Kategori Berita
Media Network
Senin, 28 JUNI 2021 • 14:54 WIB

Bayi Divonis COVID-19, Direktur RSUD Pirngadi Medan: Tidak Ada yang Harus Dipersoalkan

Direktur RSUD Pirngadi Medan, dr Suryadi Panjaitan. (Indozone.id/Silvia Marissa)

Direktur RSUD Pirngadi Medan, dr Suryadi Panjaitan enteng saat menanggapi kasus dugaan peng-covid-an dan penelantaran bayi Khaira Hanifa Almaghfira di rumah sakit yang ia pimpin, yang terjadi pada 8 Juni 2021 lalu.

Menurut Suryadi, apa yang menimpa bayi anak dari Annisa Dini Nabila (25 tahun) itu semestinya tidak perlu dipermasalahkan.

"Ini maaf ya, harusnya ini enggak perlu dipermasalahkan," katanya, hadir dalam rapat dengar pendapat (RDP) di ruang Komisi 2 DPRD Medan, Senin (28/6/2021).

Menurut pandangan Suryadi, kasus ini hanya soal kesalahpahaman. Ia membantah pihaknya menelantarkan bayi Annisa.

Sebaliknya, Suryadi menganggap bahwa para pegawainya sudah bekerja dengan baik dan sudah mencoba membujuk Annisa dan suaminya agar bayinya dioperasi, setelah berbelit-belit di soal urusan status COVID-19 dan selang infus, yang membuat Annisa dan suaminya kehilangan kepercayaan.

"Ibu dibujuk gak mau. Kami sudah mencoba membujuk supaya bayi ibu dioperasi, tapi ibu gak mau," kata Suryadi.

Menanggapi ucapan Suryadi tersebut, Wakil Ketua DPRD Rajudin Sagala menjelaskan ikhwal mengapa Annisa dan suaminya enggan bayinya dioperasi.

Sebab, pada saat itu, mental psikologis mereka sudah jatuh dan mereka kehilangan kepercayaan karena sejak awal sudah merasakan pelayanan yang tidak baik.

"Karena dari awal ibu ini dan suaminya sudah gak percaya. Karena dari awal disampaikan bahwa bayinya positif COVID," kata Rajudin.

Rajudin sendiri punya bukti rekaman perkataan dokter berinisial Iq yang diduga sejak awal tidak punya empati terhadap Annisa dan suaminya, sejak dari RSIA SM.

"Saya punya rekaman dokter itu. 'Kalau gak sama saya gawat bayi ini', kata dokter itu. 'Ibu ngapain ke sini (RSIA SM) kalau gak punya biaya? Di Pirngadi pun nanti mana bisa pakai BPJS. Ibu pun nanti ketemu lagi sama saya'. Begitu kata dokter itu. Itu menurut saya tidak mencerminkan ucapan seorang dokter yang sudah disumpah," kata Rajudin.

Di tempat yang sama, Annisa, ibu si bayi, sesenggukan saat menceritakan kembali kronologi saat ia membawa bayinya berobat.

Saat itu, bayi Annisa mengalami gangguan pencernaan, di mana si bayi tidak buang air besar selama beberapa hari.

Annisa Dini Nabila, ibu sang bayi. (Foto: Indozone.id/Abul Muamar)

Ia dan suaminya awalnya membawa bayinya ke salah satu rumah sakit swasta di Medan, yakni RSIA SM pada Senin, 7 Juni 2021. Di sana, mereka bertemu dengan dokter berinisial Iq. 

Di rumah sakit tersebut, mereka tidak dilayani lantaran tidak memiliki biaya. Dengan BPJS Kesehatan, mereka tidak bisa mendapatkan pelayanan. Bayi mereka hanya sempat dites swab antigen di rumah sakit swasta tersebut, dengan hasil negatif.

"Karena harus biaya umum, saya gak sanggup," kata Annisa kepada Indozone di ruang Komisi 2 DPRD Medan.

Setelah tak dilayani di RSIA SM, Annisa dan suaminya membawa bayinya ke RSUD Pirngadi Medan. Di rumah sakit pelat merah inilah, ia mendapati pelayanan yang menyesakkan dada.

Annisa sebenarnya sudah diperingatkan oleh dokter berinisial Iq tersebut saat berada di RSIA SM bahwa di RSUD Pirngadi, ia akan bertemu lagi dengan dokter Iq tersebut.

Namun, Annisa tetap membawa bayinya ke RSUD Pirngadi dan suaminya pada Selasa, 8 Juni 2021, atas rekomendasi dari Wakil Ketua DPRD Medan, Rajudin Sagala, setelah mereka melapor.

Di RSUD Pirngadi, bayi mereka tiba-tiba divonis reaktif COVID-19 berdasarkan hasil tes antibodi

Annisa dan suaminya terkejut, karena sejak awal mereka tiba di rumah sakit tersebut, bayi mereka tidak ada dilakukan tes antibodi. Apalagi, saat di RSIA SM, bayi mereka sudah dinyatakan negatif lewat tes swab antigen.

Yang membuat mereka kesal, bahasa yang disampaikan pihak perawat RSUD Pirngadi bukan "reaktif COVID" sebagaimana mestinya, tetapi "bayi ibu positif COVID".

"Kami terkejut dan heran, kapan tesnya kok tahu-tahu dibilang positif," beber Annisa, dengan mata berkaca-kaca.

Annisa dan suaminya kemudian melaporkan kembali perkembangan penanganan bayi mereka pada Rajudin.

Akhirnya pada Selasa malam, bayi mereka kembali dites swab antigen, dan hasilnya terbukti negatif, sebagaimana hasil di RSIA SM.

Saat akan dilakukan operasi pada bayinya, pihak rumah sakit terkendala pada selang infus yang tidak berfungsi. 

Direktur RSUD Pirngadi Medan, dr Suryadi Panjaitan mengaku para pegawainya sudah berusaha mencari selang tersebut ke mana-mana namun tidak ketemu.

Setelah berkelit-kelit selama beberapa jam, akhirnya selang infus yang ada dapat digunakan.

Namun saat itu, Annisa dan suaminya sudah kehilangan kepercayaan pada pihak RSUD Pirngadi Medan, dan akhirnya memilih membawa pulang bayi mereka dengan status Pulang Atas Permintaan Pasien (PAPS).

Akhirnya, pada Kamis (10/6/2021), bayi tersebut meninggal dunia.

Annisa sendiri mengaku sempat ingin membawa bayinya ke rumah sakit lain pada Rabu (9/6/2021), setelah keluar dari RSUD Pirngadi.

Namun, ia tidak dapat menerima rekam medis bayinya dari RSUD Pirngadi. Ia harus menebusnya sebesar Rp2,5 juta jika ia ingin mendapatkan salinan rekam medis tersebut.

"Belum sempat saya bawa, anak saya udah meninggal. Padahal saya butuh rekam medis itu untuk membawa anak saya ke rumah sakit lain," kata Annisa.

Artikel Menarik Lainnya:

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber:

BERITA TERBARU

Bayi Divonis COVID-19, Direktur RSUD Pirngadi Medan: Tidak Ada yang Harus Dipersoalkan

Link berhasil disalin!