Kiri: Gedung Sekolah Taruna Papua; Kanan: DF, pembina asrama cabul. (Facebook)
Fakta-fakta terkait kasus pencabulan yang dilakukan oleh seorang pembina asrama di Sekolah Taruna Papua di Kelurahan Wonosari Jaya, SP4 Kota Timika, Kabupaten Mimika, Papua, mulai terkuak.
DF (30 tahun), pembina asrama yang jadi tersangka pencabulan, diketahui merupakan seorang pedofil yang menjelma predator seks anak-anak di sekolah tersebut.
Tak tanggung-tanggung, sejak bertugas di sekolah tersebut pada Januari 2020, ia setidaknya sudah mencabuli 25 siswa. Rata-rata korban berusia 6 sampai 13 tahun.
Kasat Reskrim Polres Mimika, AKP Hermanto mengatakan, pencabulan itu dilakukan DF sejak November 2020 hingga 9 Maret 2021.
Dari 25 korban, 24 orang di antaranya laki-laki, dan seorang lainnya perempuan.
"Korban yang baru melapor sebanyak 25 orang. Sebanyak 10 orang mengalami pencabulan dan 15 orang mengalami kekerasan," terang Hermanto, seperti disiarkan Antara, Minggu (14/3/2021).
Dalam melakukan perbuatan bejatnya, DF mengajak satu per satu siswa ke kamar mandi pembina untuk dipaksa melakukan seks oral di malam hari saat bertugas.
DF juga menggunakan sepotong kayu untuk mengancam siswa. Beberapa siswa yang menolak ajakan DF dipukul dengan seutas tali kabel listrik.
Pihak kepolisian juga meminta siswa lainnya yang mungkin mengalami kejadian serupa untuk segera melapor.
Sementara itu, para korban kejahatan DF kini mendapat pendampingan dari petugas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Mimika untuk mengatasi trauma kejiwaan mereka.
Kasus ini terungkap setelah beberapa hari lalu kepala sekolah mendapatkan seorang siswa sedang menangis di kamarnya.
Setelah ditanya, korban menceritakan pengalaman traumatis yang dialaminya.
"Sesuai dengan keterangan pelaku saat pemeriksaan, awalnya pelaku sering memandikan siswa dalam keadaan tanpa busana sehingga timbul niat untuk melakukan perbuatan percabulan," jelas Hermanto.
Polisi telah memeriksa 13 orang saksi, yakni para korban, ketua yayasan, kepala asrama, dan sejumlah guru.
DF sendiri diketahui bukan orang asli Papua (OAP). Fakta ini membuat pihak yayasan didesak untuk mengevaluasi kriteria perekrutan calon pembina asrama, dengan memprioritaskan OAP.
Pada sebuah fotonya yang beredar di media sosial, DF terlihat duduk di sebuah bangku panjang sendirian.
Ia mengenakan kaos lengan tiga perempat warna abu-abu lengan merah, dan menyampirkan tas di bahunya. Maskernya ia turunkan sampai dagu.
Ia mengenakan celana kargo warna krim dan sepatu kets warna hitam putih. Ia terlihat sedikit terpejam dalam foto itu.
DF kini terancam pidana penjara maksimal 20 tahun atas dugaan melakukan kekerasan dan pelecehan seksual terhadap para siswa sekolah tersebut.
DF dijerat dengan Pasal 82 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman antara 5 tahun hingga 15 tahun, ditambah dua per tiga dari hukuman tersebut sehingga bisa mencapai 20 tahun.
Sebelumnya, puluhan hingga ratusan orang tua murid menggeruduk Sekolah Asrama Taruna Papua di SP4 Timika, pada hari Sabtu (13/3/2021), setelah mendengar adanya kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang dialami siswa di sekolah itu.
Para orang tua murid mendesak Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme Kamoro (YPMAK), agar mengevaluasi kembali Yayasan Lokon yang kini dipercayakan mengelola Sekolah Asrama Taruna Papua.
"Ini sudah terjadi lama, ada apa? Ataukah memang sengaja ditutupi supaya kami orang tua jangan tahu. Pengelola sekolah harus bisa jelaskan dengan baik kepada kami orang tua," kata Oktovianus Kum, salah satu orang tua murid.
Dalam waktu dekat akan ada pertemuan pengelola sekolah dari Yayasan Lokon dengan pihak YPMAK dan orang tua murid.
"Kami minta YPMAK segera mengevaluasi kinerja Yayasan Lokon karena kasus ini memalukan, mencoreng wajah pendidikan di Mimika tetapi juga memengaruhi kejiwaan anak-anak kami," kata Oktovianus.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: