Jumat, 30 AGUSTUS 2024 • 15:07 WIB

Ganjar Sebut Politik Machiavellian: Gunakan Penegak Hukum dan Buzzer Jadi Alat Pembuat Rasa Takut, Sindir Siapa ?

Author

Ketua Kagama UGM, Ganjar Pranowo

INDOZONE.ID - Akhir-akhir ini istilah Politik Machiavellian masih tengah dibicarakan, istilah ini yang maksudnya rasa takut sengaja diciptakan untuk sebagai upaya mengendalikan rakyat dan musuh demi melanggengkan kekuasaan.

Pernyataan itu disampaikan politisi PDIP Ganjar di hadapan ribuan mahasiswa UGM saat acara pelepasan wisuda di Gedung Graha Saba, Kamis (29/8) kemarin.

"Ajaran politik Machiavellian adalah menciptakan rasa takut untuk mengendalikan rakyat dan musuh. Kekerasan merupakan cara efektif untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaan," katanya.

Ketua Kagama UGM itu menyebut bahwa Pemerintah semena-mena memanfaatkan aparat penegak hukum sebagai alat kekerasan negara. Mengingat posisinya sebagai penjaga ketertiban, keamanan, membuat aparat penegak hukum dimaksimalkan untuk menciptakan rasa takut itu.

Baca Juga: Anggota DPR Sebut KKB di Papua Layak Dicap Teroris dan Separatis, 'Menimbulkan Rasa Takut'

"Dengan dalih menjaga ketertiban dan menegakkan hukum, aparat bisa menundukkan siapa saja. Dulu pas orde baru, orang ditakuti dengan dituduh subversi atau PKI. Kalau sekarang (menakutinya) dengan kasus," tegasnya.

Menurutnya, salah satu yang paling fenomenal yang diterapkan dalam politik Machiavellian oleh penguasa saat ini adalah penerapan politik sandra (soft violence).

"Kalau ada elit yang tidak patuh, mereka diancam dikasuskan, ditersangkakan bahkan dipidanakan," ujarnya.

Hal ini juga terjadi di kelompok pengusaha. Mereka yang tidak patuh pada keinginan penguasa, diancam akan dicabut izinnya bahkan tidak mendapat proyek atau dikriminalisasi. Begitu juga mereka yang berada di kalangan kepala desa ikut dibungkam dengan ancaman dikasuskan.

Baca Juga: Ganjar Klaim PDIP Akan Umumkan Jagoannya di Pilkada 2024 Akhir Bulan Ini

Ganjar juga menyebut, kalau penguasa seringkali menggunakan buzzer untuk memproduksi dan menyebarkan konten puja-puji. Bahkan ada juga untuk menyerang pengkritik dan lawan politik.

"Kaum profesional, buruh, aktivis dan mahasiswa juga diancam. Mereka dikriminalisasi, didokzing buzzer, dimanipulasi isu oleh leader opinion dan lainnya," ucapnya.

Selain itu, terhadap masyarakat kecil, mereka dijadikan objek politik dan dianggap sebagai komoditas suara yang bernilai tinggi saat kontestasi elektoral. Cara ini menurut Ganjar dilakukan dengan rasionalisasi politik uang.

"Jual beli suara jelang pemilihan masif dilakukan. Mereka (penguasa) mengguyur masyarakat dengan bantuan sosial (bansos) dengan narasi kebaikan penguasa, bukan kewajiban negara," ujarnya.

Karena itu, Ganjar kembali mengingatkan pentingnya kontrol sosial untuk mengatasi problem ini. Termasuk dirinya menekankan kepada jajaran akademisi harus bersuara keras mendampingi masyarakat sipil dan mahasiswa untuk terus mengawal perjalanan demokrasi di Indonesia.

Banner Z Creators.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Liputan Langsung