Saadi Gaddafi putra mantan pemimpin Muammar Gaddafi yang terbunuh saat penggulingan selama pemberontakan 2011, dibebaskan oleh otoritas Libya.
Berita pembebasan Saadi Gaddafi ini menurut sumber resmi Libya dan sumber pemerintah persatuan, Minggu (5/9/2021).
Saadi Gaddafi melarikan diri ke Niger selama pemberontakan yang didukung oleh NATO, namun ia diekstradisi ke Libya pada 2014 dan sejak saat itu mendekam di penjara Tripoli.
Saadi Gaddafi langsung berangkat menuju Istanbul dengan menggunakan pesawat, menurut sumber resmi.
Libya mengalami kekacauan, perpecahan dan kekerasan selama satu dekade pascapemberontakan.
Menurut Reuters, Pemerintah Persatuan Nasional (GNU) dilantik pada Maret sebagai bagian dari upaya perdamaian yang juga dimaksudkan untuk menggelar rencana pemilu pada Desember.
Pembebasan Saadi Gaddafi merupakan 'buah' dari perundingan yang melibatkan tokoh suku senior dan Perdana Menteri Abdulhamid Dbeibeh, menurut sumber resmi.
Sumber lainnya menyebutkan bahwa perundingan itu juga menyertakan mantan Menteri Dalam Negeri Fathi Bashagha.
Pada 2018 kementerian kehakiman mengatakan Saadi Gaddafi dinyatakan tidak bersalah atas "pembunuhan, penipuan, ancaman, perbudakan dan pencemaran nama baik mantan pemain sepak bola Bashir Rayani."
Surat kabar New York Times pada Juli mengatakan telah mewawancarai saudara Saadi, Saif al-Islam Gaddafi, yang ditahan selama bertahun-tahun di Kota Zintan lantaran pendukungnya mengindikasikan bahwa ia akan mencalonkan diri dalam pemilu presiden yang rencananya akan digelar pada Desember.
Tapi Al-Saadi Gaddafi, anak ketiga Muammar, ingin memilih jalan hidup yang berbeda. Dia memiliki minat dan passion yang kuat di olahraga khususnya sepakbola. Dia memulai karier profesionalnya pada 2000 di usia yang sudah menginjak 27 tahun. Waktu yang cukup telat bagi seseorang yang ingin berkarier secara serius di dunia sepakbola.
Al-Ahly Tripoli menjadi tim pertamanya. Di sana, ia didapuk menjadi kapten tim. Saadi juga adalah seorang kapten untuk timnas Libya medio 2000an. Mungkin penunjukkan itu lebih karena status dia sebagai anak dari politisi paling kontroversial di Libya.
Saadi begitu jatuh cinta dengan sepakbola Italia dan merupakan seorang Juventini. Dia bahkan membujuk sang ayah untuk membeli saham minoritas Juventus pada 2002. Dengan alasan kecintaannya tersebut, Saadi tentu saja bercita-cita bermain di Serie A suatu saat nanti.
Kesempatan itu benar-benar datang kepadanya pada 2003. Ketika itu Perugia dipimpin oleh Luciano Gaucci, pengusaha gila yang sering berselisih dengan federasi dan juga keputusannya yang sarat kontoversi. Salah satu yang paling diingat adalah ketika ia mencoret Ahn Jung Hwan dari Perugia. Alasannya sepele, sebab pemain asal Korea Selatan ini merupakan pencetak gol kemenangan Korea atas Italia pada Piala Dunia 2002.
Setahun setelah insiden itu, Gaucci kembali berulah. Ia mengabulkan angan-angan random di benaknya tentang merekrut anak diktator Libya untuk bermain di klubnya. Perekrutan ini pun menimbulkan tanda tanya besar. Saadi bukanlah pemain bintang di Al-Ahly Tripoli. Ia mungkin mencetak beberapa gol, tapi jumlahnya tidak cukup bagus untuk raihan striker tengah dalam jangka waktu tiga musim.
Kecurigaan langsung mengemuka, banyak orang yang tentu saja berpikir kalau Gaucci merekrut Saadi hanya karena nama dia sebagai anak dari Muammar Gaddafi saja, bukan karena bakatnya.
Teori konspirasi banyak bertebaran, banyak yang menganggap perekrutan ini ada sangkut pautnya dengan politik Italia dan Libya.
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: