Kamis, 29 AGUSTUS 2024 • 08:33 WIB

Koalisi Masyarakat Sipil Temui Kadiv Propam Buntut Kekerasan di Tengah Demo RUU Pilkada, Sampai Minta Kapolri Mundur!

Author

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional, Usman Hamid di Mabes Polri. (INDOZONE/Samsudhuha Wildansyah).

INDOZONE.ID - Koalisi Masyarakat Sipil pada hari ini mendatangi Mabes Polri dengan tujuan bertemu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo namun mereka hanya berhasil bertemu dengan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Abdul Karim. Kedatangan mereka untuk membahas ihwal kekerasan polisi ditengah demo RUU Pilkada.

"Kami akhirnya diterima oleh sejumlah penasihat ahli juga staf ahli termasuk koordinator staf ahli Kapolri Irjen Hadi Gunawan dan juga Kadiv Propam Irjen Abdul Karim," kata Direktur Eksekutif Amnesty Internasional, Usman Hamid kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (28/8/2024).

Tujuan awal mereka untuk bertemu dengan Kapolri. Mereka ingin memintai penjelasan langaung dari Kapolri terkait aksi represif polisi saat mengamankan aksi unjuk rasa terkait RUU Pilkada beberapa waktu yang lalu.

Meski tidak berhasil bertemu Kapolri, mereka tetap berbincang dengan Kadiv Propam. Ada tiga point yang disampaikan koalisi masyarakat sipil salah satunya terkait kebijakan Polri dalam penanggulangan unjuk rasa di berbagai kota.

Baca Juga: Kapolri Rombak Kadiv Propam hingga Kabaintelkam, Ini Sosok Barunya!

Disebut Usman, ada 12 kota dengan polisi yang melakukan tindakan yang tidak diperlukan seperti penggunaan water canon, gas air mata hingga pemukulan berujuk penyiksaan. Mereka juga membahas terkait penangkapan dengan cara sewenang-wenang.

"Jadi kami meminta pertanggungjawaban Kapolri atas tindakan eksesif yang dilakukan di berbagai wilayah dan kami menduga tindakan itu merupaka pilihan kebijakan di tingkat pusat khususnya di tingkat Mabes Polri,'' kata Usman.

"Dan kalau itu yang benar terjadi, kami benar-benar mendesak Kapolri untuk mempertanggungjawabkan itu, bahkan kami tadi menyampaikan kalau perlu Kapolri mundur karena masih ada pati-pati yang mungkin lebih baik untuk memimpin Polri," sambugnya.

Poin kedua terkait dugaan koalisi masyarakat sipil jika ada ketidaknetralan dari kepolisian. Yang terakhir adanya dugaan Polri memiliki alat sadap yang berbahaya.

Baca Juga: Kapolri Memimpin Upacara Hari Juang Polri Perdana di Surabaya, Kenang Perjuangan Polisi

"Kami menduga kepolisian memiliki alat-alat sadap dan ini sangat berbahaya bagi kebebasan berekspresi seperti pegasus dan lain-lain (merek alat sadap) yang dalam penelitian Amnesty di bulan Mei yang lalu kami sudah umumkan itu dibeli dari Israel melalui Singapura. Bahkan beberapa bulan sebelumnya, kami surati Polri bahwa kami menyesalkan mengapa Polri tidak memberikan jawaban atas pertanyaan Amnesty Internasional terkait alat sadap itu," pungkasnya.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Liputan