Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akhirnya angkat bicara terkait dugaan kebocoran data pengguna aplikasi uji dan lacak Electronic Health Alert Card atau eHAC.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, Annas Maaruf dalam konferensi pers, Selasa (31/8/2021) mengatakan bahwa kebocoran data pengguna itu diduga terjadi pada aplikasi eHAC yang lama dan sudah tidak digunakan lagi sejak 2 Juli 2021.
"Terkait dengan hal itu kebocoran data terjadi di aplikasi ehac yang lama yang sudah tdk digunakan lagi sejak juli 2021, tepatnya 2 juli 2021," terang Annas.
Annas menuturkan bahwa sejak saat itu, aplikasi eHAC terintegrasi dengan aplikasi PeduliLindungi dan sistem yang digunakan juga berbeda dengan sistem pada aplikasi eHAC yang lama.
Oleh karena itu, Annas menegaskan bahwa data pengguna yang mengalami kebocoran bukan data pengguna eHAC yang terintegrasi di aplikasi PeduliLindungi. Pihaknya juga sedang melakukan investasi lebih lanjut terkait kebocoran data pengguna aplikasi eHAC yang lama.
"Kebocoran tidak terkait dengan eHAC yang ada di Peudli Lindungi. Saat ini tengah dilakukan investigasi lebih lanjut," kata dia.
Sebelumnya, peneliti siber dari vpnMentor menemukan adanya kebocoran data pada aplikasi eHAC. Aplikasi yang digunakan oleh warga negara dan warga asing yang hendak bepergian itu menyimpan lebih dari 1,4 juta data dari 1,3 juta pengguna eHAC.
Dari temuan vpnMentor, data yang bocor pada aplikasi eHAC meliputi nomor kartu tanda penduduk (KTP), nomor paspor warga asing, alamat, nomor telepon, tanggal lahir, pekerjaan, dan foto.
Selain itu, data termutakhir hasil tes Covid-19, nomor peserta rumah sakit, data dari sebanyak 266 rumah sakit dan klinik di seluruh Indonesia.
Bahkan, nama dokter yang melakukan tes terhadap pelancong, informasi jumlah tes yang dilakukan, dan data tentang jenis pelancong juga mengalami kebocoran.
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: