Kamis, 08 DESEMBER 2022 • 09:00 WIB

Keterangan Ahli: Kelangkaan Minyak Goreng Disebabkan Kebijakan Harga Eceran Tertinggi

Author

Warga berburu minyak goreng. (ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/hp)

Saksi Ahli Birokrat dan Ekonom, Lukita Tuwo menyebutkan bahwa penyebab langkanya minyak goreng adalah karena kebijakan harga eceran tertinggi (HET) yang tidak dibarengi dengan ekosistem yang memadai. 

Selain itu, Lukita menyebut, tidak ada lembaga yang mengontrol produksi sampai ke konsumen pemakainya. Hal tersebut disampaikan Lukita dalam sidang lanjutan kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya.

"Kelangkaan tidak disebabkan oleh tindakan produsen kelapa sawit ekspor ini lebih kepada penetapan kebijakan HET yang tidak disertai oleh kelengkapan persyaratan agar kebijakan HET bisa jalan," kata Lukita di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (7/12/2022).

Lebih lanjut, diungkapkan Lukita, kebijakan HET bisa saja berhasil. Asalkan pemerintah mempunyai lembaga seperti PT Pertamina (Persero) untuk minyak goreng. 

"Itu buat saya bahwa kelangkaan lebih terkait kebijakan HET yang tidak dilengkapi prasyarat lainnya, antara lain keberadaan lembaga seperti Pertamina yang memproduksi dan mengontrol distribusi sampai ke tingkat konsumen," ungkapnya. 

Hal senada diungkapkan oleh Tim Asistensi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Malarangeng. Dalam kesaksiannya ia mengungkapkan, kebijakan kontrol harga (price control) dapat menyebabkan kelangkaan minyak goreng. 

Dia mengatakan minyak goreng tidak bisa disamakan dengan bahan bakar minyak (BBM). Sebab, distribusi BBM terpusat di PT Pertamina (Persero). 

"Susah apalagi kalau kita melakukan lewat seperti tadi kontrol harga yang tidak tepat, menurunkan harga jauh di bawah harga produksi tanpa penguasaan ekosistem distribusinya kalau itu di negara komunis price control mendatangkan kelangkaan barang," jelas Rizal.

Baca Juga: BREAKING NEWS! Gempa Magnitudo 5,8 Guncang Sukabumi, Terasa hingga ke Jakarta

Lebih lanjut, Rizal menjelaskan, kebijakan kontrol harga bisa efektif apabila terdapat ekosistem yang memadai. Menurut Rizal, tidak ada ekosistem yang baik dalam penerapan kebijakan kontrol harga minyak goreng di Indonesia. 

"Yang saya lihat di migor, tidak ada ekosistem yang dipersiapkan demgan baik, sehingga price control yang ditetapkan yang dibawah harga produksi yang normal, membuat kelangkaan sebagai sebuah theoritical possibility yang nyata," katanya.

Menanggapi keterangan Rizal, Penasihat Hukum Terdakwa Master Parulian Tumanggor, Patra mengatakan keterangan Rizal semakin membuat terang perkara minyak goreng. Bahwa terdakwa tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas terjadinya kelangkaan minyak goreng. 

"Salah alamat kalau Penuntut Umum meminta pertanggunjawaban kelangkaan minyak goreng terhadap klien kami," kata Patra.

Baca Juga: Kapolri Kerahkan Seluruh Satgas Usut Kasus Bom Bunuh Diri Polsek Astana Anyar

Adapun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) merugikan negara sejumlah Rp18.359.698.998.925 (Rp18,3 triliun). 

Lima terdakwa dimaksud yakni ialah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor. 

Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.

Artikel Menarik Lainnya:

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: