Berbagai penyebab krisis dunia seperti pandemi Covid-19 dan perang antara Rusia dan Ukraina membuat dunia mengalami goncangakan yang dahsyat.
Beberapa negara hingga sektor yang ada di dalamnya, seperti kesehatan, pangan, energi hingga keungan pun ikut terganggu akibat hal ini.
Sebuah negara yang tidak cukup memiliki fundamental yang baik bahkan dapat mengalami kebangkrutan karena berbagai serangan krisis ini. Hal ini terjadi kepada beberapa negara di dunia, dan baru-baru ini kepada Sri Lanka.
Lantas, apakah alasan sebuah negara dapat disebut 'bangkrut' dan bagaimana dampaknya terhadpa negara tersebut? Simak ulasan lengkapnya berikut ini.
Pengertian Negara Bangkrut
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bangkrut adalah kondisi di mana suatu perusahaan mengalami kerugian besar hingga membuat habisnya harta perusahaan.
Dalam halnya sebuah negara bangkrut, menurut Corporate Finance Institute, kebangkrutan berarti status hukum dari seseorang atau entitas, seperti perusahaan atau lembaga pemerintah tidak mampu membayar hutangnya kepada kreditur.
Hal ini umumnya diprakarsai oleh debitur dan dijatuhkan oleh pengadilan.
Apa Alasan Sebuah Negara Disebut 'Bangkrut'?
Dikutip dari sebuah publikasi Universitas Sumatera Utara, kebangkrutan sebuah negara dapat diprakarsai oleh beberapa faktor, seperti konflik dalam pemerintahan, ketidakmampuan memberikan pelayanan publik, tingginya tingkat korupsi kriminal dan minimnya sumber daya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Akan tetapi, terdapat faktor umum yang menyebabkan negara bangkrut, yaitu menurunnya perekonomian yang tajam sehingga mengakibatkan banyaknya utang negara.
Dalam sebuah teori yang ideal, Pemerintah membayar kewajiban melalui pendapatan dari pahak dan investasi. Namun, sama halnya seperti individu pada umumnya, Pemerintah juga turut melakukan kredit dengan menerbitkan obligasi.
Penerbitan obligasi tersebut disertai dengan janji untuk membayar kembali pokok obligasi bersama dengan bunganya saat jatuh tempo. Jika pada saat jatuh tempo hal tersebut belum terbayarkan, maka ini dapat disebut dengan 'gagal bayar' atau 'default'.
Tak hanya melalui obligasi, pinjaman luar negeri juga menjadi kombinasi dalam utang nasional. Jadi, ketika Pemerintah dalam suatu negara tidak mampu atau ada keengganan untuk memenuhi utangnya, maka ini mengakibatkan kegagalan atau kebangkrutan.
Berbagai alasan dapat terbit ketika suatu negara gagal membayar utang, salah satunya adalah pembalikan sederhana aliran uang global dan pendapatan yang tidak mencukupi.
Di sisi lain, saat terjadi rekstrukturisai dalam Pemerintah dan menjadikan yang berkuasa di suatu negara berubah, gagal membayar sebelumnya pun dapat menjadi warisan.
Ini yang Terjadi Pada Sri Lanka
Sri Lanka dikabarkan bangkrut akibat gagal membayar utang luar negeri (ULN) yang mencapai 51 miliar US dolar atau setara dengan Rp754,8 triliun.
Hal tersebut diputuskan oleh Sri Lanka karena semakin buruknya krisis ekonomi sesaat setelah kehabisan devisa untuk membiayai impor komoditas, utamanya makanan, bahan bakar, dan obat-obatan.
Kondisi yang buruk ini membuat Sri Lanka yang berpenduduk 22 juta orang ini menutup beberapa hal, seperti sekolah dan layanan pemerintahan untuk menghemat cadangan bahan bakar. Dikarenakan hal tersebut, pemerintah juga meminta pegawai negeri sipil (PNS) untuk bekerja dari rumah atau work from home.
Sebelumnya, krisis ekonomi negara Sri Lanka telah terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Kondisi ini diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 dan Pemerintah yang kesulitan mengurus negara, sehingga pemerintahan Trah Rajapaksa dipaksa mundur.
Adakah Cara untuk Bangkit dari Kebangkrutan?
Pada dasarnya, negara yang bangkrut dapat kembali bangkit. International Monetary Fund (IMF) dapat menjadi penolong negara dalam memenuhi likuiditas jangka pendek negara tersebut. Ini dilakukan dengan mengajukan bailout atau dana talangan.
Akan tetapi, pinjaman tersebut datang bukan tanpa ikatan, negara harus membayar kembali dengan melakukan beberapa hal, seperti mengurangi pengeluaran negara, depresiasi mata uang hingga liberalisasi perdagangan. Hal ini dicatatkan dalam Konsensus Washington.
Diketahui, Sri Lanka sedang mengajukan bailout saat ini, namun, hal ini diwanti-wanti untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya, jangan sampai terjadi korupsi oleh pihak tertentu.
Disamping meminta tolong kepada IMF, negara juga dapat menjual aset untuk melunasi utang. Namun, sisa aset tersebut harus dihitung apakah cukup atau tidak untuk memenuhi seluruh pokok dan bunga utang.
Demikian ulasan mengenai negara bangkrut tersebut. Pada dasarnya, meskipun negara mengajukan bailout kepada IMF, hal ini tidak dapat membangkitkan negara dalam waktu yang singkat.
Dibutuhkan proses panjang untuk membawa negara kembali stabil setidaknya tidak berada pada ambang krisis ekonomi. Hal ini terjadi karena trust atau kepercayaan yang dimiliki negara lain pada negara bangkrut telah menurun. Selain itu, negara akan mengalami penyesuaian anggaran yang diperkirakan menahan pertumbuhan ekonomi.
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: