Minggu, 08 JANUARI 2023 • 16:19 WIB

Respons PDIP 8 Parpol Kompak Nyatakan Sikap Tolak Proporsional Tertutup di 2024

Author

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. (INDOZONE/Harits Tryan).

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan pihaknya menghormati langkah delapan partai politik yang menolak sistem pemilu dengan proporsional tertutup. Diketahui PDIP tak hadir di pertemuan oleh pimpinan delapan parpol itu.

“Pertemuan yang ada di hotel Dharmawangsa ya itu kita hormati sebagai bagian dalam tradisi demokrasi kita,” ujar Hasto kepada wartawan, Minggu (8/1/2023).

Baca Juga: 8 Partai Politik Kompak Tolak Proporsional Tertutup di Pemilu 2024, Ini Penjelasannya

Ditekankan Hasto dalam dunia politik pertemuan antara petinggi parpol adalah hal biasa. Bahkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri juga melakukan banyak pertemuan, baik dengan rakyat maupun dengan elite nasional lainnya.

Yang membedakan adalah, kata Hasto, Megawati melakukan pertemuan dengan para ketua umum parpol tidak dalam pengertian terbuka. 

“Beliau banyak melakukan dialog bangsa dan negara itu justru dalam suasana yang kontemplatif. Itu yang membedakan,” kata Hasto.

Baca Juga: Tanpa PDIP, 8 Partai Politik di Parlemen Berkumpul Bahas soal Sistem Pemilu 2024

Saat ini, sambung Hasto, PDIP disibukkan dengan persiapan HUT PDIP ke-50 pada 10 Januari 2023 mendatang.

Mengenai isu sistem pemilu proporsional terbuka yang hendak diubah tertutup seperti yang menjadi materi gugatan di MK, Hasto mengatakan bahwa semua ada ranahnya masing-masing.

PDIP Tawarkan Wacana Demokrasi Ulang Indonesia

Terkait dengan fungsi legislasi atau pembuatan UU, ranahnya ada di DPR. Namun jika menyangkut judicial review UU terhadap UUD 1945, ranahnya ada di MK.

Ditanya mengenai idealisme yang dipegang PDIP terkait isu tersebut, Hasto mengatakan pihaknya melihat DPR bertanggung jawab bagi masa depan negara. 

Maka sebagai partai politik yang mengajukan calon anggota DPR, PDIP memerlukan para ahli dan pakar di bidangnya untuk bisa dicalonkan sebagai anggota DPR.

“Di komisi I, kami perlu pakar-pakar pertahanan, para pakar-pakar diplomasi yang memperjuangkan kepentingan nasional Indonesia. Di komisi IV kami memerlukan pakar-pakar pertanian. Nah, dengan proporsional terbuka, ketika kami menawarkan kepada para ahli untuk membangun Indonesia melalui fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan di DPR, banyak yang mengatakan biayanya tidak sanggup," urai dia.

"Karena proporsional terbuka dalam penelitian Pak Pramono Anung, minimum paling tidak harus ada (modal, red) yang Rp5 miliar untuk menjadi anggota dewan. Bahkan ada yang habis sampai Rp100 miliar untuk menjadi anggota dewan. Maka ada kecenderungan struktur anggota dewan, banyak yang didominasi para pengusaha,” tambahnya.

Sistem yang ada Indonesia saat ini, lanjut Hasto, meniru sistem di Amerika Serikat. Dan justru di Amerika Serikat, yang kerap dianggap ikonnya demokrasi, justru saat ini mengalami krisis, yang bahkan kesulitan saat akan memilih Ketua DPR-nya.

“Maka PDI Perjuangan menawarkan suatu wacana untuk mari kita berpikir ulang dalam demokrasi kita. Diskursus inilah yang menyehatkan demokrasi. Masalah nanti apapun yang diputuskan MK, kami sekali lagi PDI Perjuangan bukan pihak yang punya legal standing melakukan Judicial Review,” tegas Hasto.

Mengenai ketakutan bahwa PDIP sebagai parpol pemerintahan akan mengintervensi MK mengenai gugatan judicial review, Hasto menyiratkan hal demikian mengada-ada.

Sebab hal itu sudah terbukti dalam kasus Judicial Review UU Cipta Kerja. Jika MK memang bisa diintervensi, seharusnya gugatan terhadap UU Cipta Kerja ditolak, faktanya gugatan itu diterima MK dan membuat keputusan baru.

“Buktinya banyak kepentingan pemerintah yang diusung PDI Perjuangan dalam judicial review kemudian hakim MK ambil sikap sesuai kenegarawanan hakim MK. Jadi semua pihak percaya pada kenegarawanan para hakim di MK karena itu jangan sekali-sekali intervensi,” tegas Hasto.

Artikel Menarik Lainnya:

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: