Pesawat Garuda Indonesia DC-9 (photo/wikipedia)
Tepat 40 tahun yang lalu, 28 Maret 1981, telah terjadi peristiwa pembajakan pesawat Garuda Indonesia "Woyla" rute penerbangan Jakarta-Palembang-Medan oleh lima orang teroris yang menamakan diri mereka Komando Jihad, pimpinan Imran bin Muhammad Zein.
Kelima teroris tersebut yakni Mahrizal, Abu Sofyan alias Sofyan Effendi, Zulfikar alias Teuku Djohan Meraza alias Ju, Wendy bin Mohamad Zein, dan Abdullah Mulyono.
Pesawat tipe DC-9 dengan nomor penerbangan 206 itu dibajak usai transit dari bandara Talangbetutu, Palembang menuju Polonia, Medan.
Peristiwa pembajakan pesawat Woyla ini menjadi peristiwa terorisme bermotif jihad pertama yang menimpa Indonesia dan satu-satunya dalam sejarah maskapai penerbangan Indonesia.
Sabtu, 28 Maret 1981 pukul 08.00 WIB, pesawat Garuda Indonesia berisi 57 penumpang berangkat dari Jakarta menuju Palembang untuk transit.
Pilot Kapten Herman Rante dan Kopilot Hedhy Juwantoro kembali mengudarakan pesawat pada pukul 09.00 WIB dari bandara Talangbetutu, Palembang menuju bandara Polonia, Medan.
Tiba-tiba dua orang penumpang pesawat bangkit dari tempat duduk, satu orang berdiri di gang tempat duduk pesawat, sedangkan seorang lagi masuk ke ruangan kokpit.
Sembari menodongkan senjata, penumpang tersebut mengumumkan bahwa pesawat tersebut mereka bajak. Pukul 10.10 WIB saat berada di atas udara Pekanbaru, pesawat telah dikuasai lima orang pembajak bersenjata api.
Seorang pembajak meminta pilot untuk terbang ke Kolombo, Sri Lanka, namun Kapten Herman Rante menolak karena bahan bakar pesawat tidak mencukupi.
Pesawat akhirnya dibelokkan menuju Penang, Malaysia untuk mengisi bahan bakar. Dalam penerbangan ke Penang, para pembajak menyita semua dompet dan barang berharga penumpang.
Para penumpang juga disuruh mengangkat tangan ke atas dan baru boleh menurunkan tangannya saat pesawat Woyla dialihkan menuju Bangkok, Thailand dari Penang, Malaysia.
Sebelumnya, peristiwa Cicendo yang terjadi pada 11 Maret 1981 juga diinisiasi oleh Imran bin Muhammad Zein.
Saat itu 14 anggota jamaah Imran dari Komando Jihad menyerbu kantor Polisi Kosekta 8606 Pasir Kaliki, Cicendo, Bandung.
Para anggota Komando Jihad tersebut berhasil diringkus dan dijadikan tahanan.
Hal inilah yang menjadi latar belakang insiden pembajakan pesawat Garuda Indonesia DC-9 Woyla.
Para teroris menuntut pemerintah membebaskan para tahanan dan menerbangkan mereka ke negara tertentu.
Mereka juga meminta tebusan 1,5 juta dolar. Jika tidak dipenuhi, mereka mengancam akan meledakkan pesawat tersebut.
Berita pertama mengenai pembajakan pesawat Garuda Indonesia tersebar pukul 10.18 WIB.
Saat itu Captain Pilot A. Sapari dengan pesawat F28 Garuda yang baru tinggal landas dari Bandara Simpang Tiga, Pekan Baru mendengar panggilan radio dari GA 206 yang berbunyi "being hijacked, being hijacked".
Informasi tersebut diteruskan ke Jakarta dan diterima oleh Wakil Panglima ABRI Laks. Sudomo dan diteruskan kepada Kepala Pusat Intelijen Strategis Benny Moerdani.
Benny kemudian menghubungi Asrama Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) yang diterima oleh Asisten Operasi Kopassandha LetKol Sintong Panjaitan.
Sabtu malam sekitar pukul 22.00 WIB, Kol Teddy Rusdi, Benny Moerdani dan Sudomo diterima Presiden Soeharto di Cendana. Hasil akhir pembicaraan menyimpulkan bahwa opsi militer akan dilakukan untuk membebaskan para penumpang pesawat.
Keesokan harinya tanggal 29 Maret 1981 pukul 21.00 WIB, 35 anggota Kopassandha (sekarang Kopassus) meninggalkan Indonesia menuju Thailand.
Grup-1 Para-Komando di bawah pimpinan Letnan Kolonel Infanteri Sintong Panjaitan melakukan operasi pembebasan para sandera pembajakan pesawat.
Sementara itu, Jenderal Yoga Sugama berhasil mengelabui pembajak dengan berpura-pura mengabulkan semua tuntutan mereka untuk mengulur waktu selama anggota Kopassandha bersiap-siap.
Pukul 02.30 dini hari tanggal 31 Maret 1981, para prajurit yang dibagi menjadi tiga tim mulai mendekati pesawat secara diam-diam.
Tim Merah dan Tim Biru memanjat ke sayap pesawat dan menunggu di pintu samping. Sementara Tim Hijau masuk lewat pintu belakang.
Tepat pukul 02.45 penyerangan dimulai. Semua pintu kabin pesawat didobrak dari luar, dilanjutkan dengan riuh suara tembakan yang mengepung pesawat.
Dalam pertempuran singkat selama kurang lebih 3 menit, tim Kopassandha berhasil menembak mati tiga pembajak dan dua lainnya luka parah.
Seorang pembajak meninggal dunia dalam penerbangan kembali ke Jakarta. Sementara pimpinan teroris yang masih hidup dijatuhkan hukuman mati.
Tidak ada satu pun penumpang pesawat yang terluka, namun pilot Herman Rante dan Achmad Kirang salah seorang Tim Hijau tidak bisa diselamatkan karena terkena peluru.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: