3 Fakta Baru Pencabulan dan Pengeroyokan Anak Panti Asuhan Malang, Kemensos Turun Tangan
Kasus dugaan pencabulan dan pengeroyokan terhadap HN (13 tahun), seorang gadis SD yang tinggal di sebuah panti asuhan di Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur, kini tengah ditangani oleh pihak Polresta Malang.
Dari 10 orang yang sebelumnya ditangkap, 7 di antaranya kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Salah satu dari tujuh orang itu adalah Y, seorang pemuda 18 tahun yang mencabuli dan memerkosa HN.
Sementara 6 lainnya adalah remaja perempuan yang masih di bawah umur, termasuk istri siri Y. Satu dari 6 remaja perempuan itu tidak ditahan karena masih di bawah 14 tahun.
Antara pelaku pemerkosaan dan pelaku pengeroyokan akan dijerat dengan pasal yang berbeda.
1. Pelaku Pemerkosaan Diancam 5-15 Tahun Penjara
6 tersangka pengeroyokan dijerat dengan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 170 ayat 2 KUHP dan atau Pasal 33 ayat 2 KUHP, dengan ancaman penjara tujuh tahun.
Sedangkan Y, si tersangka pemerkosaan, dijerat dengan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan diancam hukuman penjara 5-15 tahun.
Kapolresta Malang Kota, AKBP Budi Hermanto menjelaskan bahwa awalnya, Y membawa korban HN ke rumahnya dan di sana Y mencabuli HN.
Setelah itu istri pelaku mengetahui kejadian tersebut dan membawa beberapa temannya untuk mengintrogasi sampai dengan melakukan tindakan kekerasan terhadap korban," kata AKBP Budi kepada wartawan, Rabu (24/11/2021).
2. Pengeroyokan Dilatari Kekesalan
Kasat Reskrim Polresta Malang Kota Kompol Tinton Yudha Riambodo menyebut bahwa istri Y mengeroyok korban karena kesal.
"Kesal karena mengetahui suami sirinya tidur dengan perempuan lain. Kemudian dari sana mengajak teman-temannya yang memicu kejadian pengeroyokan," jelas Tinton.
Akibat pemerkosaan dan pengeroyokan yang dialaminya, korban HN hingga kini masih mengalami trauma berat.
3. Jadi Sorotan Kemensos dan Bareskrim
Kasus ini pun kini menjadi perhatian Kementerian Sosial. Plt Kabiro Hukum Kemensos, Evy Flamboyan Minanda mendatangi Bareskrim Mabes Polri untuk mendorong dan memastikan penanganan kasus tersebut lebih diperhatikan.
Dalam hal ini, Kementerian Sosial telah melayangkan surat resmi kepada Bareskrim Polri untuk merespons masalah ini.
Dalam surat yang ditandatangani Sekretaris Jenderal, Kemensos meminta Mabes Polri agar bertindak tegas terhadap pelaku dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak korban.
Evy menyatakan, kehadirannya untuk memastikan aspek keadilan hukum berjalan seiring dengan pemenuhan hak anak. Dalam penanganan kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) sebagaimana kasus terkait HN, perlu ditempuh dengan prosedur tersendiri.
"Kasus pidana yang melibatkan anak, tidak hanya fokus pada penanganan kasusnya, namun juga pemenuhan haknya, seperti dampaknya, traumanya, dan sosialnya baik pada pelaku maupun kepada korban," kata Evy.
Direktur Tipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol. Andi Rian Djajadi membenarkan bahwa pihaknya menerima surat dari Menteri Sosial dan memerintahkan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Bareskrim Polri untuk memberikan asistensi kepada Polresta Malang.
"Penyidik PPA Bareskrim bersama penyidik PPA Ditreskrimum Polda Jawa Timur melakukan asistensi kepada penyidik Polresta Malang," kata Andi saat dikonfirmasi di Jakarta.
Menurut Andi, kasus tersebut sudah ditangani oleh Polresta Malang. Bareskrim Polri tidak akan menarik kasus tersebut ke pusat, tetapi akan mengawal penyelesaian perkara dengan memberikan asistensi.
"Penanganan kasus tetap di sana (Polresta Malang)," Andi.
Kronologi Lengkap
Awalnya, Kamis, 18 November 2021, korban HN dihubungi oleh seorang pemuda berinisial Y (18 tahun) melalui pesan WhatsApp dan diajak keluar.
Saat menghubungi korban, Y mengaku sebagai D, teman korban, sehingga korban pun percaya dan mau diajak keluar dari panti.
Setelah bertemu, Y mengajak korban jalan-jalan. Setelah itu, Y mengajak korban ke rumahnya dan di sana, korban diikat dan diperkosa disertai ancaman dengan pisau.
"Pelaku pemerkosaan ini mengikat korban dengan selendang dan menyumpal mulutnya. Pelaku mengancam korban dengan pisau sehingga korban ketakutan," ujar kuasa hukum korban, Leo A Permana, didampingi rekannya, Do Merda Al Romdhoni.
Rupanya, saat korban diperkosa oleh Y, istri Y mengetahui hal tersebut. Istri Y pun menggedor pintu kamar dan mendapati korban dalam keadaan tak berbusana.
Alih-alih meluapkan kekesalan pada suaminya, istri Y justru melampiaskan amarahnya kepada korban yang telah diperkosa oleh suaminya dan menuduh korban sebagai perebut suaminya.
Di luar rumah pelaku pemerkosaan, sudah ada delapan orang teman pelaku yang semuanya merupakan remaja perempuan.
Bukannya ditolong dan diajak pulang ke panti asuhan, istri Y dan 8 remaja perempuan itu justru membawa korban ke lapangan di Perumahan Puri Palma.
Di sana, istri pelaku dan 8 orang temannya memukuli dan menendangi korban sampai babak belur.
Korban menangis dan meminta ampun, namun tetap dihajar oleh para pelaku. Video saat korban dikeroyok pun viral di media sosial.
Setelah mengeroyok, para pelaku kemudian mengajak korban berfoto bersama. Dalam foto yang beredar, tampak wajah korban berdarah dan babak belur.
Artikel Menarik Lainnya:
- Kasus Mafia Tanah Kerap Seret Oknum Notaris, Dinilai Kriminalisasi?
- Cegah Lonjakan Covid-19 Saat Nataru, Wagub DKI: Rumah Sakit Siaga, Nakes Tidak Libur
- Membandingkan Harga Tiket MotoGP Indonesia dengan Malaysia, Mana yang Lebih Murah?
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: