Mengambil pelajaran dari jeratan anak gajah sumatra yang tewas. (Photo/ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)
Tepat pada 16 November 2021, kabar pilu menjadi kisah hangat yang wajib diketahui semua orang tentang bagaimana perjuangan seekor anak gajah sumatra yang mati setelah belalainya terkena jerat.
Gajah betina yang masih berusia satu tahun itu ditemukan oleh Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, bersama BKPH Teunom-KPH I, CRU Aceh, FKH-USK, serta masyarakat di kawasan hutan Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya, Aceh, pada 14 November.
Kondisi gajah menggemaskan itu cukup mengkhawatirkan saat tubuhnya mulai lemah. Bahkan, gajah mungil itu terpisah dari induknya. Tim yang telah memindahkan gajah ke Pusat Konservasi Gajah di Saree, Kab. Aceh Besar berusaha untuk memberikannya perawatan. Sayangnya, ia meninggal.
Gajah itu pertama kali ditemukan oleh seorang warga Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom saat berangkat ke kebun. Setelah melihat kondisi anak gajah yang cukup nahas, warga tersebut melapor ke BKSDA Aceh.
Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto pun membawa tim medis dan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala untuk menjemput gajah mungil itu. Setelah beberapa usaha dan perawatan, gajah itu juga tidak dapat diselamatkan.
#KAMUHARUSTAU bahwa gajah merupakan salah satu satwa liar yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang Dilindungi.
Gajah sumatra juga mendapatkan predikat terancam punah dengan kode 'endagered' (kritis) sejak tahun 2002. Predikat itu didapatkan setelah terjadinya pembalakan liar dan pembukaan lahan hutan di wilayah Sumatra. Kejadian itu didukung dengan data yang dihimpun oleh bahwa isu lingkungan mempengaruhi habitat alami kehidupan alam.
Kepunahan gajah sumatra berkorelasi dengan merosotnya kepeminatan investasi apabila satwa, termasuk gajah sumatra yang dianggap sebagai hama tanaman investasi seperti kelapa sawit. Tingginya peminat investor kepala sawit menggeser gajah sebagai hewan perburuan yang dianggap satwa dan mendorong status kegawatdaruratan populasi mamalia besar tersebut.
Pemerintah Republik Indonesia mulai mendisiplinkan pembalakan hutan dan perburuan hewan dilindungi termasuk gajah sumatra dengan berbekal Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Hal itu terjadi karena pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, pemburu gading dari luar negeri mulai meningkat secara ilegal di wilayah Sumatra bagian tengah. Undang-undang tersebut diperkuat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 7 Thaun 1999 Tentang Pengawasan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: