Dalam masa sulit ini pemerintah dituntut untuk mengambil langkah cepat dan tepat dalam mengatasi berbagai hambatan yang dihadapi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang terdampak selama masa pandemi virus corona (Covid-19).
Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua DPR-RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmat Gobel. Menurutnya penyelamatan UMKM perlu disegerakan karena mereka menjadi penyedia lapangan kerja dan penyumbang Pendapatan Domestik Bruto (PDB) terbesar, dan penyeimbang ekonomi dalam kondisi kritis dan rentan.
"Pemulihan UMKM krusial bagi keselamatan ekonomi nasional, termasuk untuk menahan laju peningkatan angka kemiskinan yang dikhawatir menuju ke titik ekstrem. Data menunjukkan, sebagian besar tenaga kerja Indonesia ada di sektor ini, dan kontribusinya terhadap PDB juga sangat besar," kata Rachmat melalui keterangan resminya, Senin (6/7/2020).
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah masyarakat yang terjun ke sektor UMKM meningkat pesat sehingga mampu menyerap sekitar 97% tenaga kerja. Pada tahun 2010, jumlah pelaku usaha di sektor ini di 2015 mencapai 52,8 juta unit, di 2015 naik menjadi 59,3 juta dan 2018 menjadi 64,2 juta unit baik formal dan informal.
Sektor UMKM juga berperan penting dalam pembentukan PDB karena kontribusinya mencapai 61,07%. Sumbangan terhadap investasi juga tinggi mencapai sekitar 60,42%, sedangkan kontribusi terhadap ekspor sekitar 14,37%.
Dalam survei Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), sejak pandemi Covid-19 sekitar 70% UMKM terpaksa menghentikan kegiatan produksi. Sebagian besar mereka berhenti produksi karena terjadi penurunan pesanan selama pandemi Corona, sehingga menimbulkan masalah arus kas yang krusial.
Mantan Menteri Perdagangan tersebut menilai data-data tersebut, harusnya menjadi perhatian pemerintah dan lembaga terkait untuk melakukan kebijakan pemulihan UMKM dan kementrian terakait harus berkoordinasi untuk pencairan dana stimulus untuk membantu UMKM.
"Hilangkan egoisme sektoral antar kementerian maupun lembaga, serta lembaga penegak hukum dan pengawasan yang begitu kuat, agar tidak ada gap (jarak) dalam penyelesaian administrasi pencairan anggaran," ujarnya.
Untuk mendukung mereka, pemerintah harus melakukan langkah konkret untuk mengantisipasi potensi terjadinya krisis ekonomi nasional karena Covid-19 di tengah dampak krisis UMKM yang masif. Mengantisipasi itu, UMKM harus diberikan akses untuk ikut serta dalam pengadaan barang atau jasa (PBJ).
Rachmat menegaskan agar pemerintah melakukan langkah konkret untuk mengantisipasi potensi terjadinya krisis ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19, karena ancaman dampak krisis terhadap sektor UMKM kian masif. Mereka bisa dipermudah untuk akses dan biaya mendapatkan sertifikasi yang merupakan syarat wajib ikut lelang PBJ.
"Kalau perlu lakukan revisi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah, agar UMKM lebih mudah ikut dalam lelang belanja barang atau jasa yang diselenggarakan instansi pemerintah, " ungkap Rachmat.
Diketahui, melalui dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), pemerintah telah menganggarkan dana APBN sebesar Rp123,46 triliun untuk stimulus UMKM. Namun, realisasi pencairan dana ini masih sangat kecil, baru sekitar Rp250,16 miliar atau 0,205 %.
Pada 1 Juli lalu, penyerapan PEN tersebut berasal dari pembiayaan modal kerja kepada koperasi melalui LPDB-KUMKM sekitar Rp237,2 miliar, dan subsidi bunga KUR sebesar Rp12,96 miliar.
Adapun alokasi anggaran PEN untuk sektor KUKM sebesar Rp123,46 triliun terbagi untuk subsidi bunga sebesar Rp35,28 triliun, belanja imbal jasa penjamin Rp5 triliun, PPh final UMKM ditanggung pemerintah Rp2,4 triliun, penempatan dana untuk restrukturisasi Rp78,78 triliun, penjaminan untuk modal kerja Rp1 triliun, dan pembiayaan koperasi melalui LPDB-KUMKM Rp1 triliun.
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: