Pertemuan 8 Parpol yang Tolak Proporsional Tertutup Disebut Baik untuk Demokrasi, Kenapa?
Sebanyak delapan partai politik melakukan pertemuan dan menyatakan sikap untuj menolak sistem proporsional tertutup di Pemilu 2024. Pertemuan itu disebut-sebut menjadi sebuah teladan demokrasi di Indonesia.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, pertemuan tersebut adalah contoh baik bagi pemilih menjelang Pemilu 2024. Di mana bisa memberikan dampak positif mencegah adanya polarisasi di tengah masyarakat.
“Itu pesan bagi publik juga ya, bahwa dinamika pemilu adalah dinamika yang sangat lentur. Oleh karena itu masyarakat jangan sampai mengalami polarisasi yang membelah persatuan dan kesatuan mereka. Ternyata di antara partai politik pun, meski mereka memiliki beragam pilihan tetapi mereka bisa ditemukan oleh persamaan-persamaan dalam proses pelaksanaan pemilu,” ujar Titi kepada wartawan, Senin (9/1/2023).
Baca Juga: Tolak Sistem Proporsional Tertutup, PKS dan 7 Parpol Siap Jadi Pihak Terkait di MK
Dikatakan Titi, hal itu bisa menjadi pembelajaran bagi rakyat bahwa dalam perbedaan sekalipun, tetap ada persamaan yang membuat dinamika politik di tengah perbedaan itu bisa tetap menemukan kesamaan.
“Bahwa dalam perbedaan sekalipun, tetap ada persamaan yang membuat dinamika politik di tengah perbedaan itu bisa tetap menemukan kesamaan. Kita juga begitu, meski pilihan politik berbeda dalam banyak dimensi, kita akan bisa menemukan kesamaan,” ucap Titi.
Baca Juga: 8 Partai Politik Kompak Tolak Proporsional Tertutup di Pemilu 2024, Ini Penjelasannya
Dia menegaskan, pemilu itu harus dihadapi dengan logika dan memiliki program. Ternyata diantara pilihan politik yang berbeda diantara partai, mereka dipertemukan karena adanya gagasan yang sama soal pemilu proporsional terbuka.
Sementara itu, Analis politik Pangi Syarwi Chaniago mengungkapkan adanya kelemahan dan kelebihan dari sistem proporsional tertutup. Adapun kelemahannya, pertama, sistem proporsional tertutup mengurangi interaksi dan intensitas kader partai dengan pemilih.
Di mana Calon legislatif (caleg) yang terpilih bakal jarang turun bersosialisasi, menyapa dan menyalami masyarakat secara langsung, sebab caleg yang terpilih bertanggung jawab langsung kepada partai bukan konstituen.
"Sumber kekuasaan bukan daulat 'rakyat', tapi daulat 'elite' parpol," terangnya.
Selain itu, sistem proporsional tertutup juga cenderung membuat caleg tidak mau bekerja keras untuk mengkampanyekan dirinya dan partai. ia menambahkan sistem proporsional tertutup cenderung kurang sesuai untuk partai baru dan partai kecil yang belum terlalu dikenal.
Di berujar sistem itu juga belum cocok untuk partai populis yang belum kuat dan belum tumbuh secara merata sistem kaderisasinya. Selain itu, akan membuat penguatan oligarki di internal partai politik dan memungkinkan adanya pengutamaan kelompok dan golongan tertentu.
"Proporsional tertutup dikhawatirkan seperti memilih kucing dalam karung, pemilih banyak enggak kenal dengan daftar list nama calegnya. Sebab pemilih tidak merasa dekat dengan pemilihnya," ungkapnya.
Kendati demikian, Pangi menilai munculnya keinginan kembali ke desain sistem pemilu proporsional tertutup merupakan koreksi dan kritik terhadap penyelenggaraan sistem proporsional terbuka. Menurutnya, kompleksitas dan realitas sistem pemilu proporsional terbuka cenderung terkesan melemahkan partai politik.
"Sistem proportional terbuka kekuatan ada pada figur kandidat populis, melemahkan partai politik, tidak ada pembelajaran dan tidak menghormati proses kaderisasi di tubuh partai politik. Sementara proporsional tertutup menguatkan institusi kelembagaan partai politik," lanjutnya.
Sebelumnya, Delapan partai politik yang ada di DPR menyatakan sikap menolak pemilihan umum (Pemilu) dengan sistem proporsional tertutup. Hal itu ditetapkan usai melakukan pertemuan bersama di Jakarta Selatan, Minggu (8/1/2023).
Adapun kedelapan parpol itu adalah Partai Golkar, NasDem, PKB, Gerindra, Demokrat, PKS, PPP, PAN. Sementara PDIP terpantau tak ikut dalam pernyataan sikap para partai politik ini terkait sitem di Pemilu 2024.
"Pada siang hari ini, kita delapan partai politik bersatu untuk kedaulatan rakyat. Tentu pertemuan ini bukan merupakan pertemuan pertama saja, namun tadi bersepakat bahwa pertemuan inj akan dilanjutkan secara berkala, untuk mengawal sikap partai politik ini," ujar Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Minggu (8/1/2023).
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: