Selasa, 01 OKTOBER 2024 • 12:54 WIB

Dampak Buruk Tren Suku Bunga Tinggi Global: Hancurnya Kelas Menengah!

Author

Ilustrasi suku bunga. (Freepik)

INDOZONE.ID - Sektor keuangan global terus menghadapi tantangan berat di tengah tren suku bunga tinggi yang diprediksi masih akan berlanjut hingga akhir 2024.

Kondisi ini bukan hanya mempengaruhi industri keuangan dan perusahaan besar, namun juga memberikan tekanan hebat pada kelas menengah yang menjadi tulang punggung ekonomi di banyak negara, termasuk Indonesia.

Kenaikan suku bunga yang diterapkan oleh bank-bank sentral, termasuk Bank Indonesia (BI) dan The Federal Reserve (The Fed), telah menimbulkan dampak serius terhadap berbagai sektor.

Pada 18 September 2024, Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,0%, sementara secara mengejutkan, The Fed juga memotong suku bunganya sebesar 50 bps, sehingga berada di kisaran 4,75-5,0%.

Langkah ini diambil setelah periode panjang kenaikan suku bunga yang menciptakan tekanan besar pada perusahaan dan konsumen.

Baca Juga: Peran Strategis Korporasi dalam Mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Diapresiasi Dirjen KLHK

Dampak pada Dunia Usaha dan Kelas Menengah

Kenaikan suku bunga menyebabkan perusahaan menghadapi biaya pinjaman yang lebih tinggi, yang pada akhirnya memperlambat ekspansi bisnis dan penundaan investasi.

Banyak perusahaan menunda kegiatan operasional karena kenaikan biaya modal, yang mengakibatkan rantai pasokan terganggu.

Dari sisi konsumen, daya beli menurun tajam akibat peningkatan biaya kredit dan inflasi yang tak terkendali.

Harga-harga kebutuhan pokok yang terus melonjak menjadi salah satu penyebab utama rendahnya daya beli masyarakat.

Akibatnya, kelas menengah, yang selama ini menjadi penggerak ekonomi domestik, terpukul hebat.

Dalam seminar yang digelar Warta Ekonomi pada 27 September 2024 bertajuk "Menavigasi Strategi Bisnis Setelah Penurunan Suku Bunga Acuan dan Hancurnya Kelas Menengah" di Hotel Sultan, Jakarta, para pakar ekonomi, pengusaha, dan akademisi berkumpul untuk membahas tantangan dan peluang di tengah tren suku bunga tinggi.

Amalia Adininggar W, Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), dalam pidatonya menyampaikan pentingnya menata ulang strategi ekonomi untuk menghadapi krisis yang mungkin berkepanjangan. Diskusi tersebut juga dihadiri oleh David Sumual dari Tim Ekonom Perbanas, Roy Mandey (Ketua APRINDO), Hari Ganie (Wakil Ketua Umum DPP REI), serta Firlie H Ganinduto dari KADIN Indonesia.

Baca Juga: Pakar Ekonomi UGM Galakkan Program Bangun Ekonomi Kreatif Mulai Dari Desa

Tantangan dan Solusi

David Sumual menjelaskan bahwa ekonomi global masih berada dalam ketidakpastian tinggi, terutama dengan adanya Pemilu di Amerika Serikat, perlambatan ekonomi di China, serta konflik geopolitik di Ukraina dan Timur Tengah. Kondisi ini mengakibatkan fluktuasi harga minyak dunia yang turut berimbas pada harga komoditas lain.

Roy Mandey dari APRINDO menambahkan bahwa kelas menengah mengalami degradasi akibat tren inflasi dan kelangkaan tenaga kerja global.

Ketidakstabilan harga komoditas telah menciptakan tekanan besar pada kemampuan daya beli dan stabilitas pendapatan kelas menengah.

Hari Ganie dari REI turut menyoroti tantangan yang melanda industri properti.

Meskipun insentif seperti PPN DTP telah memberikan stimulus positif, tingginya suku bunga masih menjadi penghalang utama bagi calon pembeli, khususnya di sektor KPR dan KPA.

Baca Juga: Menparekraf Sandiaga Buka IC Fest 2024 : Optimis Peningkatan Ekonomi Kreatif di Tahun 2030 Tercapai

Perlunya Kebijakan yang Adaptif

Ilustrasi suku bunga. (Freepik)

Dengan tren suku bunga tinggi yang masih berlanjut, pemerintah dan dunia usaha perlu bekerja sama untuk menemukan solusi yang adaptif dan inovatif.

Digitalisasi, efisiensi penyaluran kredit, serta sinergi antara sektor swasta dan pemerintah diharapkan menjadi jalan keluar untuk menghadapi tantangan ekonomi yang kompleks ini.

Pemerintah juga diharapkan terus mengeluarkan kebijakan proaktif untuk menjaga stabilitas ekonomi dan menghindari kehancuran kelas menengah, yang selama ini menjadi fondasi bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di Indonesia.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Press Release