Kategori Berita
Media Network
Senin, 20 JULI 2020 • 17:58 WIB

Pengamat: Tak Hanya Indonesia, Utang Negara-negara Lain Meningkat Tajam

Ilustrasi uang koin. (Pexels/Pixabay)

Peneliti bidang Ekonomi The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), M. Rifki Fadilah, mengatakan melebarnya defisit APBN menjadi 6,34% dari produk domestik bruto atau PDB dan juga akan adanya penarikan utang pemerintah merupakan sesuatu yang bisa ditoleransi di tengah situasi krisis saat ini. 

Ia menuturkan bahwa tidak hanya Indonesia yang harus memperlebar defisit dan juga menambah utang, kini banyak negara-negara di dunia yang juga meningkatkan utangnya untuk menyelamatkan perekonomian negaranya dari ancaman resesi. 

"Angka utang publik negara-negara di dunia akan meningkat tajam pada tahun ini. Lihat misalnya, total utang non-finansial domestik di Amerika Serikat melonjak 11,7% menjadi US$55,9 triliun atau setara Rp782.600 triliun pada kuartal I-2020. Kemudian, Jepang juga bernasib sama. Nilai utang Jepang tahun ini diprediksi naik dari posisi akhir tahun lalu US$12,2 triliun, karena rencana penerbitan surat utang baru senilai US$ 1,1 triliun untuk mengatasi efek Covid-19," kata Rifki di Jakarta, Senin (20/7/2020).

Rifki menjelaskan bahwa International Monetary Fund (IMF) juga sudah menyatakan bahwa utang publik global akan mencapai level tertinggi sepanjang masa pada 2020 dan 2021 masing-masing di 101,5% dan 103,2% dari PDB. 

Selain itu, rata-rata keseluruhan defisit fiskal akan melonjak hingga 13,9% dari PDB tahun ini, 10 poin persentase lebih tinggi dari 2019. 

"Meskipun membawa angin segar, namun pemerintah juga perlu mengingat bahwa utang membawa konsekuensi yang tidak mudah bagi perekonomian jangka menengah dan panjang. Perlu diingat dalam konteks pandemi Covid-19 ini, paket bantuan utang yang ditawarkan adalah penundaan, bukan penghapusan," jelasnya.

"Artinya, pembayaran utang akan tetap berjalan dan penghitungan bunga juga akan terus bertambah seiring berjalannya waktu," tambah dia.

Sebab itu, Rifki pun menyarankan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam jangka menengah untuk harus mulai memetakan utang yang dimiliki oleh Indonesia. Proses pemetaan utang ini dimaksudkan untuk melihat utang-utang mana saja yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat.

Hal ini penting agar Pemerintah Indonesia dapat memitigasi proses pembayarannya. Tidak kalah pentingnya, sambung dia, bahwa pelebaran defisit dan penambahan utang harus menjadi stimulus bagi perekonomian untuk berdaya kembali. 

"Namun, yang perlu diperhatikan adalah supaya defisit dan utang tadi membantu perekonomian, maka perlu dibuat paket stimulus fiskal dapat langsung dieksekusi dengan cepat dan tepat," imbuhnya.

Sisi lain, meskipun utang memang dapat menjadi shortcut pembiayaan APBN, namun Peneliti Ekonomi di TII ini mengingatkan Kemenkeu dalam jangka menengah perlu memikirkan sumber pendanaan untuk melakukan pembayaran utang. 

"Dengan begitu, Indonesia tidak terjerat dengan debt crisis di masa depan akibat beban utang pada masa pandemi Covid-19," tutupnya.

 

Artikel Menarik Lainnya:

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber:

BERITA TERBARU

Pengamat: Tak Hanya Indonesia, Utang Negara-negara Lain Meningkat Tajam

Link berhasil disalin!