Pakar Hukum Agraria Ryan Rudyarta
INDOZONE.ID - Kasus sertifikat ganda yang terjadi pada PT. Hasana Damai Putra atau Damai Putra Group (DPG) menyita perhatian. DPG memiliki objek yang sertifikat jual belinya dinyatakan sah secara hukum oleh Pengadilan Negeri Bekasi.
Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor 530/Pdt.G/2014/PN.Bks jo Nomor 50/PDT/2017/PT.BDG jo Nomor 1785 K/PDT/2018 jo Nomor 419 PK/PDT/2019. Namun digugat oleh Rawi yang mengaku sebagai pemilik objek yang sama dengan putusan Nomor 493/Pdt.G/2019/PN/Bks yang disahkan oleh PN Bekasi juga.
“Menurut saya perlu melihat putusan yang sudah inkrah terlebih dahulu. Pada tahun 2014 PN Bekasi sudah mengeluarkan putusan yang sudah inkrah. Menariknya pada 2019 ada putusan berbeda dengan putusan sebelumnya pada objek yang sama dan lembaga yang mengesahkannya pun sama," ujar Pakar Hukum Agraria Ryan Rudyarta saat ditemui Kamis (12/12/2024).
Baca Juga: Viral Wanita Disiram Air Keras di Bekasi: Badan hingga Wajah Alami Luka Bakar!
Dia membeberkan, berdasarkan Pedoman Eksekusi Pada Pengadilan Negeri (diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Peradilan Umum Mahkamah Agung RI Tahun 2019), eksekusi tidak dapat dilaksanakan (non-eksekutabel), apabila terdapat 2 putusan yang bertentangan atas obyek yang sama. Meskipun sedang menunggu hasil putusan PK di MA, namun Pengadilan Negeri (PN) Bekasi telah 2 kali mengirimkan surat eksekusi untuk objek properti yang statusnya belum inkrah kepada PT. Hasana Damai Putra.
“Jika melakukan tindakan tapi tidak mengacu pada hasil keputusan yang inkrah maka dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Dampaknya akan menimbulkan kerugian materil dan imateril terhadap para pihak. Jadi pendapat saya, sebaiknya para pihak saling menghargai upaya hukum yang sedang dilakukan dan menunggu hasil PK yang saat ini masih berlangsung di MA,” ungkap pria yang juga seorang pengacara.
Ryan Rudyarta menyatakan bahwa para pihak yang sedang mengalami kasus sengketa perlu menunggu putusan yang sudah inkrah sebelum melakukan eksekusi agar mendapatkan kepastian hukum.
“Upaya hukum itu terbagi 2, yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa contohnya banding dan kasasi. Upaya hukum luar biasa contohnya adalah peninjauan kembali atau PK yang diajukan ke Mahkamah Agung. Para pihak yang terlibat perlu menunggu sebuah keputusan mencapai inkrah, karena kalau bertindak dengan putusan yang belum inkrah maka tidak ada kepastian hukumnya,” tutur Ryan.
Baca Juga: Bocah Perempuan 7 Tahun Diduga Jadi Korban Pelecehan Lingkungan di Sekolah di Bekasi
Inkrah dalam hukum artinya putusan berkekuatan hukum tetap. Status inkrah terhadap putusan bisa didapatkan apabila suatu putusan sudah tidak dapat diajukan upaya hukum lagi.
Saat putusan sudah inkrah, putusan tersebut bisa dieksekusi oleh jaksa. Jadi inkrah adalah keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap pada perkara pidana.
“Status inkrah itu saat tidak ada lagi upaya hukum yang diajukan oleh para pihak. Jika masih ada upaya hukum artinya belum inkrah. Kasus yang putusannya belum inkrah maka belum bisa dilakukan eksekusi karena masih belum jelas kepastian hukumnya,” papar Ryan yang juga anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) ini.
Ryan Rudyarta juga menambahkan, corporate telah melakukan itu adalah prinsip Good Corporate Governance yang harus diterapkan dalam suatu perusahaan. Hal tersebut demi menjaga kepentingan para stakeholders.
“Perkara saat ini sedang ditangani oleh para profesional jadi para pihak diharapkan tunggu saja keputusan dari MA. Saya pun berharap kedepannya tidak ada lagi kekeliruan dan mal-adminitrasi dalam pendaftaran tanah,” tutupnya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Wawancara