Rakyat Papua kembalikan dana beasiswa Veronica Koman. (Ist)
Rakyat Papua bersatu memberikan dukungan terhadap aktivis HAM Veronica Koman, yang diminta untuk mengembalikan dana beasiswa yang ia dapatkan saat kuliah di Australia pada 2016-2018, sebesar Rp773.876.918.
Tak cuma dukungan moril, mereka juga membantu Koman, dengan mengumpulkan uang untuk mengembalikan dana tersebut. Bahkan kabarnya, pedagang kecil pun ikut menyumbang dengan uang pecahan Rp2.000 yang sudah lusuh dan lecek.
Tak sampai dua bulan sejak Pemerintah Indonesia meminta Koman mengembalikan dana tersebut, uang sudah terkumpul.
"Uang Rp 773.876.918 akhirnya terkumpul dalam tempo kurang dari 2 bulan. Warga Papua di pasar-pasar, perempatan jalan, dengan uang pecahan 2.000-an lusuh ikut bersolidaritas. Mengingatkan saya pada kisah rakyat Aceh yang mengumpulkan uang dan perhiasan untuk membantu NKRI membeli pesawat pertama," tulis akun Dandhy Dwi Laksono di Facebook.
Sebelumnya, usai diminta untuk mengembalikan dana beasiswa dan ditetapkan sebagai buronan oleh Interpol Indonesia, Veronica menyindir sikap pemerintah Indonesia.
"Terima kasih kepada NKRI yang telah menyekolahkan saya sehingga saya paham bahwa yang terjadi di Nduga saat ini adalah pelanggaran HAM berat," tulisnya di dinding Facebook-nya beberapa waktu lalu.
Pada statusnya yang lain, Veronica juga menyindir pemerintah Indonesia dengan memplesetkan slogan NKRI harga mati, menjadi harga beasiswa yang diperolehnya.
"NKRI Harga 773.876.918," tulisnya.
Veronica menilai hukuman itu diduga merupakan langkah pemerintah Indonesia untuk membungkam dirinya supaya tidak lagi menyuarakan kasus pelanggaran HAM di Papua.
"Pemerintah Indonesia menerapkan hukuman finansial sebagai upaya terbaru untuk menekan saya berhenti melakukan advokasi hak asasi manusia (HAM) Papua. Setelah mengkriminalisasi, lalu meminta Interpol untuk mengeluarkan ‘red notice’, dan mengancam untuk membatalkan paspor saya, kini pemerintah memaksa saya untuk mengembalikan beasiswa yang pernah diberikan kepada saya pada September 2016. Adapun jumlah dana yang diminta adalah sebesar IDR 773,876,918," tulisnya, dalam keterangan pers yang dibagikannya.
Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Rionald Silaban mengatakan penerima beasiswa yang kuliah di luar negeri harus kembali ke Indonesia setelah selesai studi. Dasar itulah yang membuat mereka meminta Veronica Koman mengembalikan uang beasiswa tersebut.
Namun, apa yang disampaikan Rionald itu dibantah oleh Veronica.
"Kenyataannya, saya kembali ke Indonesia pada September 2018 setelah menyelesaikan program ?Master of Laws ?di ?Australian National University?. Faktanya sejak Oktober 2018 di Indonesia, saya melanjutkan dedikasi waktu saya untuk advokasi HAM, termasuk dengan mengabdi di Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia untuk Papua (PAHAM Papua) yang berbasis di Jayapura," katanya.
"Saya ke Swiss untuk melakukan advokasi di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Maret 2019 dan kembali ke Indonesia setelahnya. Saya memberikan bantuan hukum pro-bono kepada para aktivis Papua pada tiga kasus pengadilan yang berbeda di Timika sejak April hingga Mei 2019," lanjutnya.
"Saya lalu berkunjung ke Australia dengan menggunakan visa tiga bulan saya untuk menghadiri wisuda yang diselenggarakan pada Juli 2019. Ketika berada di Australia pada Agustus 2019, saya dipanggil oleh kepolisian Indonesia dan berikutnya saya ditempatkan dalam daftar pencarian orang (DPO) pada September 2019."
"Pada masa Agustus-September 2019 ini, saya tetap bersuara untuk melawan narasi yang dibuat oleh aparat ketika internet dimatikan di Papua, yakni dengan tetap memposting foto dan video ribuan orang Papua yang masih turun ke jalan mengecam rasisme dan meminta referendum penentuan nasib sendiri."
"Bukan hanya ancaman mati dan diperkosa kerap saya terima, namun juga menjadi sasaran misinformasi online yang belakangan ditemukan oleh investigasi Reuters sebagai dibekingi dan dibiayai oleh TNI."
"Kemenkeu telah mengabaikan fakta bahwa saya telah langsung kembali ke Indonesia usai masa studi, dan mengabaikan pula fakta bahwa saya telah menunjukkan keinginan kembali ke Indonesia apabila tidak sedang mengalami ancaman yang membahayakan keselamatan saya."
"Melalui surat ini, saya meminta kepada Kemenkeu terutama Menteri Sri Mulyani untuk bersikap adil dan berdiri netral dalam melihat persoalan ini sehingga tidak menjadi bagian dari lembaga negara yang hendak menghukum saya karena kapasitas saya sebagai pengacara publik yang memberikan pembelaan HAM Papua."
Terakhir, melalui dinding Facebook-nya, dia menyatakan siap dibuang oleh NKRI jika memang dianggap sebagai pengkhianat karena membela HAM di Papua.
"Dengan senang hati saya siap dibuang oleh NKRI. Berikan saya kepada Papua. Kami juga punya harga diri," tulisnya pada 12 Agustus 2020.
Veronica, perempuan kelahiran Medan, 1988, mengungkapkan bahwa sejak awal mengajukan beasiswa, dirinya memang sudah melakukan advokasi untuk Papua.
"Seluruh esai yang saya kerjakan juga topiknya tentang West Papua. Teman-teman Papua yang dekat dengan saya sudah tahu ini," katanya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: