Hakim Muhammad Yusuf Kurangi Hukuman Jaksa Pinangki dari 10 Tahun Jadi 4 Tahun, Ada Apa?
Nama hakim tinggi Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, Muhammad Yusuf SH, MH menuai sorotan usai memangkas hukuman terhadap jaksa Pinangki Sirna Malasari, dari semula 10 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara, dalam kasus penerimaan suap, permufakatan jahat, dan pencucian uang yang ia terima dari Djoko Tjandra.
Berdasarkan penelusuran Indozone.id, Muhammad Yusuf menjabat sebagai hakim tinggi di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta saat ini. Golongan pangkatnya adalah Pembina Utama IV/e. Ia lahir di Sumedang pada 18 Oktober 1955.
Dalam putusannya, Yusuf bersama dengan hakim anggota, yakni Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Renny Halida Ilham Malik, menyebutkan berbagai alasan mengapa hukuman Pinangki dikurangi.
Yang pertama, adalah karena Pinangki mengaku bersalah dan mengatakan menyesali perbuatannya serta telah mengikhlaskan dipecat dari profesi sebagai jaksa.
"Oleh karena itu ia masih dapat diharapkan akan berperilaku sebagai warga masyarakat yang baik," demikian isi putusan tersebut seperti dilansir laman putusan Mahkamah Agung pada Senin (14/6/2021)
Alasan yang kedua, yakni karena Pinangki adalah seorang ibu dari anak yang masih balita (berusia empat tahun), sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan.
Pertimbangan lain adalah Pinangki sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.
"Bahwa perbuatan terdakwa tidak terlepas dari keterlibatan pihak lain yang turut bertanggung jawab, sehingga kadar kesalahannya memengaruhi putusan ini. Bahwa tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum selaku pemegang azas Dominus Litus yang mewakili negara dan pemerintah dianggap telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat," tambah hakim.
Sebelumnya JPU Kejaksaan Agung menuntut Pinangki divonis selama empat tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Namun majelis hakim Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 8 Februari 2021 menjatuhkan vonis 10 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Pinangki Sirna Malasari karena terbukti menerima suap 500 ribu dolar AS, melakukan pencucian uang, dan permufakatan jahat terkait perkara Djoko Tjandra.
Dalam perkara ini, Pinangki terbukti melakukan tiga perbuatan pidana, yaitu pertama terbukti menerima suap sebesar 500 ribu dolar AS dari terpidana kasus "cessie" Bank Bali Djoko Tjandra.
Uang itu diberikan dengan tujuan agar Djoko Tjandra dapat kembali ke Indonesia tanpa harus dieksekusi pidana dua tahun penjara berdasarkan putusan Peninjauan Kembali No. 12 tertanggal 11 Juni 2009.
Pinangki ikut menyusun "action plan" berisi 10 tahap pelaksanaan untuk meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) atas putusan Peninjauan Kembali (PK) Djoko Tjandra dengan mencantumkan inisial "BR" yaitu Burhanuddin sebagai pejabat di Kejaksaan Agung dan "HA" yaitu Hatta Ali selaku pejabat di MA dengan biaya 10 juta dolar AS namun baru diberikan 500 ribu dolar AS sebagai uang muka.
Perbuatan kedua, Pinangki dinilai terbukti melakukan pencucian uang senilai 375.279 dolar AS atau setara Rp5.253.905.036.
Uang tersebut adalah bagian dari uang suap yang diberikan Djoko Tjandra. Bentuk pencucian uang antara lain dengan membeli mobil BMW X5 warna biru, pembayaran sewa apartemen di Amerika Serikat, pembayaran dokter kecantikan di AS, pembayaran dokter "home care", pembayaran sewa apartemen, dan pembayaran kartu kredit.
Perbuatan ketiga adalah Pinangki melakukan permufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya, Anita Kolopaking, dan Djoko Tjandra untuk menjanjikan sesuatu berupa uang sejumlah 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejagung dan MA untuk menggagalkan eksekusi Djoko Tjandra yang tertuang dalam "action plan".
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: