Selasa, 18 AGUSTUS 2020 • 18:51 WIB

Rupiah Melemah 0,34% di Penutupan Perdagangan Hari Ini, Simak Beberapa Faktor Penyebabnya

Author

Seorang teller bank memegang uang rupiah.(ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot bertahan di zona merah hingga akhir perdagangan hari ini. Selasa (18/8/2020). Rupiah spot ditutup melemah ke level Rp14.845 per dolar AS. 

Rupiah tercatat melemah 0,34% dibanding penutupan Jumat (14/8/2020) di Rp14.795 per dolar AS. Padahal di awal perdagangan, rupiah cukup optimis dan dibuka menguat ke Rp14.750 per dolar AS.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam hasil risetnya mengungkapkan, ada faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi pelemahan mata uang Garuda tersebut. 

Faktor eksternal yang pertama, kata Ibrahim, yaitu pengumuman soal Produk Domestik Bruto (GDP) kuartal kedua Jepang yang mengalami kontraksi. Dalam pengumuman terbaru, ekonomi Jepang sudah menyusut 27,8% di kuartal I 2020 secara tahunan (YoY), sebagaimana dikutip dari Trading Economics

Secara kuartalan (QtQ), ekonomi Jepang tercatat -7,8% di kuartal II 2020. Melemahnya konsumsi dan ekspor swasta di tengah langkah-langkah pembatasan sosial guna mencegah Covid-19 menjadi penyebab.

Kedua, lanjut Ibrahim yaitu pasar yang merasa lega dengan penundaan peninjauan kesepakatan perdagangan AS-Tiongkok minggu ini, yang telah membuat perjanjian tetap berdiri dan memperkuat keyakinan bahwa hubungan perdagangan dapat bertahan bahkan di tengah konflik di berbagai bidang lainnya.

"Menurut beberapa sumber, alasan penundaan adalah karena ada masalah kesesuaian waktu. Selain itu, AS juga berniat untuk memberikan lebih banyak waktu bagi Tiongkok untuk dapat meningkatkan pembelian barang-barang AS," tutur Ibrahim, Selasa (18/8/2020). 

"Dalam kondisi saat ini, penundaan merupakan kabar baik dalam arti bahwa itu adalah sesuatu yang dapat kita tempatkan untuk saat ini,” ungkap ahli strategi valuta asing senior National Australia Bank Rodrigo Catril, seperti diceritakan oleh Ibrahim. 

Faktor eksternal ketiga yaitu, pasar akan fokus minggu ini pada rilis risalah rapat kebijakan terakhir Federal Reserve AS dan konvensi nominasi Partai Demokrat AS yang tensinya terus memanas.

Pasar menantikan risalah Fed, yang akan dirilis pada hari Rabu, untuk petunjuk apa pun tentang antisipasi perubahan dalam prospek kebijakan. Spekulasi tersebar luas bahwa bank sentral AS akan mengadopsi target inflasi rata-rata, yang akan berusaha mendorong inflasi di atas 2% untuk beberapa waktu untuk menutupi tahun-tahun yang telah berjalan di bawahnya.

Sementara itu dari faktor internal, sentimen berasal dari Bank Indonesia (BI) yang melaporkan, surplus NPI pada periode April-Juli 2020 adalah US$9,2 miliar. Hal ini jauh membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yang defisit US$8,5 miliar. Sementara defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) juga semakin tipis.

Namun secara bersamaan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Impor Indonesia pada Juli 2020 tumbuh negatif atau terkontraksi. Dengan kontraksi impor yang jauh lebih dalam ketimbang ekspor, neraca perdagangan membukukan surplus.

Untuk Informasi saja nilai Impor Indonesia bulan Juli tercatat US$10,47 miliar. Terjadi kontraksi 32,55-% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). 

Sedangkan para analis memprediksi impor terkontraksi -22,965% YoY.  Nilai ekspor Indonesia dilaporkan US$13,73 miliar, turun -9,9% YoY. Ini membuat neraca perdagangan surplus US$3,26 miliar. 

Sedangkan para analis memprediksi ekspor kembali terkontraksi cukup dalam di -18,205%.

"Meski Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) tidak minus, namun kejatuhan ekspor-impor yang begitu dalam tentu membuat alarm tanda bahaya kembali menyala. Ada kemungkinan pemulihan ekonomi pada kuartal III-2020 akan kembali terkontraksi sehingga harapan terhindar dari Resesi akan kembali sirna dan ini merupakan tanggung jawab kita semua terutama  Pemerintah dan Bank Indonesia untuk kembali menggairahkan pasar, terutama sektor konsumsi rumah tangga dan investasi paska masa transisi PSBB yang akan berakhir di 27 Agustus harus terus di genjot sehingga apa yang ditakutkan pasar yaitu resesi, bisa di hindarkan," jelas Ibrahim. 

"Meski demikian, pertanyaannya adalah pemulihan ekonomi di Kuartal Ketiga masih menyisakan waktu satu bulan yaitu bulan September, apakah dengan waktu satu bulan kerja keras pemerintah dan Bank Indonesia kembali untuk menggairahkan pasar terutama di sektor konsumsi rumah tangga dan Investasi bisa mengangkat PDB kuartal ketiga  atau malah sebaliknya terjadi kontraksi ??, jawabannya ada di hati kita masing-masing," sambungnya lagi. 

Dalam perdagangan pagi hari, Rupiah sempat menguat 20 point, namun rupiah akhirnya ditutup melemah 50 point di level 14. 845 pada jam 15.32 WIB dari penutupan sebelumnya di level 14.795. 

"Dalam perdagangan besok, Rupiah kemungkinan masih akan melemah, masih di dominasi oleh data Eksternal dan Internal di level 14.820-14.920.per dolar AS," pungkasnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: