Anggota Komisi I DPR RI Sukamta berharap pemerintah hati-hati terkait kebijakan pemberian visa elektronik (e-visa) untuk warga negara subjek "calling visa" bagi Israel karena mengarah pada normalisasi hubungan dengan Israel.
"Semakin dinormalisasi maka Israel semakin brutal terhadap warga Palestina yang dijajah. Pemerintah Indonesia jangan berkompromi, jangan mengarah kepada berteman kepada Israel," ujar Sukamta saat memberikan interupsi dalam Rapat Paripurna DPR RI, di Kompleks Parlemen, seperti dikutip Antara, Jumat (11/12/2020).
Menurut dia, seharusnya Indonesia mengisolasi Israel dengan tidak membuka hubungan bukan memberikan ruang menjadi teman seperti kebijakan pemberian visa tersebut.
Politikus PKS itu mengingatkan, amanat konstitusi adalah mendukung kemerdekaan bangsa-bangsa dan Indonesia memperjuangkan perdamaian abadi berdasarkan kemerdekaan.
"Saya berharap sikap pemerintah Indonesia terus konsisten menghapuskan penjajahan di dunia dan membela negara yang masih dijajah. Satu-satunya negara yang terjajah sekarang adalah Palestina," ungkap dia.
Politisi PKS itu berharap pemerintah Indonesia tidak kompromi terkait kebijakan visa tersebut walaupun dengan alasan untuk mencari investasi.
Sebelumnya, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memastikan bahwa pelayanan permohonan visa elektronik (e-Visa) bagi orang asing subyek "calling visa" akan diawasi dengan ketat.
Kepala Biro Humas Hukum dan Kerjasama Kemenkumham Heni Susila Wardoyo memastikan, hingga saat ini tidak ada pengajuan e-Visa dari warga negara Israel.
Heni mengatakan, dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta pada Minggu (29/11/2020), proses pemeriksaan permohonan eVisa bagi warga negara subjek "calling visa" dilakukan tidak hanya melibatkan tim penilai dari Kemenkumham saja.
Namun menurut dia juga melibatkan dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Ketenagakerjaan, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara, Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia, dan Badan Narkotika Nasional.
"Tim akan rapat koordinasi untuk menilai apakah seseorang layak atau tidak untuk diberikan visa, jadi pemberian visa kepada warga negara dari subjek 'calling visa' sangat teliti dan ketat, serta sangat mungkin untuk dilakukan penolakan," ungkap Heni.
Dia menambahkan, pelayanan eVisa untuk negara subjek "calling visa" itu sudah berlaku sejak lama yaitu tahun 2012 dan diperuntukkan hanya untuk warga negara tertentu.
Layanan itu diberlakukan dengan persyaratan ketat karena diperuntukkan bagi warga negara yang dinilai memiliki tingkat kerawanan tertentu.
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: