INDOZONE.ID - Selama dua periode kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membuat banyak terobosan di berbagai sektor. Beberapa di antaranya adalah pembangunan infrastruktur besar-besaran, upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan percepatan transformasi digital. Hal ini menjadi bagian penting dari visi Jokowi untuk mewujudkan Indonesia yang lebih maju dan berdaya saing global.
Selain sektor-sektor tersebut, pemerintahan Jokowi juga menaruh perhatian besar pada penegakan supremasi hukum di Indonesia. Pemerintahnya berkomitmen untuk menegakkan hukum secara adil, termasuk menangani kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang selama ini menjadi sorotan. Berbagai langkah telah diambil untuk menyelesaikan kasus HAM, baik melalui jalur hukum maupun kebijakan.
Tidak hanya di dalam negeri, perlindungan warga negara Indonesia (WNI) yang menghadapi masalah hukum di negara lain juga menjadi salah satu prioritas utama Jokowi. Pemerintah bekerja keras untuk memastikan hak-hak WNI tetap terjaga dan mereka mendapatkan perlindungan hukum yang layak di negara-negara tempat mereka berada. Langkah ini diambil sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam melindungi warga negaranya, khususnya bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) yang kerap menghadapi persoalan di luar negeri.
Kebijakan-kebijakan tersebut mulai dijalankan sejak masa pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (2014-2019) dan berlanjut pada periode Jokowi-Ma’ruf Amin (2019-2024). Selama ini, pemerintah telah menunjukkan keberhasilan di berbagai bidang yang tidak hanya mendukung kemajuan pembangunan, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia di panggung internasional dalam menjaga hak dan perlindungan hukum bagi seluruh rakyatnya.
Baca Juga: Semakin Banyak Rakyat Puas, Dirjen IKP: Jokowi Berani Membangun Indonesia dari Pinggiran
Reformasi Hukum di Periode Pertama
Berdasarkan penelitian Zihan Syahayani, Peneliti Bidang Hukum di The Indonesian Institute, reformasi hukum adalah salah satu elemen dari konsep Nawacita yang telah diusung oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
Revitalisasi dan reformasi hukum di bawah Jokowi-JK bertujuan untuk memperkuat peran negara dalam melindungi seluruh rakyat dan menciptakan rasa aman bagi setiap warga negara. Ini termasuk penolakan terhadap negara yang lemah dengan menerapkan sistem dan penegakan hukum yang bebas dari korupsi, bermartabat, dan dapat dipercaya.
Dalam laporan pencapaian dua tahun pemerintahan Jokowi-JK, agenda reformasi hukum difokuskan pada pemulihan kepercayaan publik terhadap keadilan dan kepastian hukum. Hal Ini dilakukan melalui beberapa langkah kebijakan.
Mulai dari penataan regulasi yang berkualitas; perbaikan lembaga penegakan hukum yang profesional; dan penguatan budaya hukum. Kebijakan ini diwujudkan dalam berbagai program nyata, termasuk pelayanan publik, penyelesaian kasus, penataan regulasi, manajemen perkara, penguatan sumber daya manusia, penguatan kelembagaan, dan pembangunan budaya hukum.
Baca Juga: Presiden Jokowi Pimpin Upacara Peringatan HUT TNI Ke-79 di Monas
Dalam laporan tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK, fokus reformasi hukum beralih kepada pembentukan birokrasi yang bersih dan melayani, serta penegakan keadilan dan perlindungan hukum bagi masyarakat. Untuk menciptakan birokrasi yang bersih, pemerintah membentuk Tim Saber Pungli pada 20 Oktober 2016. Sejak itu, Saber Pungli telah melakukan 1002 operasi tangkap tangan (OTT) dengan menangkap sekitar 1800 tersangka.
Beberapa capaian reformasi hukum dalam tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK mencakup: (1) penurunan jumlah anak yang berhadapan dengan hukum di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak dari 3183 menjadi 2462; (2) bantuan hukum dalam menangani 8005 kasus litigasi dan 118 kegiatan non-litigasi; dan (3) penurunan pelanggaran kode etik hakim dari 87 pada tahun 2016 menjadi 32 pada tahun 2017.
Pemberantasan Korupsi
Pemberantasan korupsi menjadi salah satu aspek penting dalam reformasi hukum di era Jokowi-JK. Pada tahun 2015, Presiden Jokowi menandatangani Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Di tahun ketiga pemerintahan, Inpres No. 10 Tahun 2016 diluncurkan untuk melanjutkan aksi tersebut. Kebijakan ini berhasil meningkatkan peringkat Indeks Persepsi Korupsi (CPI) global dari peringkat 107 pada tahun 2014 menjadi 88 pada tahun 2016.
Dengan berbagai masalah hukum, terutama korupsi, yang masih memerlukan upaya pencegahan Pemerintah menyadari bahwa berbagai masalah hukum, terutama korupsi, masih memerlukan perhatian serius, baik dari segi pencegahan maupun penegakan hukum yang berkualitas. Masalah hukum yang dihadapi tidak hanya berkisar pada tindak pidana, tetapi juga mencakup aspek-aspek struktural seperti kinerja aparat penegak hukum yang perlu ditingkatkan. Selain itu, tumpang tindih regulasi yang sering kali membingungkan menambah kompleksitas dalam penegakan hukum yang efektif di Indonesia.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah berupaya fokus pada tiga aspek utama, yaitu struktur, substansi hukum, dan budaya hukum di masyarakat. Dengan memperbaiki kinerja aparat penegak hukum, menyelaraskan regulasi yang tumpang tindih, serta meningkatkan kesadaran hukum di masyarakat, diharapkan sistem hukum Indonesia dapat berjalan lebih transparan dan adil. Hal ini menjadi penting dalam menciptakan iklim hukum yang kondusif bagi pemberantasan korupsi dan berbagai tindak kejahatan lainnya.
Salah satu langkah konkret yang bisa diambil untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan mengeluarkan paket kebijakan hukum yang telah direncanakan sejak tahun 2016. Kebijakan ini bertujuan untuk mereformasi sektor penegakan hukum di Indonesia, termasuk dalam pemberantasan makelar kasus yang selama ini menjadi momok dalam sistem peradilan. Melalui reformasi ini, diharapkan penegakan hukum dapat berjalan lebih efektif, transparan, dan bebas dari intervensi.
Pembekalan untuk Polri
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menegakkan supremasi hukum adalah membekali Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dengan metode ilmiah untuk menangani kasus pidana maupun perdata. Metode ini dikenal sebagai Scientific Crime Investigation, yang bertujuan untuk meningkatkan akurasi dalam pengungkapan kasus.
Poengky Indarti, komisioner Kompolnas, menjelaskan bahwa metode ini membuat aparat kepolisian mampu mengungkap berbagai kasus dengan lebih cepat dan akurat. Scientific Crime Investigation terbukti efektif dalam menangani berbagai jenis kasus, mulai dari kejahatan jalanan hingga kasus yang lebih kompleks seperti korupsi dan kejahatan siber.
Keberhasilan penerapan metode ini terlihat khususnya dalam masa pemerintahan Jokowi dan Ma’ruf Amin. Banyak kasus hukum yang berhasil diselesaikan lebih cepat berkat pendekatan ilmiah tersebut, yang juga mengurangi kesalahan dalam penegakan hukum.
Penerapan metode ilmiah dalam investigasi ini tidak hanya membantu mengungkap kasus dengan lebih cepat, tetapi juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk memperkuat sistem penegakan hukum di Indonesia.
“Proses lidik sidik dengan menggunakan scientific crime investigation sehingga hasilnya valid tak terbantahkan,” ungkap Poengky saat dihubungi Indozone.
Baca Juga: Masuk di DPT Kota Solo, Jokowi Akan Nyoblos di TPS 12 Sumber
“Penyelesaian kasus lebih banyak dan lebih cepat, kerugian negara akibat kasus-kasus korupsi dapat diselamatkan, penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap Perempuan dan Anak lebih empati dan pasal yang disangkakan berat, kasus-kasus kejahatan jalanan, siber, dan kasus-kasus sophisticated juga dapat diselesaikan dengan cepat didukung scientific crime investigation,” tambah Poengky.
Kasus Terorisme Menurun
Metode Scientific Crime Investigation juga berperan penting dalam penanganan kasus-kasus terorisme. Dengan metode ini, pihak kepolisian dapat lebih cepat mengidentifikasi tersangka dan mengumpulkan bukti secara akurat, sehingga memudahkan penangkapan sebelum tindakan teror terjadi.
Keberhasilan metode ini membantu mencegah potensi ancaman terorisme di berbagai wilayah. Hal ini menunjukkan efektivitas pendekatan ilmiah dalam menjaga keamanan nasional, terutama dalam mengantisipasi dan merespons tindakan kriminal yang bersifat serius seperti terorisme.
“Contohnya dalam penanganan kasus terorisme, Densus 88 dengan sigap melakukan penangkapan dan memproses hukum para teroris disertai bukti-bukti yang akurat,” ujar Poengky.
Dengan penanganan yang sigap membuat grafik kasus terorisme menurun di era Jokowi-Ma’ruf Amin. Penurunan ini juga diungkapkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI pada 2022 lalu.
Baca Juga: Presiden Jokowi Resmikan Jalan Tol Kartasura-Klaten dan Buka Kongres ISEI di Surakarta
Dikutip dari situs Dewan Perwakilan Rakyat, Deputi Irjen Pol. Ibnu Suhaendra menjelaskan bahwa ancaman terorisme dari 2017 hingga 2022 menunjukkan fluktuasi. BNPT berfokus pada pemutusan mata rantai radikalisasi dari hulu ke hilir, sesuai konsep pentahelix.
"Tren ancaman terorisme selama lima tahun terakhir naik turun. Meningkat pada 2019, turun di 2020, dan naik lagi di 2022, berdasarkan Laporan GTI 2022," ungkapnya.
Ia juga memaparkan strategi kesiapsiagaan nasional yang mencakup lima upaya, yaitu pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas aparatur, perlindungan sarana dan prasarana, pengembangan kajian terorisme, serta pemetaan wilayah rawan paham radikal.
Penanganan kasus HAM
Sesuai dengan janji Jokowi, pemerintah Indonesia menunjukkan komitmennya untuk melakukan penanganan dan dan melindungi Hak Asasi Manusia di berbagai sektor, termasuk kasus pelanggaran HAM yang berat. Presiden Jokowi mengakui akan terjadinya pelanggaran HAM dan berjanji akan memulihkan hak-hak korban.
"Dengan pikiran yang jernih dan niat yang tulus, saya, sebagai Kepala Negara Republik Indonesia, mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi dalam berbagai peristiwa. Saya dan pemerintah berkomitmen untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana, tanpa mengabaikan proses penyelesaian yudisial,” kata Jokowi.
Presiden Jokowi sendiri menyadari kondisi emosional keluarga korban sehingga menegaskan bahwa pemulihan hak tidak menghilangkan proses investigasi yang dilakukan oleh Komnas HAM dan Kejaksaan Agung. Ia berharap bahwa langkah non-yudisial ini dapat menjadi langkah signifikan dalam mengobati luka di antara sesama warga negara.
Pada tahun 2023, Presiden Jokowi mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat. Instruksi tersebut adalah mengambil langkah-langkah yang diperlukan secara terkoordinasi dan terintegrasi sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melaksanakan rekomendasi Tim PPHAM. Tim tersebut bertugas memulihkan hak korban atas peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat secara adil dan bijaksana; dan mencegah agar pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak akan terjadi lagi
Baca Juga: Presiden Jokowi Resmikan Jalan Tol Kartasura-Klaten dan Buka Kongres ISEI di Surakarta
Selain menangani pelanggaran HAM berat masa lalu, pemerintah juga aktif memajukan perlindungan HAM dengan berbagai inisiatif konkret yang menempatkan perempuan, anak, penyandang disabilitas, tenaga kerja, dan masyarakat pada posisi prioritas.
Pada tahun 2020, Komite Nasional Disabilitas dibentuk sebagai wujud komitmen Indonesia untuk mematuhi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, sebagai langkah awal menuju kesetaraan penyandang disabilitas dan penciptaan lingkungan yang inklusif. Semua itu diatur dalam UU Nomor 68 Tahun 2020 tentang Komisi Nasional Disabilitas.
Pemerintah juga memperhatikan potensi pelanggaran HAM di sektor bisnis. Untuk itu, perlu adanya acuan penerapan prinsip HAM dalam proses bisnis, yang diatur dalam Strategi Nasional Bisnis dan HAM yang disahkan pada tahun 2023. Dalam rangka melindungi hak asasi, negara berkewajiban memberikan panduan kepada pelaku usaha tentang cara menghormati HAM dalam menjalankan bisnis.
Perusahaan diharapkan dapat mempertimbangkan isu gender, kerentanan, dan marginalisasi, serta menyadari tantangan khusus yang dihadapi oleh masyarakat adat, perempuan, kelompok etnis atau minoritas, serta penyandang disabilitas dan pekerja migran beserta keluarganya.
Di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi selama dua periode,peningkatan supremasi hukum telah menjadi fokus utama dalam upaya menciptakan tatanan masyarakat yang lebih adil dan berkeadilan. Melalui reformasi hukum yang komprehensif, penanganan kasus korupsi yang lebih tegas, serta pembekalan yang berkelanjutan bagi Polri, pemerintah menunjukan komitmennya dalam memberantas praktik-praktik yang merugikan negara.
Selain tu penurunan kasus terorisme dan upaya penanganan pelanggaran HAM mencerminkan upaya serius dalam menjaga stabilitas dan menghormati hak asasi manusia. Meskipun tantangan masih ada, langkah-langkah ini menunjukkan kemajuan yang signifikan menuju terciptanya supremasi hukum yang lebih kuat di Indonesia.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Dpr.go.id, Wawancara