Kamis, 13 MARET 2025 • 08:35 WIB

Rodrigo Duterte Ditahan ICC atas Tuduhan Pembunuhan dalam Perang Melawan Narkoba

Author

Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte.

INDOZONE.ID - Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, resmi ditahan oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) pada Rabu (12/3/2025). Dia ditangkap di Manila atas tuduhan pembunuhan dalam operasi perang melawan narkoba yang menewaskan ribuan orang.

Dalam sebuah video yang dibagikan di halaman Facebook pribadinya dan seorang penasihat dekatnya, Duterte mengatakan bahwa dia adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas aparat penegak hukum dan militer.

"Saya telah mengatakan kepada mereka bahwa saya akan melindungi mereka dan bertanggung jawab atas semua ini," tulis Rodrigo Duterte seperti dilansir Channel News Asia, Kamis(13/3/2025). 

Pria berusia 79 tahun itu menjadi mantan kepala negara pertama di Asia yang menghadapi dakwaan di ICC.

Baca Juga: Mantan Presiden Filipina Dibawa ke Den Haag Terkait Kasus Perang Narkoba ICC

Dalam pernyataannya, ICC menyebut bahwa Duterte telah diserahkan ke dalam tahanan Pengadilan Kriminal Internasional, setelah ditangkap oleh otoritas Filipina atas tuduhan pembunuhan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pada hari yang sama, Duterte tiba di Bandara Rotterdam dengan pesawat sewaan dan langsung dibawa ke unit tahanan di pesisir Belanda. Dalam beberapa hari ke depan, ia dijadwalkan menjalani sidang perdana di hadapan hakim ICC di Den Haag.

Tuduhan Kejahatan terhadap Kemanusiaan

Rodrigo Duterte. (REUTERS/Lisa Marie David)

Duterte, yang menjabat dari 2016 hingga 2022, menghadapi tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan karena diduga memimpin pasukan eksekutor dalam operasi anti-narkoba yang brutal.

Dalam surat perintah penangkapan, ICC menuduh bahwa selama masa kepemimpinannya, Duterte membentuk, mendanai, dan mempersenjatai kelompok-kelompok pembunuh bayaran untuk mengeksekusi para pengguna dan pengedar narkoba.

Saat ditangkap di Manila, Duterte mempertanyakan dasar hukum penahanannya.

"Apa dasar penahanan saya? Apa kejahatan yang saya lakukan?" tanyanya dalam video yang direkam saat penangkapannya.

Seorang petugas yang membacakan hak-haknya menjelaskan bahwa ia ditahan berdasarkan surat perintah ICC atas tuduhan pembunuhan, yang kemudian dijawab Duterte "pasti lebih dari satu pembunuhan".

Protes dan Dukungan

Para pendukung mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte menunggu kedatangannya di Penjara Scheveningen setelah penahanannya atas permintaan Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag, 12 Maret 2025.

Di Den Haag, sekitar 20 orang berkumpul di luar kantor ICC untuk menyuarakan tuntutan keadilan bagi para korban perang narkoba di Filipina.

Mereka membawa spanduk bertuliskan "Kami menuntut keadilan dan pertanggungjawaban, Rodrigo Duterte adalah penjahat perang". Beberapa demonstran bahkan membawa topeng besar bergambar wajah Duterte sebagai vampir.

Salah satu pengunjuk rasa, Menandro Abanes, menyatakan bahwa penangkapan ini adalah kemenangan besar bagi rakyat Filipina.

"Ini adalah momen bersejarah bagi kita. ICC akhirnya bertindak untuk mengakhiri impunitas," ujarnya.

Namun, tidak semua orang menyambut baik penangkapan ini. Sejumlah pendukung Duterte juga berkumpul di depan pengadilan dengan nada protes.

"Mereka menyerahkan pemimpin kita ke orang asing. Mereka telah mempermalukan negara kita," ujar salah satu pendukungnya, Janet Suliman.

Harapan Keadilan bagi Keluarga Korban

Rodrigo Duterte. (photo/REUTERS/Eloisa Lopez)

Bagi keluarga korban perang narkoba di Filipina, penangkapan ini menjadi titik terang dalam perjuangan panjang mereka untuk mendapatkan keadilan.

Selama masa pemerintahan Duterte, pemerintah Filipina mencatat sekitar 6.200 tersangka tewas dalam operasi anti-narkoba. Namun, kelompok HAM mengklaim jumlah sebenarnya jauh lebih tinggi, dengan ribuan korban lainnya tewas dalam eksekusi misterius.

"Dia masih beruntung bisa menjalani proses hukum, berbeda dengan para korban yang ditembak mati tanpa proses pengadilan,” kata Mary-Grace Labasan, seorang aktivis HAM yang turut berunjuk rasa di Den Haag.

Baca Juga: Fakta-fakta Penangkapan Eks Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Buntut Perang Berdarah Lawan Narkoba

Momen Penting bagi ICC

International Criminal Court (ICC) di Den Haag, Belanda. (hrw.org)

Penangkapan dan penahanan Duterte dianggap sebagai tonggak penting bagi ICC, yang selama ini kerap mendapat kritik dan tekanan politik dari negara-negara besar.

"Ini adalah kesempatan bagi ICC untuk membuktikan bahwa mereka dapat menangani kasus besar dan melakukan penangkapan,” ujar Iva Vukusic, asisten profesor sejarah internasional di Universitas Utrecht.

Selain Duterte, ICC juga telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap tokoh-tokoh besar lainnya, termasuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu atas dugaan kejahatan perang di Gaza serta Presiden Rusia Vladimir Putin yang dituduh melakukan deportasi paksa anak-anak Ukraina. Keduanya membantah tuduhan tersebut.

Dalam beberapa bulan terakhir, ICC juga mengajukan permintaan penangkapan bagi sejumlah pemimpin senior di Afghanistan dan Myanmar.

Langkah Hukum Keluarga Duterte

Wakil Presiden Filipina Sara Duterte. (channelnewsasia.com)

Sementara itu, putri Duterte yang juga menjabat sebagai Wakil Presiden Filipina, Sara Duterte, dilaporkan telah terbang ke Amsterdam. Kantornya tidak memberikan keterangan lebih lanjut tentang tujuan atau durasi perjalanannya ke Belanda.

Mantan Menteri Tenaga Kerja Filipina, Silvestre Bello, yang juga merupakan salah satu pengacara Duterte, mengatakan bahwa tim hukum akan bertemu untuk menentukan langkah selanjutnya, termasuk mencari tahu di mana Duterte akan ditahan dan apakah mereka bisa mengaksesnya.

Putri bungsu Duterte, Veronica, juga berencana mengajukan permohonan habeas corpus ke Mahkamah Agung Filipina agar pemerintah membawa kembali ayahnya. Langkah ini akan didampingi oleh Salvador Panelo, mantan penasihat hukum Duterte.

Penangkapan Duterte menandai perubahan besar dalam dinamika politik Filipina, terutama bagi keluarganya yang sebelumnya memiliki pengaruh kuat.

Aliansi antara keluarga Duterte dan Presiden Ferdinand Marcos Jr. yang dulu solid kini mulai retak, terutama setelah pemakzulan Sara Duterte dari jabatannya bulan lalu oleh loyalis Marcos.

"Penangkapan ini menunjukkan bahwa keadilan internasional bukan hanya konsep Barat, tetapi bersifat universal," kata Gilbert Andres, pengacara yang mewakili keluarga korban pembunuhan terkait narkoba.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Channelnewsasia.com