INDOZONE.ID - Kuasa hukum PM dan S, warga binaan yang diduga jadi korban pungli dan kekerasan fisik oknum Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) II B Sleman atas nama MRP, mengaku telah melakukan melakukan investigasi terkait hal ini.
Investigasi yang dilakukan bersama LBH Aryawiraraja ini menunjukkan pungli dan kekerasan fisik yang terjadi, sudah berlangsung cukup lama.
Hasil investigasi tersebut, bahwa praktik pungli, intimidasi dan kekerasakan fisik tersebut telah terjadi sejak 8 November 2022 bahkan berlangsung hingga November 2023.
"Dari hasil investigasi kami, ternyata oknum lapas tersebut sudah melakukan pungli dan kekerasan fisik sejak November 2022 lalu. Tidak hanya terjadi kepada klien kami, ternyata sebanyak 60 (enam puluh) narapidana yang menjadi korbannya," kata kuasa hukum PM dan S, Ibno Hajar, kepada wartawan, Kamis (23/5/2024).
Adapun kekerasan fisik yang dimaksud berupa pemukulan hingga penusukan perut korban menggunakan paku dan pisau.
Kondisi pelayanan yang buruk, dimanfaatkan oleh oknum lapas yang diduga Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas II B Sleman itu untuk meminta uang tambahan.
Baca Juga: KPK Minta Maaf 15 Pegawainya Jadi Tersangka Pungli di Rutan, Nilainya Mencapai Rp6,3 Miliar
Oknum lapas itu juga yang bekerjasama dengan Binaan lapas Sleman untuk menawarkan bantuan kepada warga Masyarakat lapas pemohon layanan, untuk membantu penyelesaian layanan secara cepat dengan imbalan berupa uang dalam jumlah tertentu.
"Seolah-olah enggak mau ribet dengan kondisi yang ada, warga lapas seperti memaklumi tawaran oknum itu supaya di dalam Lapas Sleman terasa nyaman dan enak. Tidak hanya itu, mereka juga melayani kebebasan untuk bermain judi online, jual beli minuman keras, dan jual beli kamar," ungkapnya.
"Anehnya, ada warga binaan lapas Sleman tidak mau atas tawaran oknum tersebut, tapi tetap di minta sebagai uang perkenalan masuk ke lapas. Jika tidak memberikan uang, maka warga binaan lapas dipukul di ruangan MRP," sambungnya.
Menurutnya, uang yang di minta oleh oknum MRP ini ,memang tidak menyebabkan kerugian negara secara langsung. Meski demikian, kata Ibno, dalam jangka panjang praktik ini bisa merusak integritas para pegawai instansi pemerintah.
Padahal, para pegawai instansi pemerintah tersebut diberi mandat menjalankan kewajibannya memberikan pelayanan prima kepada warga masyarakat, tanpa harus menerima uang tambahan.
"Praktik uang pelicin itu benar-benar melanggar hak-hak warga lapas yang seharusnya mendapat perlakuan yang adil atas pelayanan publik," kata Ibno.
Ibno merinci, nominal transaksi yang dimintanya tersebut masih terbilang relatif. Meski begitu jika diintensitas transaksinya sering terjadi, maka secara akumulatif jumlahnya menjadi besar.
Lebih detailnya, saat ini uang yang sudah diterima oleh MRP dari TAB BRIZZI sebesar Rp270.550.000 secara cash, dan melalui rekening orang lain sebesar Rp865.970.000,- dengan Total keseluruhan sebesar Rp1.136.520.000.
Tindakan oknum MRP tersebut disimpulkan melanggar terkait pemerasan diatur dalam Pasal 12 UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 368 Ayat (1) KUHP Jo pasal 8 ayat (4) huruf c Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2021 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
"Tidak mudah memang untuk membereskan masalah uang pelicin yang sudah membudaya di masyarakat, jadi saya harap pemerintah segera memerangi hal ini karena sekali lagi untuk menjaga martabat pemberi layanan," ujar Ibno.
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan