Selasa, 20 MEI 2025 • 09:17 WIB

Perjalanan Dji Sam Soe: Dari Warung Kecil hingga Dibeli Philip Morris

Author

Sejumlah pekerja PT HM Sampoerna Tbk melakukan aktivitas di pabrik sigaret kretek tangan (SKT) Sampoerna di Surabaya, Kamis (19/05/2016). (HO-PT HM Sampoerna Tbk)

INDOZONE.ID - Dji Sam Soe, merek rokok kretek khas Indonesia, telah eksis selama lebih dari seratus tahun.

Dikenal dengan sebutan King of Kretek, merek ini pertama kali diperkenalkan oleh Liem Seeng Tee, seorang imigran dari Fujian, Tiongkok. Keturunan yang menjadi penerusnya kelak mendirikan PT HM Sampoerna Tbk.

Liem Seeng Tee lahir tahun 1893 dan mengalami masa kecil yang berat.

Setelah ibunya meninggal dunia ketika ia masih kecil, Liem bersama ayah dan kakaknya merantau ke Singapura, lalu ke Surabaya, Jawa Timur.

Baca Juga: Dua Pemuda Terdampar di Pulau Tak Berpenghuni, Diduga Korban Penipuan Kerja

Di kota inilah jalan kehidupannya mulai terbentuk kembali setelah diadopsi oleh keluarga Tionghoa Hokkien.

Menginjak usia remaja, Liem mulai bekerja di restoran sebelum akhirnya merintis usaha sendiri. Ia menikah dengan Siem Tjiang Nio, dan keduanya membuka warung kelontong.

Liem juga sempat bekerja di Lamongan meracik rokok. Dari sinilah lahir ide membuat dan menjual rokok racikan sendiri pada 1913.

Produk yang kemudian diberi nama Dji Sam Soe dan langsung digemari banyak orang. Usahanya berkembang pesat hingga mampu membeli gedung bekas panti asuhan yang kemudian dijadikan pabrik.

Tempat ini kini dikenal sebagai Pabrik Taman Sampoerna. Bahkan ia membuka bioskop di kawasan yang sempat dikunjungi Charlie Chaplin tersebut.

Baca Juga: Polisi Gadungan Asal Bekasi Rampok Warga di Banyuwangi, Mengaku Berpangkat Kompol

Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, dikabarkan menyukai Dji Sam Soe. Setelah makan, ia biasa mengisap rokok ini dan menyebutnya lebih nikmat dari State Express 555.

Namun, masa sulit datang saat pendudukan Jepang. Rumah Liem hancur dan keluarganya diasingkan. Setelah Perang Dunia II berakhir, mereka membangun kembali segalanya dari awal.

Liem wafat pada 1956, dan usaha rokok dilanjutkan oleh putranya, Aga Sampoerna. Di bawah kepemimpinan Aga, perusahaan berkembang pesat.

Ia bahkan mendirikan PT Panamas di Bali pada 1963. Jumlah produksi meningkat tajam menjadi jutaan batang rokok per hari.

Strategi pemasaran yang efektif membuat perusahaan menghasilkan pendapatan luar biasa. Putra dari Aga, yakni Putera Sampoerna, masuk ke manajemen tahun 1977.

Ia merevolusi sistem distribusi dan membangun pabrik modern yang luasnya 153 hektar. Mereka juga merambah bisnis lain seperti perbankan, percetakan, hingga mebel.

Hingga kini, kepemimpinan beralih ke generasi keempat, di tangan Michael Sampoerna. Putera Sampoerna pernah menyatakan, "Baik sigaret kretek tangan maupun sigaret kretek mesin, seluruhnya dibuat berdasarkan tradisi kesempurnaan dan mutu terbaik."

Baca Juga: 2 Ribu Lebih Personel Gabungan Dikerahkan, Amankan Demo Ojol 20 Mei di Jakarta

Karena menjaga kualitas itu, Dji Sam Soe tetap dikenal dan dihormati hingga sekarang. Pada 2005, PT HM Sampoerna dijual ke Philip Morris International, perusahaan global yang juga memproduksi Marlboro dan Benson & Hedges.

Kiprah Dji Sam Soe 234 mampu berkompetisi dengan dua produk rokok luar negeri, seperti British American Tobacco, yaitu State Express 555 dan Perilly’s. Kompetisi ini dikenal sebagai "234 (Philip Morris) vs 555 (BAT)" dan "234 Super Premium (Philip Morris) vs Perilly's (BAT)".

Banner Z Creators.

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Nomor.net