Rumah mewah di tengah Tol Solo-Jogja. (Z Creators/Edelweis Ratushima)
Pemerintah saat ini tengah mengebut pembangunan proyek Tol Solo-Klaten-Yogyakarta sepanjang 96,57 kilometer. Jalan tol yang menghubungkan Solo sampai Yogyakarta International Airport (YIA) Kulonprogo (Jalan tol Joglo) merupakan bagian dari Tol Trans Jawa. Pembangunannya sudah dimulai sejak tahun 2020 yang lalu.
Dalam proses pembangunan, pasti muncul berbagai polemik yang bisa menghambat prosesnya. Salah satunya, penolakan penerimaan uang ganti rugi warga terdampak proyek pembangunan.
Salah satu warga Klaten bernama Setya Subagya (65) menolak menerima uang ganti rugi (UGR). Setya merasa keberatan dengan UGR yang sudah ditentukan sebesar Rp2,5 juta per meter. Dia meminta UGR sebesar Rp3 juta per meter sama dengan harga tanah di seberang jalan.
"Uang ganti ruginya tidak sesuai atau tidak proporsional. Sebagai pembandingnya, sesama jalan provinsi yang berada di seberang rumahnya, dihargai pihak appraisal senilai Rp3 juta. Padahal kondisi jalannya agak curam atau tidak rata dari jalan raya. Sedang di blok kami, hanya Rp2,5 juta per meter. Itu namanya tidak adil. Bukannya saya menolak, hanya saja belum setuju. Itu kata kuncinya," jelas Setya saat ditemui di rumahnya yang lain.
Selain mempunyai rumah yang berdiri di atas lahan 500 meter, Satya juga mempunyai tanah kapling seluas 200 meter di belakang rumahnya. Tanah kapling tersebut sudah dilepaskan dengan UGR Rp2,2 juta per meter waktu itu. Ia terpaksa melepas karena para petani turut ikut melepasnya.
Kini ia merasa harus mempertahankan lahan sebesar 500 meter miliknya. Hal ini sebagai bentuk protes kepada pemerintah yang tidak adil. Ia juga mengaku tidak akan menempuh jalur hukum karena hasilnya tidak efisien.
"Tidak, saya tidak akan mengajukan upaya hukum, karena hasilnya pasti akan ditolak. Saya anggap upaya hukum tidak efisien," kata Setya.
Ia akan tetap menerima keputusan yang ada apabila berbagai upaya yang dilakukan tidak membuahkan hasil. Ia tidak ingin menghambat proyek pembangunanan tol.
"Jangan dinilai selisih harga yang hanya Rp250 juta, sementara saya menerima Rp3,5 miliar, jangan dinilai seperti itu. Saya menerima uang sebanyak itu dari kompensasi bangunan rumah juga. Saya tidak ada keinginan untuk menghambat proyek strategis negara ini," pungkas Setya.
Berdasarkan pantauan, rumah Setya masih berdiri sendirian, dikepung dengan aktivitas pembangunan proyek jalan tol. Rumah tersebut sudah tidak ditempati pemiliknya sejak beberapa bulan yang lalu. Setya dan keluarganya kini tinggal di rumah yang berada di Desa Semangkak, Klaten Selatan. Inilah secuil kisah yang dialami warga dalam proses pembangunan jalan tol.
Baca juga: Rumah Mewah Berdiri di Tengah Proyek Tol Solo-Yogya, Pemiliknya Ogah Digusur Karena Ini!
Sementara itu, menurut Kasi Pengadaan Lahan Badan Pertanahan Negara (BPN) Klaten, Sulistyono, UGR sampai sekarang belum bisa diserahkan jika pihak yang bersangkutan belum menyetujuinya.
"Menurut UU Agraria, bila yang bersangkutan tidak menyetujui UGR, bisa mengajukan upaya hukum. Namun sampai sekarang yang bersangkutan belum melakukan upaya hukum," jelas Sulistyono saat ditemui di kantornya.
Sulistyono menjelaskan, berbagai upaya mediasi sudah dilakukan, tapi sampai saat ini belum membuahkan hasil. Ia juga tidak mempunyai wewenang untuk menentukan nominal uang ganti rugi.
"Kami di sini hanya pelaksana saja, tidak punya kewenangan menentukan harga. Yang menentukan harga tanah itu pihak appraisal," lanjutnya Sulistyono.
Sulistyono menambahkan jalan tol yang melewati Klaten ini memakan 3.961 bidang tanah, yang tersebar di 50 desa dan 11 kecamatan.
Sebelumnnya, ada 13 warga Desa Pepe sempat menempuh jalur hukum di Pengadilan Negeri (PN) Klaten. Langkah tersebut diambil karena merasa keberatan dengan nominal UGR ditolak Mahkamah Agung (MA) dan mediasi gagal. Sekarang UGR milik 13 warga tersebut oleh BPN dititipkan di PN Klaten.
Artikel menarik lainnya:
Bikin cerita serumu dan dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: