Sabtu, 04 SEPTEMBER 2021 • 21:36 WIB

Masjid Ahmadiyah Dihancurkan, Para Pelaku Seolah Dapat 'Lampu Hijau' dari Pemda Setempat

Author

Warga dari Aliansi Umat Islam merusak dan membakar masjid Ahmadiyah di Sintang. (Ist)

Perusakan masjid dan pembakaran sejumlah bangunan milik jemaah Ahmadiyah di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, pada Jumat (3/9/2021), seolah-olah sudah mendapat lampu hijau dari pemerintah daerah setempat.

Ya, tiga hari sebelum perusakan dan pembakaran tersebut, Pemerintah Kabupaten Sintang menghentikan aktivitas operasional bangunan tempat ibadah secara permanen milik Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di desa tersebut.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Sintang, Kurniawan, menyebut bahwa penghentian itu didasarkan atas surat bupati dan atas arahan dari Gubernur Kalimantan Barat.

Ia menyebut, keputusan itu dikeluarkan untuk menjaga keamanan, ketentraman, ketertiban, dan kondusifitas masyarakat di Desa Balai Harapan.

"Maka diperintahkan juga kepada penganut atau anggota JAI agar melaksanakan apa yang telah diperintahkan di atas dalam aktivitas dan bentuk apapun tanpa izin pemerintah," kata Kurniawan, melalui keterangan tertulis pada Selasa (31/8/2021).

Kurniawan bilang, Pemerintah Kabupaten Sintang menjamin kebebasan kepada JAI untuk beribadah sepanjang mengakui beragama Islam, dan sesuai ketentuan dan keputusan bersama Menteria Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 3/2008.

Kemudian Nomor Kep-033/A/JA/6/2008, dan Nomor 199/2008, tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, dan/atau anggota Pengurus JAI dan Warga Masyarakat.

Kini, setelah perusakan dan pembakaran tersebut terjadi, 300 personel gabungan TNI-Polri dikerahkan menjaga lokasi kejadian.

"300 personel sudah berada di TKP dalam menjaga agar kondusif," kata Kabid Humas Polda Kaimantan Barat Kombes (Pol) Donny Charles Go, dikutip dari Antara.

Donny menjelaskan, tidak ada korban jiwa dalam perusakan dan pembakaran tersebut.

"Untuk Masjidnya sendiri ada yang rusak karena dilempar massa. Sedangkan yang sempat terbakar adalah bangunan di belakang Masjid tersebut," ujar Donny.

Adapun buntut dari perusakan dan pembakaran tersebut, sebanyak 72 jiwa atau 20 keluarga jemaah Ahmadiyah terpaksa dievakuasi oleh aparat.

Diberitakan sebelumnya, Jumat (3/9/2021), puluhan hingga ratusan warga muslim di desa tersebut, merusak masjid tempat jemaah Ahmadiyah beribadah.

Tidak cuma masjid, warga juga membakar sejumlah rumah milik jamaah Ahmadiyah di desa tersebut.

Sayangnya, saat perusakan dan pembakaran berlangsung, aparat kepolisian dan TNI hanya dapat melihat tanpa mampu menghentikan tindakan warga yang intoleran tersebut.

Warga dari Aliansi Umat Islam merusak dan membakar masjid Ahmadiyah di Sintang. (Ist)

Video saat warga membakar rumah dan merusak masjid tersebut viral di media sosial.

Seorang warga jemaah Ahmadiyah sampai menangis melihat rumah ibadah mereka dirusak.

Ia berteriak-teriak kepada para aparat yang hanya melihat saja.

"Wajar kami marah. Rumah kami dibakar. Mana ini tanggung jawabnya, Pak? Coba rumah bapak dibakar orang-orang? Ini yang namanya Islam? Rumah Allah itu! Astaghfirullahaladzim. Mana jaminannya ya Allah. Mulut aja jaminannya. Ya ampun. Bapak saya bangun sampai sakit pinggang dihancurkan begitu saja," teriak pria tersebut.

Menurut Juru Bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), Yendra Budiana mengatakan, setidaknya ada 130 orang yang terlibat dalam pembakaran dan perusakan masjid tersebut.

"Mereka mengatasnamakan Aliansi Umat Islam. Massa mengambil botol-botol plastik berisi bensin yang sudah disiapkan di parit di kebun karet," ujar Yendra dalam keterangan tertulis.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menilai perusakan rumah ibadah jamaah Ahmadiyah merupakan pelanggaran hukum yang dapat mengancam kerukunan antarumat beragama di Indonesia.

"Tindakan sekelompok orang yang main hakim sendiri merusak rumah ibadah dan harta benda milik orang lain tidak bisa dibenarkan dan jelas merupakan peanggaran hukum," kata Gus Yaqut.

Hal senada juga disampaikan oleh Menko Polhukam Mahfud MD. Mahfud juga meminta polisi mengusut tuntas kasus intoleransi ini.

Adapun pembakaran dan perusakan ini merupakan kelanjutan dari penyegelan masjid yang dilakukan oleh kelompok Aliansi Umat Islam pada 14 Agustus lalu.

Setara Institute melalui akun Instagram mereka menyebut bahwa kasus ini merupakan bukti bahwa negara telah gagal dalam melaksanakan apa yang telah diamanatkan oleh konstitusi untuk menjamin kebebasan beragama setiap warga negaranya. 

Seperti diketahui, di Indonesia, negara menjamin kebebasan beragama setiap warga negaranya, sebagaimana tertuang dalam UUD dalam Pasal 28 E ayat (1) dan (2), Pasal 29 ayat (2), Undang-Undang 39/1999 tentang HAM, serta UU 12/2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipol. 

"Sayangnya, berbagai jaminan hukum tersebut justru masih rapuh dan tidak mampu menjadi pagar bagi Jemaat Ahmadiyah untuk menjalankan berbagai kegiatan keagamaannya. Inkongruensi regulasi adalah salah satu faktor penyebabnya. Dalam hal ini, SKB Pemda Sintang tentang Peringatan dan Perintah terhadai JAI dan Masyarakat di Kabupaten Sintang, yang diterbitkan pada 29 April 2021 yang menjadi sumbu lahirnya penyegelan dan penghentian kegiatan operasional masjid, hingga penghancuran bangunan masjid milik JAI Sintang," tulis Setara.

Peristiwa tersebut mengakibatkan anggota JAI, terutama perempuan dan anak-anak terancam keamanannya. Pada pelbagai video yang beredar menunjukkan keberadaan aparat yang telah berpakaian lengkap, baik TNI maupun TNI, tidak mampu mencegah atau bahkan meminimalisir konflik yang terjadi di lokasi.

"Tindakan perusakan dan pembakaran masjid padahal telah tersebar sebelumnya, baik melalui imbauan di masjid, mulut ke mulut, dan media sosial. Akan tetapi, kejadian perusakan dan pembakaran tersebut secara eksplisit mencerminkan kegagalan aparat dalam mencegah terjadinya konflik. Keberadaan TNI dalam perbantuannya pun tidak banyak membantu, lantaran konflik tersebut tetap terjadi dengan eskalasi yang semakin memburuk," tutup Setara.

Sebelumnya, pemerintah Kabupaten Sintang dinilai melakukan tindakan diskriminasi dengan menyegel masjid jemaah Ahmadiyah dengan dasar SKB 3 Menteri Nomor 3 Tahun 2008, Perda Nomor 13 Tahun 2017 tentang Ketentraman Umum, serta SKB Bupati Sintang, Kodim 1205/STG, Kejaksaan Negeri Sintang, Kapolres Sintang, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sintang.

Mereka meminta jemaah Ahmadiyah di lokasi tersebut untuk menghentikan aktivitas peribadatan di masjid yang mereka segel itu.

Tak cuma menyegel, Pelaksana Bupati Sintang Sudiyanto juga menyurati jemaah Ahmadiyah tersebut.

Pemerintah Kabupaten Sintang menyegel masjid jemaah Ahmadiyah. (Instagram @kabarsejuk)

Di dalam surat yang ditulis pada 13 Agustus 2021 dan ditandatanganinya itu, ada tiga poin yang ia sampaikan kepada jemaah Ahmadiyah.

Pertama, ia menyampaikan bahwa "Sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agam Islam, yaitu penyebaran faham yang mengajui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW. 

Kedua, ia meminta jemaah Ahmadiyah agar menghentikan aktivitas dan operasional bangunan (rumah ibadah) jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Desa Balai Harapan.

Masjid jemaah Ahmadiyah disegel pemerintah setempat. (Instagram @kabarsejuk)

Ketiga, ia meminta jemaah Ahmadiyah di desa tersebut untuk tidak melakukan kegiatan yang berpotensi menimbulkan keresahan dan atau dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.

Artikel Menarik Lainnya:

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: