakhir.

Jika melihat data dari beberapa tahun terakhir, pada 2014 jumlah penduduk miskin mencapai 27,73 juta orang, setara dengan 10,96% dari total populasi. Angka ini mengalami kenaikan pada 2015, menjadi 28,59 juta orang atau 11,13%, sebelum kembali turun menjadi 27,76 juta orang atau 10,7% pada 2016.

Tren penurunan terus berlanjut pada tahun-tahun berikutnya. Pada 2017, jumlah penduduk miskin menurun menjadi 26,68 juta orang atau 10,12%. Penurunan ini terus berlanjut di 2018, ketika jumlahnya menjadi 25,67 juta orang atau 9,66%, dan mencapai 24,79 juta orang atau 9,22% pada 2019.

Namun, pandemi Covid-19 yang melanda dunia pada tahun 2020 sempat mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Ketika perekonomian terhantam oleh pembatasan sosial dan menurunnya aktivitas ekonomi, jumlah penduduk miskin kembali meningkat menjadi 27,55 juta orang atau 10,19%. Meskipun demikian, dengan adanya berbagai upaya pemulihan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah, angka kemiskinan kembali turun pada tahun-tahun berikutnya.

Pada 2021, jumlah penduduk miskin berkurang menjadi 26,5 juta orang atau 9,71%, kemudian menurun lagi menjadi 26,36 juta orang atau 9,57% pada 2022. Tren positif ini terus berlanjut pada 2023 dengan jumlah penduduk miskin mencapai 25,9 juta orang atau 9,36%. Hingga Maret 2024, angka kemiskinan berhasil ditekan menjadi 25,22 juta orang atau 9,03%.

Penurunan ini mencerminkan keberhasilan berbagai program pemerintah dalam mengatasi kemiskinan, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan pangan, subsidi energi, serta kebijakan ekonomi yang mendorong pertumbuhan sektor informal. Pemerintah juga terus berupaya memperbaiki kualitas pembangunan dengan fokus pada peningkatan akses pendidikan, layanan kesehatan, serta memperluas kesempatan kerja, terutama di daerah-daerah yang sebelumnya tertinggal.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: BPS