Ilustrasi lone wolf (photo/freepik/thawornnurak)
Aksi terorisme yang terjadi di sejumlah tempat, diketahui dilakukan secara lone wolf atau melibatkan pelaku tunggal.
Serangan pelaku tunggal kini marak ditemukan dan kemungkinan menjadi strategi andalan organisasi terorisme demi keamanan jaringan mereka.
Salah satu aksi lone wolf yang baru saja terjadi yakni insiden penembakan di Mabes Polri. Lantas, apakah arti lone wolf yang sebenarnya?
Lone wolf terrorism atau teroris serigala penyendiri, mengacu pada aksi terorisme yang dilakukan individu atas inisiatif sendiri, tanpa bantuan dari kelompok mana pun.
Mayoritas pelaku tunggal terorisme ini, merupakan simpatisan kelompok radikal atau telah dipengaruhi ideologi dan kepercayaan kelompok tersebut.
Para pelaku terorisme lone wolf, umumnya memiliki kepribadian yang lebih suka menyendiri daripada berkelompok, serta kurang berbaur dan sosialisasi dengan sekitar.
Meski melakukan aksi terorisme sendirian, tidak menutup kemungkinan pelaku terorisme telah berkomunikasi atau berinteraksi dengan organisasi terorisme.
Menurut pengamat terorisme dan direktur Institute for Policy Analysis of Conflict, Sidney Jones, strategi lone wolf diambil karena jaringan teror menilai jika bergerak sebagai satu organisasi besar, sangat berisiko dan terlalu berbahaya bagi mereka.
Sebab, aksi teror yang dilakukan oleh kelompok atau jaringan terorisme lebih mudah dideteksi dan dilacak aparat keamanan dibandingkan aksi lone wolf terrorism.
Pemicu pelaku melakukan aksi teror ternyata bukan hanya didominasi oleh pengaruh ideologi, melainkan juga dilatari persoalan pribadi, masalah keluarga, kondisi mental, ketidakpuasan terhadap pemerintah, atau dendam kepada instansi tertentu.
Hal ini terbukti dalam aksi terorisme beberapa tahun terakhir yang menyasar aparat hukum, karena telah menangkap dan menembak banyak anggota kelompok mereka.
Aksi lone wolf ternyata sudah banyak terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Meski beraksi sendirian, pelaku telah terpengaruh dampak pemikiran radikal akibat berinteraksi dengan sejumlah pihak. Berikut ini beberapa aksi terorisme lone wolf di Indonesia:
Tahun 2019, teror bom bunuh diri kembali terjadi. Kali ini pelaku RMN (24 tahun) melakukan aksi lone wolf di Polrestabes Medan.
Pelaku diketahui menyamar sebagai ojek online, menyusup masuk dengan memanfaatkan kerumunan masyarakat yang sedang antre membuat SKCK.
Pelaku yang masih berstatus sebagai siswa, diselidiki tidak terlibat dalam jaringan teroris dan melakukan aksinya secara autodidak.
Pelaku N (30 tahun) melakukan serangan teror tunggal di Markas Polresta Solo pada tahun 2016 sehari sebelum Hari Raya Idul Fitri.
Pelaku yang membawa bom hasil rakitan sendiri, menerobos masuk ke kawasan Mapolresta Solo yang sedang melakukan apel lalu meledakkan diri.
Meski melakukan aksi sendirian, pelaku diketahui terkait dengan kelompok Bahrun Naim, dalang serangan teror di Sarinah.
Peristiwa pengeboman yang terjadi tahun 2016 silam di Gereja Katolik Santo Yosep Medan, Sumatera Utara juga termasuk aksi lone wolf.
Pelaku IAH (18 tahun) melakukan percobaan bunuh diri dengan merakit dan meledakkan bom sendirian.
Setelah ditelusuri, pelaku tidak bergabung dalam jaringan apapun, namun punya kontak langsung ke Bahrun Naim, tokoh ISIS Asia Tenggara.
Aksi penyerangan dengan senjata tajam yang dilakukan secara lone wolf, terjadi di pos polisi Cikokol, Tangerang.
Pelaku SA (22 tahun) menempelkan stiker mirip bendera ISIS di pos polisi. Polisi yang bertugas pun menanyakan kartu identitas.
Namun, pelaku malah mengeluarkan pisau dan menyerang beberapa polisi secara brutal hingga tertusuk.
Baru-baru ini telah terjadi insiden penembakan yang dilakukan pelaku ZA (25 tahun) di Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri), Jakarta.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menyatakan bahwa berdasarkan hasil penyelidikan, pelaku dikategorikan lone wolf.
Pelaku diketahui mendapat pengaruh ideologi radikal ISIS, terbukti dari postingannya di media sosial.
Saat melancarkan aksinya, pelaku membawa senjata api, kemudian melakukan penembakan sebanyak enam kali.
Aksi terorisme dengan strategi lone wolf menjadi ancaman baru dan seharusnya menjadi perhatian khusus, terutama bagi aparat hukum yang kerap menjadi sasaran.
Lone wolf bukan hanya soal pelaku tunggal, namun juga harus diselidiki motifnya apakah aksinya atas inisiatif sendiri atau sebagai anggota dari kelompok yang merencanakan serangan tersebut.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: