Salah satu korban tewas dalam aksi demonstrasi di Myanmar (REUTERS/Stringer)
Jumlah demonstran yang tewas dalam aksi unjuk rasa di Myanmar terus meningkat. Sudah lebih dari 180 demonstran yang menentang aksi kudeta, tewas dibunuh militer Myanmar, sejak 1 Februari 2021.
Militer membabi buta menembak 20 orang demonstran hingga tewas pada hari Senin (15/3/2021). PBB juga mengungkap adanya mayat yang menunjukkan tanda-tanda penganiayaan fisik parah.
"Ada lebih banyak laporan tentang pembunuhan lebih lanjut yang belum dapat kami buktikan," kata juru bicara PBB Ravina Shamdasani dalam sebuah pernyataan.
"Kami sangat terganggu karena tindakan keras terus meningkat, dan kami kembali menyerukan kepada militer untuk berhenti membunuh dan menahan pengunjuk rasa," imbuhnya.
Hari Senin (15/3/2021), junta militer mengumumkan darurat militer di Yangon dan sekitarnya, serta di Mandalay, karena demonstrasi tidak juga mereda.
Pengunjuk rasa masih terus turun ke jalan menentang aksi kudeta yang dilakukan oleh militer di bawah komando Jenderal Min Aung Hlaing. Demonstran menuntut agar Aung San Suu Kyi dan tokoh politik lain dibebaskan.
Myanmar juga memadamkan jalur komunikasi sehingga informasi mengenai apa yang terjadi di negara tersebut semakin kabur.
Tidak hanya demonstran, ternyata ada juga warga sipil yang tidak ikut aksi demonstrasi, turut menjadi korban tewas karena ditembak polisi saat berada di rumahnya.
Ribuan demonstran yang ditangkap oleh polisi akan diadili secara militer, bukan sipil. Jika terbukti bersalah, mereka akan dijatuhi hukuman kerja paksa 3 tahun atau eksekusi.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: