INDOZONE.ID - Ditreskrimsus Polda DIY telah menyita dua unit alat berat ekskavator merk Kobelco yang digunakan untuk aktivitas penambangan ilegal serta menutup lokasi tersebut yakni di pertambangan tanah uruk di Kapanewon Gedangsari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tepatnya, berada di Padukuhan Rejosari RT 25 RW 05, Kelurahan Serut. Lokasi tersebut merupakan bekas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) hingga Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB) atas nama CV Swastika Putri.
Selain alat excavator, 5 unit truk dan nota penjualan terhadap penambangan tanah urug tidak sesuai perizinan (ilegal) juga disita.
Baca Juga: 32 Tambang Ilegal di DIY, DPRD Desak Pemda Berlaku Tegas
Dirreskrimsus Polda DIY Kombes Pol Idham Mahdi mengungkapkan bahwa penindakan terhadap penambangan ilegal tersebut telah dilakukan pada Senin (15/7/2024) sekitar pukul 12.00 WIB.
Saat memeriksa di lokasi, polisi menyatakan memang kegiatan penambangan yang dilakukan tidak sesuai dengan prosedur yang telah diberikan.
“Setelah itu, kita langsung koordinasi dengan Dinas PUPESDM DIY terkait perizinan dan titik koordinat penambangan, hasilnya lokasi yang terdata masih dalam tahapan eksplorasi, tetapi sudah melakukan operasi produksi,” kata Idham saat jumpa pers di Kantor BP3 ESDM DIY, Senin (22/7/2024).
Selain menyita barang bukti, sebelumnya polisi juga memeriksa sejumlah Saksi. Para saksi tersebut diantaranya pengelola inisial MHS, dua operator ekskavator, seorang pembantu, lima sopir truk, dan lima warga sekitar.
Lanjut Idham juga menyebut, tidak menutup kemungkinan akan ada tambahan pihak yang akan diperiksa. Meski demikian prosesnya sudah masuk tahap penyidikan.
Baca Juga: Sultan HB X Instruksikan 32 Tambang Ilegal di DIY Ditutup
“Saat ini kami masih terus mendalami untuk menyimpulkan dan menentukan tersangka dan pelakunya," tambah Idham.
WIUP Sudah Berakhir April 2024
Telah diketahui, berdasarkan data dari Dinas PUPESDM, CV Swastika Putri mengajukan WIUP pada bulan Oktober 2023. Namun WIUP itu berlaku hanya enam bulan dan berakhir pada April 2024.
“Sejak adanya pengajuan WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan) itu, tidak ada lagi aktivitas pengajuan izin lain. Seperti pengajuan lingkungan hidup dan peningkatan eksplorasi,” ungkap Idham.
Para tersangka nantinya dijerat Pasal 158 atau Pasal 160 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Kemudian pada Pasal 158 UU tersebut disebutkan orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
Sebelumnya, Kepala Dinas PUPESDM DIY Anna Rina Herbranti juga telah mencatat ada 32 tambang ilegal di wilayah DIY.
Rincinya 12 tambang ilegal beroperasi di wilayah darat dan 20 tambang ilegal ada di wilayah sungai.
Baca Juga: Diduga Belum Punya Izin Lingkungan, Warga Desak Tambang di Gunungkidul Tutup
"Rata-rata jenis yang ditambang ini yaitu tanah uruk dan sirtu (pasir batu)," sebutnya.
Adapun terkait tambang Kapanewon Gedangsari, Gunungkidul tersebut, Dinas PUPESDM DIY mengklaim sudah melayangkan surat imbauan untuk menghentikan proses penambangan pada (18/1/2024). Namun pengelola tambang tak mengindahkan peringatan tersebut.
"Artinya memang tidak ada niatan baik untuk mengurus izin. Padahal luasan tambang di Gedangsari itu sekitar empat hektare," ungkapnya.
Kendati demikiam, Pemprov DIY sendiri tidak melarang adanya penambangan dengan catatan sesuai dengan perizinan yang berlaku.
"Karena kasus ini, kami harap kesadaran semua pihak bahwa pertambangan tanpa izin atau ilegal itu merupakan kriminalitas, termasuk karena ini dapat merusak lingkungan," tandas Anna.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan Dan Wawancara