Kamis, 16 DESEMBER 2021 • 13:00 WIB

Penertiban Pengungsi Afganistan di Depan UNHCR Medan Berujung Ricuh, 2 Orang Dibawa ke RS

Author

Penertiban yang berakhir ricuh itu dilakukan karena para imigran pencari suaka dinilai mengganggu ketertiban. Mereka mendirikan tenda di trotoar dan bermalam selama 48 hari dilokasi tersebut ((ANTARA FOTO/Alex)

Penertiban imigran asal Afganistan yang berada di depan kantor Komisioner Tinggi untuk Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) Medan berakhir ricuh. Pihak imigran menolak dibubarkan hingga aksi saling dorong tak terhindarkan.

Plt Kepala Satpol PP Kota Medan, Rakhmat mengatakan penertiban dilakukan karena para imigran tersebut mendirikan tenda di fasilitas umum dan sudah berlangsung berbulan-bulan. Selain itu, aksi para imigran ini dilakukan saat pandemi COVID-19.

"Tadi ada penolakan, karena mereka memaksa untuk tetap tinggal (mendirikan posko) dan dipindahkan ke negara ketiga," katanya, seperti yang dikutip Indozone, Kamis (16/12/2021). 

Dari informasi yang dihimpun, puluhan imigran asal Afganistan itu sendiri telah berada di depan kantor UNHCR Medan selama lebih dari satu bulan. Keberadaan mereka merupakan bentuk protes karena tak kunjung dipindahkan ke negara lain yang menerima suaka.

Mulanya, penertiban berjalan lancar. Para Imigran mempersilakan tenda mereka dibongkar. Namun saat Satpol PP menyuruh mereka bubar, para Imigran tidak terima sehingga terjadi aksi saling dorong.

"Akibat saling dorong dua orang pengungsi pingsan. Tetapi langsung  kita larikan ke rumah sakit terdekat," sambungnya. 

Setelah keadaan dapat dikendalikan, petugas Satpol PP dan para imigran pun duduk berdialog. Meski dialog berjalan alot, akhirnya para pengungsi menerima dibubarkan. Mereka selanjutnya di antar ke rumah pengungsian yang berada di Kota Medan.

Sementara itu, koordinator aksi Imigran Afganistan, Muhammad Juma, menyayangkan pembubaran yang dilakukan Satpol PP. Sebab menurutnya sudah 48 hari mereka berada di sana, namun tidak juga ditanggapi UNHCR. 

“Tiga teman kami kena pukul, dua di antaranya masuk rumah sakit. Sampai sekarang tidak tahu apa dosa dan salah kami,” ucapnya. 

Ia juga menyebut dia dan imigran lainnya sudah 10 tahun tinggal di Indonesia. Sebagai pengungsi kegiatan mereka serba terbatas. Mereka ingin memiliki kebebasan sebagaimana warga pada umumnya.

"Tidak ada hak kami di sini untuk pendidikan atau kerja atau ketemu dengan orang tua kami atau jalan-jalan, kami di sini seperti di penjara, kami makan tidur saja, itu kerjaan kami setiap hari," bebernya. 

 

Artikel Menarik Lainnya:

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: