INDOZONE.ID - Nilai tukar rupiah belakangan lagi rame dibahas, soalnya sempet nyentuh Rp16.760 per dolar AS paling rendah sejak krisis moneter 1998.
Banyak pelaku usaha mulai ketar-ketir, soalnya kondisi kayak gini bisa ngaruh banget ke jalannya bisnis sehari-hari.
Turunnya nilai rupiah ini dipengaruhi banyak hal. Dari luar negeri, situasinya makin ribet gara-gara kebijakan tarif dari Presiden AS Donald Trump, ditambah konflik geopolitik, dan efek perang dagang yang nyamber ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Sementara dari dalam negeri, pasar mulai cemas sama kondisi keuangan negara.
Apalagi pemerintah punya rencana buat belanja besar-besaran demi ngejar target pertumbuhan ekonomi 8% di tahun 2029.
Yang bikin makin bingung, penjelasan dari pemerintah soal arah kebijakan ini juga dianggap masih kurang jelas.
Baca Juga: Heboh Nilai 1 Dollar Amerika di Pencarian Google Jadi Rp8 Ribu, Lagi Error?
Buat para pelaku usaha, rupiah yang makin melemah bikin biaya impor jadi tambah mahal, apalagi buat bahan baku dan barang penting dari luar negeri.
Industri kayak manufaktur dan ritel juga ikut kena imbasnya. Banyak perusahaan yang ujung-ujungnya terpaksa naikin harga jual karena biaya produksi udah keburu melonjak.
Tapi masalahnya, harga yang makin tinggi malah bisa bikin produk mereka jadi kurang laku di pasaran, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Situasi ini juga bikin banyak pengusaha mikir dua kali buat investasi. Nilai tukar yang nggak stabil bikin perencanaan bisnis jadi penuh risiko.
Investor asing juga mulai menarik diri dan milih untuk nunggu sampai keadaan lebih pasti.
Sementara itu, UMKM juga nggak kalah terdampak. Mereka yang biasa impor bahan baku jadi harus keluarin biaya lebih besar.
Walau ada juga UMKM yang dapat untung karena produknya diekspor, tapi situasinya tetap nggak pasti.
Sebagai respons, banyak pelaku usaha mulai beradaptasi. Beberapa ngurangin ketergantungan impor, nyari alternatif bahan baku lokal, atau mulai efisiensi di berbagai sisi.
Ada juga yang pelan-pelan nyari pasar baru atau sumber bahan dari negara lain yang lebih murah.
Dari sisi pemerintah, Bank Indonesia udah turun tangan buat stabilin rupiah. Mereka masuk ke pasar valas, obligasi, dan kontrak forward lokal.
Tujuannya supaya pergerakan rupiah nggak terlalu liar. Suku bunga juga masih ditahan di 5,75%, meski itu bisa bikin konsumsi dan investasi melambat.
Baca Juga: Begini Jurus Jitu Prabowo Tekan Dollar Amerika Jadi Rp5.000!
Pemerintah juga mulai ngumpulin para ekonom dan pelaku pasar buat bahas cara komunikasi yang lebih baik soal arah kebijakan ekonomi.
Ke depannya, situasi masih penuh tantangan, apalagi menjelang libur panjang Lebaran yang biasanya bikin permintaan valas naik.
Kalau BI terus jaga suku bunga tetap tinggi, pertumbuhan ekonomi bisa terhambat.
Dunia usaha pun berharap ada langkah-langkah yang lebih jelas dan cepat dari pemerintah supaya mereka bisa bergerak lebih tenang.
Intinya, melemahnya rupiah ini bukan cuma soal angka di pasar uang, tapi juga jadi ujian besar buat dunia usaha.
Supaya bisa bertahan, para pelaku bisnis perlu adaptif, pintar atur strategi, dan siap hadapi segala kemungkinan.
Di sisi lain, dukungan dan kejelasan dari pemerintah juga jadi kunci biar dunia usaha nggak jalan sendiri dalam menghadapi situasi yang berat ini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Reuters