Kamis, 10 DESEMBER 2020 • 16:38 WIB

Aprobi Dukung PMK 191/2020, karena Mampu Perkuat Program Hilir Sawit

Author

Pekerja menurunkan Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari dalam truk pengangkutan di tempat penampungan Desa Leuhan, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh.(ANTARA/SYIFA YULINNAS)

Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (APROBI) mendukung komitmen pemerintah dalam Program B30 melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/2020, sebab akan meningkatkan serapan minyak sawit di dalam negeri.

Ketua Umum Aprobi MP Tumanggor menyatakan, di tengah lesunya pasar ekspor sawit, biodiesel menjadi penyeimbang antara produksi dan permintaan sehingga tren harga sawit terus positif menjelang akhir 2020.

“Kami mendukung penyesuaian tarif pungutan di dalam PMK Nomor 191/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Aturan ini semakin memperkuat program hilir sawit di tahun depan," tutur Tumanggor seperti dikutip Antara, Kamis (10/12/2020).

Dia menambahkan, konsumsi domestik akan meningkat seiring keberlanjutan B30 yang rencananya ditingkatkan menjadi B40. Targetnya, kata dia, mandatori biodiesel akan menyerap pemakaian minyak sawit 9,2 juta kiloliter pada 2021.

Penggunaan biodiesel di dalam negeri mampu menyerap produksi minyak sawit dan Tandan Buah Segar (TBS) sawit  petani yang dampaknya, harga CPO menjelang akhir tahun di atas 800 dolar AS per metrik ton, sedangkan harga TBS petani rerata di atas Rp1.700 per kilogram bahkan mampu tembus Rp2.000 per kilogram.

Tumanggor memaparkan, pungutan ekspor sawit telah dirasakan manfaatnya bagi industri sawit, di bawah pengelolaan BPDPKS yang profesional, mulai dari pengusaha, petani, peneliti, dan masyarakat dapat memanfaatkan dana program sawit.

“Tidak benar bahwa pungutan ekspor lebih banyak disalurkan kepada perusahaan. Karena dana ini juga dimanfaatkan bagi pengembangan sawit petani dan pemangku kepentingan lain,” tutur dia.

Sementara Ketua Harian APROBI Paulus Tjakrawan, berharap pemerintah dapat merealisasikan peningkatan mandatori biodiesel menjadi B40 sehingga dapat menekan impor bahan bakar minyak, penghematan devisa, dan memperkuat ketahanan energi.

Kini, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang melakukan kajian terhadap Biodiesel 40 persen (B40) untuk bahan bakar kendaraan bermotor bermesin diesel.

“Dengan penyesuaian tarif pungutan, mandatori biodiesel terus berlanjut. Harapannya dapat ditingkatkan menjadi B40 pada tahun depan. Jika mandatori naik, konsumsi sawit di pasar domestik akan tumbuh. Ini lebih menguntungkan perekonomian Indonesia,” ujar Paulus.

Sedangkan, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung menyatakan, petani sedang menikmati harga TBS yang bagus sebagai dampak keberhasilan program Mandatori B30.

"Sebentar lagi akan ke B40 yang diharapkan semakin memberikan dampak positif kepada industri sawit dan ekonomi negara,” kata Gulat.

Gulat menjelaskan, kebijakan pemerintah menyesuaikan kenaikan tarif pungutan ekspor bertujuan menjaga keberlanjutan program sawit. Program yang dikelola BPDPKS ini mendukung B30, peremajaan sawit, peningkatan SDM, riset, dan promosi.

Menurutnya, jika tarif pungutan ekspor tidak disesuaikan dengan kenaikan harga CPO dampaknya, program B30 yang sudah berjalan akan mandeg. Hal itu mengakibatkan stok CPO dalam negeri melimpah, tanki penampungan CPO penuh, dan TBS Petani tidak dibeli pabrik.

Sebagai solusinya, Gulat mengusulkan kebijakan bea keluar ditunda sebagai langkah relaksasi bagi industri sawit di kala pandemi karena mereka terbebani dua kali pungutan yaitu bea keluar dan pungutan ekspor.

Artikel Menarik Lainnya:

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: