Kamis, 13 JULI 2023 • 16:50 WIB

Ada Potensi Gangguan Keamanan, Bawaslu Usul Pemerintah dan KPU Bahas Penundaan Pilkada 2024

Author

Bawaslu mengusulkan agar pemerintah dan KPU RI membahas opsi penundaan pelaksanaan Pilkada 2024.

INDOZONE.ID - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengusulkan agar pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, membahas opsi penundaan pelaksanaan Pilkada 2024. Ini karena pelaksanaan Pilkada 2024 yang beririsan dengan Pemilu 2024, dikhawatirkan menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban.

Berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024, Pemilu 2024 dilakukan secara serentak pada 14 Februari 2024. Adapun Pilkada 2024 dijadwalkan berlangsung pada 27 November 2024.

"Kami khawatir sebenarnya Pemilihan (Pilkada) 2024 ini karena pemungutan suara pada November 2024, yang mana Oktober 2024 baru pelantikan presiden baru, tentu dengan menteri dan pejabat yang mungkin berganti. Karena itu, kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan (pilkada) karena ini pertama kali serentak," ujar Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam pernyataan resmi dikutip Kamis (13/7/2024).

Terkait potensi gangguan keamanan dan ketertiban, Bagja menjelaskan hal ini mungkin terjadi karena pelaksanaan Pilkada dilaksanakan secara serentak. Karena itu, aparat keamanan berpotensi kesulitan mendapatkan bantuan pasukan dari daerah lain, karena sama-sama menyelenggarakan Pilkada.

Baca Juga: Bawaslu: Belum Ada Temuan soal Aliran Dana Jaringan Narkoba untuk Pemilu 2024

"Misalnya Pilkada di Makassar ada gangguan keamanan, bisa ada pengerahan dari Polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain. Kalau Pilkada 2024, tentu sulit karena setiap daerah siaga menggelar pemilihan serupa," ujarnya.

Bagja merinci, potensi permasalahan pada Pilkada 2024 muncul dari tiga aspek, yakni dari penyelenggara, peserta pemilu (pemilihan), dan pemilih.
 
Pada aspek penyelenggara pemilu, kata dia, beberapa potensi permasalahan meliputi pemutakhiran data pemilih, pengadaan dan distribusi logistik pemilu seperti surat suara, atau beban kerja penyelenggara pemilu yang terlalu tinggi. Hal lainnya, lanjutnya, sinergi antara Bawaslu dan KPU terkait dengan peraturan KPU (PKPU) dan peraturan Bawaslu (perbawaslu) yang belum optimal.
 
"Data pemilih ini banyak sekali masalah, sampai-sampai satu keluarga beda TPS (tempat pemungutan suara) saja, sampai marah-marah. Begitu juga surat suara, itu banyak permasalahannya. Misalnya, kekurangan surat suara dari TPS A ke TPS B. Itu juga bisa menimbulkan masalah," ujar dia.

Baca Juga: Resmi! KPU RI tetapkan DPT Pemilu 2024, Jumlahnya 204 Juta Orang
 
Ia melanjutkan permasalahan kedua berasal dari aspek peserta pemilu, seperti masih maraknya politik uang serta transparansi pelaporan dana kampanye dan netralitas aparatur sipil negara (ASN) yang belum optimal. Selain itu, ada pula persoalan penggunaan alat peraga kampanye yang tidak tertib.
 
Terakhir, Bagja menyampaikan potensi permasalahan ketiga dari aspek pemilih meliputi adanya pemilih yang kesulitan dalam menggunakan hak pilih, menghadapi ancaman dan gangguan terkait kebebasan dalam memilih, serta penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian.
 
"Ini nanti kalau sudah penetapan calon presiden dan wakil presiden kemungkinan berita bohong dan ujaran kebencian akan ramai kembali. Kita perlu melakukan antisipasi," kata dia.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: