Teruskan Papa-Mama, Anak Bupati Probolinggo Disiapkan Maju Pilkada, Balihonya Bertebaran
Pasangan suami istri Hasan Aminuddin-Puput Tantriana Sari agaknya belum puas menguasai Kabupaten Probolinggo sejak tahun 2003.
Setelah mereka masing-masing jadi bupati Probolinggo dua periode, Hasan-Puput ternyata sudah menyiapkan putranya, H Zulmi Noor Hasani, untuk maju pada Pilkada Probolinggo yang akan digelar pada tahun 2024 secara serentak dengan pilkada daerah lainnya.
Upaya Hasan untuk meneruskan estafet kursi bupati Probolinggo dari istrinya kepada anaknya mulai tampak sejak setahun belakangan.
Antara lain dapat dilihat dari baliho Zulmi Noor Hasani yang sudah bertebaran di banyak lokasi di Probolinggo.
Tidak cuma nampang lewat baliho, Zulmi Noor Hasani juga mulai "bergerilya" sejak dini. Dia sudah mulai rajin blusukan dan memberikan bingkisan kepada warga untuk mencuri hati warga.
Yang teranyar, Zulmi, yang merupakan Direktur Utama Hasan Foundation, pada 27 Agustus 2021 memberikan makanan kepada sejumlah ibu hamil dan balita. Di antaranya di Kantor Desa Warujinggo dan Kantor Desa Clarak, Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo.
Total paket makanan yang ia berikan adalah 160 paket, masing-masing 80 untuk ibu hamil dan 80 untuk balita.
Zulmi, yang oleh orang-orang di Probolinggo biasa disapa 'Mas Zulmi', ikut terlibat dalam kegiatan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Probolinggo saat mendata keluarga pada bulan April lalu. Ia diajak dalam kapasitasnya sebagai Dirut Hasan Foundation.
Zulmi, yang juga merupakan Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Probolinggo, juga sudah sering bersafari politik ke kantor-kantor parpol di Probolinggo.
Kabarnya, sejauh ini Zulmi setidaknya sudah mengantongi dukungan dari Partai Nasdem dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk ikut Pemilihan Bupati Probolinggo tahun 2024 mendatang.
Di dunia maya, Zulmi juga mulai bergerak dengan membentuk sejumlah tim pendukung. Pantauan Indozone, setidaknya ada grup Zulmi Lovers, yang mendeklarasikan dukungan terhadap dirinya.
Dinasti Politik
Kabupaten Probolinggo sendiri sudah dikuasai oleh keluarga Hasan kurun 18 tahun terakhir.
Mula-mula, Hasan menjadi Bupati Probolinggo pada tahun 2003-2008. Tak cukup satu periode, Hasan lanjut jadi orang nomor satu di Probolinggo untuk lima tahun lagi, 2008-2013.
Karena Hasan tak bisa lagi berkuasa, gantian istrinya, Puput Tantriana Sari yang jadi bupati. Bak obor Olimpiade, kursi Bupati Probolinggo diestafetkan oleh Hasan kepada Puput untuk tahun 2013-2018. Waktu itu, usia Puput baru 29 tahun dan ia menjadi salah satu kepala daerah termuda di Indonesia.
Serupa seperti suaminya, Puput, yang lahir pada 23 Mei 1983, juga kurang puas satu periode. Ia pun lanjut memimpin Probolinggo untuk lima tahun lagi, 2018-2023.
Sementara sang istri melanjutkan kekuasaan di Probolinggo, Hasan tak mau menganggur begitu saja. Ia pun jadi anggota DPR RI tahun 2014-2019. Belum puas, Hasan lanjut lagi jadi anggota DPR RI untuk tahun 2019-2024.
Namun sayang, di tengah jalan periode kedua Puput sebagai bupati dan periode kedua Hasan sebagai wakil rakyat Indonesia, pasutri yang sudah dikaruniai empat anak itu terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Minggu (29/8/2021).
Puput dan Hasan ditangkap bersama delapan orang lainnya, yang terdiri dari unsur pegawai negeri sipil di lingkungan Pemkab Probolinggo.
Puput dan Hasan akhirnya kompak memakai rompi jingga, Selasa dini hari (31/8/2021).
Mereka sama-sama ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan jual-beli jabatan kepala desa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur tahun 2021 di tengah Pandemi COVID-19.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menjelaskan, praktik jual beli jabatan itu dilancarkan oleh Hasan-Puput lantaran pemilihan kepala desa serentak tahap II di Probolinggo diundur karena Pandemi COVID-19. Semula, Pilkades tahap II Probolinggo digelar pada 27 Desember 2021.
Akibat pengunduran itu, 252 kursi jabatan kepala desa yang tersebar di pelbagai wilayah di Probolinggo harus diisi oleh pejabat kepala desa dari kalangan ASN per 9 September 2021.
Dari situlah, akal bulus Hasan-Puput bermula. Para calon pejabat kepala desa itu harus membayar upeti, dan dalam kasus ini, Hasan yang duduk di Senayan, punya 'paraf sakti' untuk membuat mereka duduk sebagai kades.
"Bayaran untuk jadi pejabat kepala desa sebesar Rp20 juta ditambah dalam bentuk upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp5 juta per hektare," terang Alexander.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan 22 orang tersangka. 18 orang lainnya adalah Doddy Kurniawan (Camat Krejengan), Muhammad Ridwan (Camat Paiton), Ali Wafa, Sumarto, Mawardi, Mashudi, Maliha, Mohammad Bambang, Masruhen, Abdul Wafi, Kho'im, Ahkmad Saifullah, Jaelani, Uhar, Nurul Hadi, Nuruh Huda, Hasan, Sahir, Sugito, dan Samsudin.
Para calon pejabat kepala desa ini diwajibkan menyetor sejumlah uang. Dalam pertemuan di Krejengan, 12 calon pejabat kepala desa sepakat memberi uang kepada Puput melalui Hasan dengan perantara Doddy Kurniawan selaku Camat Krejengan.
"Pertemuan tersebut di antaranya dihadiri oleh AW (Ali Wafa), MW (Mawardi), MI (Maliha), MB (Mohammad Bambang), MR (Masruhen), AW (Abdul Wafi), KO (Kho'im) dan dari yang hadir ini telah disepakati untuk masing-masing menyiapkan uang sejumlah Rp20 juta, sehingga terkumpul sejumlah Rp240 juta," ujar Alexander.
Puput sendiri, sebagai bupati, mendapatkan tambahan uang Rp112.500.000 dari jual beli jabatan kepala desa di Kecamatan Paiton.
Dalam OTT Bupati Probolinggo ini, KPK turut mengamankan uang sebesar Rp362.500.000.
"Adapun barang bukti yang saat ini telah diamankan di antaranya berbagai dokumen dan uang sejumlah Rp362.500.000," kata Alexander.
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: