Heboh Ulah Abu Janda, Nasihat Cak Nun: Kita Harus Kembali Pelajari Apa yang Disebut Agama
Belakangan ini, Permadi Arya alias Abu Janda menjadi perbincangan di tengah masyarakat akibat berbagai ulahnya.
Teranyar, Abu Janda dikecam lantaran komentar 'Islam arogan' pada cuitan Twitter Tengku Zulkarnain.
Polemik tentang Abu Janda pun mendapat tanggapan dari Muhammad Ainun Nadjib atau Cak Nun.
Tanggapan Cak Nun ini diunggah ke kanal YouTube CakNun.com pada Senin (1/2/2021).
Cak Nun mempertanyakan maksud 'Islam arogan' oleh Abu Janda.
Cak Nun pun menganalogikan agama dan manusia bagai padi dan nasi. Nasi, kata Cak Nun, merupakan buatan manusia yang berasal dari padi. Padi, kata Cak Nun, bukan buatan manusia. Melainkan ciptaan Tuhan.
"Sekarang saya tanya, yang dimaksud dengan agama itu padi apa nasi? Kalau dia nasi berarti berarti sasaran tuduhan tadi kan ke manusia. Tapi kalau yang dimaksud kalimat tadi adalah padi, berarti sasarannya adalah Tuhan," kata Cak Nun.
Cak Nun kemudian menjelaskan tentang definisi arogan. Menurut Cak Nun, arogan hanya bisa ditujukan kepada sifat manusia. Tidak bisa untuk makhluk lain seperti hewan.
"Maka kalau 'Islam itu arogan' itu agak tidak masuk akal, karena yang arogan mungkin Muslim, bukan Islam. Nah yang dimaksud ini apa? Kalau Islamnya ya berarti bikinan Tuhan, sama seperti padi tadi, ya berarti Tuhan yang arogan," kata Cak Nun.
Jika sifat arogan yang Abu Janda maksud ditujukan kepada Islam, menurut Cak Nun, hal itu sama saja menyebut Tuhan arogan.
"Sekarang kalau misalnya Tuhan memang arogan, saya tanya sama anda, kenapa Tuhan tidak boleh arogan? Kenapa Tuhan tidak boleh sombong? Apa alasannya? Apakah Tuhan terikat sama anda atau sama saya? Apakah Tuhan terikat sama makhlukNya? Apakah Tuhan harus adil, harus baik, harus sayang, harus cinta dan seterusnya? Tuhan tidak punya ikatan apa-apa karena Dia yang bikin," kata Cak Nun.
"Jadi Tuhan membuat makhlukNya itu tidak terikat dengan kata adil, tidak terikat oleh kata cinta, tidak terikat oleh kata sombong, tidak terikat dengan apa-apa karena Tuhan tidak mungkin sombong, semau-mau dia karena dia yang menciptakan, dia yang merubah dari tidak ada menjadi ada," lanjut Cak Nun.
Jika maksud Abu Janda Islam yang arogan, kata Cak Nun, hal itu tidak logis. Sebab Islam bukanlah subyek.
"Tapi kalau yang dimaksud Islam, ya Islam tidak bisa arogan. Islam itu nilai, sistem berpikir dan seterusnya. Jadi dia bukan subyek. Dia adalah alat untuk dipakai atau tidak oleh manusia. Jadi yang bisa arogan manusianya. Nah, yang dimaksud arogan ini siapa? Habib? Kiai? Ustaz atau siapa? Itu harus diperjelas. Kalau Islamnya yang arogan ya lucu," kata Cak Nun.
Cak Nun juga mempertanyakan soal 'kearifan lokal' yang dimaksud Abu Janda.
"Jadi kearifan lokal itu juga tolong dipelajari kembali. Kita jangan mudah ngomong, menyebut kata-kata yang kuncinya kita tidak tahu. Jadi kita itu ngomong buah tanpa memahami daunnya, kembangnya, bunganya, rantingnya, dahannya, batangnya, akarnya, apalagi tanahnya," kata Cak Nun
Cak Nun pun memberi nasihat Abu Janda agar tidak melontarkan kata-kata yang belum dipahaminya.
"Jadi anda kalau merasa belum mempelajari, menyelami secara mendalam dan luas, tolong jangan pakai kata itu," kata Cak Nun.
"Saya tidak mempermasalahkan ini melanggar hukum atau tidak, itu nanti ada ranahnya sendiri. Saya tidak mempermasalahkan ini menghina atau tidak, monggo, tapi pokoknya saya mengurusi apa yang kamu maksud kearifan lokal itu," lanjut Cak Nun.
Cak Nun menduga Abu Janda keliru menafsirkan maksud dari 'kearifan lokal'. Sehingga buntut dari tulisannya menyakiti hati banyak orang.
"Kalau kita urusannya sudah menyakiti banyak orang, kita harus menanggung akibatnya. Apakah akibatnya itu sekadar risiko sosial atau hukum negara, monggo. Saya persilakan anda semua," kata Cak Nun.
"Jadi kira-kira kita harus kembali mempelajari apa yang disebut agama, kemudian Islam," sambungnya.
Lebih lanjut, Cak Nun mengajak semua pihak agar lebih berhati-hati lagi ketika berbicara.
"Sekali lagi saya kira kita secara nasional harus mulai berpikir untuk berhati-hati ngomong. Karena kita sering kali mengucapkan sepuluh kata, yang mungkin sembilan dari sepuluh kata itu tidak bisa kita pertanggungjawabkan secara estimologi, secara harfiah, secara maknawiyah, bahkan secara historis," kata Cak Nun.
"Jadi saya ini tidak mengecam siapa-siapa, tapi mbok kita sekarang harus hati-hati ngomong, lebih waspada, karena anda ini sudah dikepung COVID-19 itu saya kira pelajaran nomor satu adalah kewaspadaan," sambungnya.
Tonton video selengkapnya di bawah ini:
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: