Rabu, 19 FEBRUARI 2025 • 15:20 WIB

Mengenal Cancel Culture yang Dialami oleh Abidzar Al Ghifari, Aksi Positif atau Sekadar Cyberbullying?

Author

Ilustrasi Cancel culture Abdizar

INDOZONE.ID - Belakangan ini aktor, Abidzar Al Ghifari, sedang menjadi perbincangan. Apalagi kalau bukan aksi cancel culture yang dilakukan oleh sejumlah kelompok masyarakat Indonesia kepada Abidzar dalam perannya yang membintangi film, A Business Proposal.

Film yang diadaptasi dari serial drama Korea dengan judul yang sama itu hanya bertahan 1 minggu saja sejak penayangan perdana pada, Kamis (6/2/2025).

Namun sejak Kamis (13/2/2025), film yang dibintangi oleg Abidzar dan Ariel Tatum tersebut tak lagi menghiasi sejumlah bioskop di Indonesia.

Aksi Cancel Culture yang dilakukan oleh sejumlah masyarakat Indonesia tersebut terjadi tak lepas dari aksi kontroversial Abidzar dalam beberapa kesempatan kala tengah mempromosikan film A Business Proposal.

Baca Juga: Fenomena Horor Lokal: Representasi Budaya di Ladang Cuan dengan Stigma Minim Inovasi

Ya, anak pertama dari pasangan Ustadz Jefri Al Buchori dan Pipik Dian Irawati (Umi Pipik) itu membuat pernyataan yang menyerang penggemar drakor A Business Proposal.

Kini muncul pertanyaan, apa sebenarnya Cancel Culture dan mengapa fenomena ini dapat terjadi? Simak penjelasan INDOZONE di bawah ini.

Apa Sih Sebenarnya Cancel Culture Itu?

Ilustrasi Cancel Culture

Seperti dikutip dari E-Jurnal Undip, Cancel Culture berarti aksi pembatalan yang berkaitan dengan pencabutan dukungan terhadap tokoh masyarakat sebagai tanggapan atas perilaku atau pendapat yang tidak menyenangkan.

Aksi pembatalan yang berkaitan dengan pencabutan dukungan terhadap tokoh masyarakat sebagai tanggapan atas perilaku atau pendapat yang tidak menyenangkan.

Melakukan aksi Cancel Culture dapat diartikan bahwa seseorang atau sekelompok orang telah menghentikan aksi dukungan mereka kepada seseorang atau sekelompok tokoh masyarakat sebagai tanggapan atas perilaku atau pendapat yang tidak menyenangkan.

Baca Juga: 5 Fakta Pembunuhan dan Mutilasi Wanita dalam Koper Merah: Pelaku Suami Siri Korban yang Sakit Hati!

Sementara menurut pandangan dari Sosiolog Universitas Indonesia, Nadia Yovani, menyatakan bahwa Cancel Culture adalah aksi yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk menuntut pertanggungjawaban terhadap aksi kurang etis yang dilakukan oleh tokoh publik.

"Mungkin kalau saya bisa lihat ya, cancel culture itu hanya ada pada saat kita menggunakan internet. Dan cancel culture itu beda dengan cyberbullying," ucap Nadia, kepada INDOZONE.

"Cancel culture biasanya bertujuan untuk seperti meminta pertanggungjawaban orang. Katakanlah dalam hal ini seperti Abidzar, atas tindakan yang dianggap sama publik itu salah atau secara moral gak pas dan tidak etis," lanjutnya.

Mengapa Aksi Cancel Culture Dapat Terjadi?

Screenshot postingan Instagram promosi film A Business Proposal.

Ya, aksi Cancel Culture yang dilakukan para penggemar drakor A Business Proposal terjadi karena adanya sejumlah pernyataan kontroversial yang diutarakan oleh Abidzar. Pernyataan yang dinilai oleh para penggemar drakor tersebut menyerang mereka.

Situasi tersebut lantas membuat para penggemar drakor A Business Proposal pun akhirnya menyerukan Cancel Culture dengan memboikot terhadap film yang dibintangi oleh Abidzar tersebut.

Menurut pandangan dari Nadia, fenomena Cancel Culture yang dialami oleh Abidzar sendiri tak lepas dari indikator yang dimiliki oleh para penggemar drakor.

Hal yang mana dianggap oleh para penggemar drakor, Abidzar tak cocok memerangkan film yang terinspirasi dari drakor, sehingga munculnya Cancel Culture.

"Nah, kalau saya lihat Abidzar itu mencoba untuk remake film Business Proposal, mungkin dia hanya fokus pada ceritanya aja. Tapi buat mereka yang penonton drakor tentu bisa membedakan antara apa yang dibuat oleh Abidzar dengan drakornya itu sendiri," jelas Nadia.

"Saya sih bukan penonton drakor ya, tapi menurut saya secara sosiologis itu kayaknya ada satu indikator yang disebut dengan drakor, Abidzar itu menurut penonton tidak sesuai, sehingga muncul cancel culture."

"Nah ini biasanya munculnya di digital society. Jadi nggak nyerang langsung ke siapa Abidzarnya, tapi menurut saya mungkin para penonton drakor itu bisa melihat ini beda," imbuhnya.

Baca Juga: Kasus Pemerasan DWP, Kapolda Metro Jaya Perlu Ikut Diusut

Apa Bedanya Cancel Culture dengan Cyberbullying?

Ilustrasi Cancel Culture.

Fenomena Cancel Culture yang dialami oleh Abidzar pun belakangan mulai dikait-kaitkan dengan aksi cyberbullying. Beberapa mulai menilai reaksi penggemar drakor tersebut kepada Abidzar sudah terlalu berlebihan.

Namun apakah Cancel Culture dan Cyberbullying itu sama? Nadia pun lantas memberikan pendapatnya. Ia berujar bahwa adanya perbedaan yang sangat signifikan antara Cancel Culture dengan Cyberbullying.

"Kalau saya lihat, ya memang keduanya sama-sama kejadiannyadi dunia digital atau digital society. Sama-sama memang memberikan tekanan social pressure. Cuma kalau saya lihat tujuannya beda. Metodenya beda, dampaknya juga beda," jelas Nadia.

Menurut pandangannya, Nadia beranggapan bahwa Cancel Culture adalah aksi permintaan tanggung jawab dari seseorang terhadap sebuah tindangan yang dianggap menyalahi aturan atau tak biasa.

"Misalnya, cancel culture itu biasanya seperti minta pertanggungjawaban dari seseorang terhadap tindakan yang dianggap dalam hal ini Abidzar me-remake Business Proposal, dan sebenarnya publik meminta pertanggungjawaban terhadap itu, terhadap Abidzar," ucap Nadia.

"Biasanya kalau cancel culture itu ada boycott gam mah mau nonton film misalnya, atau netizen biasanya tidak mau mendukung, atau kalau si Abidzar ini punya akun IG dia akan unfollow. Itu bentuk dari cancel culture," sambungnya.

Sementara Cyberbullying dinilai Nadia adalah aksi di mana bertujuan untuk lebih menyakiti atau mengintimidasi seseorang, yang memang pada prosesnya keduanya memang terlihat mirip.

"Sedangkan cyberbullying, tujuannya itu lebih kepada menyakiti orang, mengintimidasi atau merendahkan orang. Cuma memang pada prosesnya kelihatannya sama. Tapi kalau emang ini diarahkan ke cancel culture Abidzar harus tahu bahwa yang dibutuhkan publik adalah klarifikasi," jelas Nadia.

"Sedangkan cyberbullying itu gak ada itu istilah unfollow, tapi yang ada akan tetap di situ. Kemudian dia celah-celah abis si akun itu. Isinya ada penghinaan, pelecehan, atau hoax. Lalu kalau di digital society ada istilah doxing, yaitu orang yang sengaja menyebarkan informasi peribadi. Itu kalau cyberbullying," lanjutnya.

Dampak yang Dialami Korban Cancel Culture seperti Apa?

Ilustrasi Cancel Culture

Meski berbeda dengan cyberbullying, fenomena Cancel Culture dinilai Nadia tetap memiliki dampak yang sangat dirasakan terutama terhadap korbannya. Salah satu yang paling parah adalah kehilangan sumber mata pencarian.

"Tentu saja kalau cancel culture itu didiamkan lama-lama publik bisa tolak dia dan dia bisa kehilangan pekerjaan. Reputasinya juga berantakan secara sosial dan dijauhi," ungkap Nadia.

Nadia juga memberikan saran kepada Abidzar yang saat ini menjadi korban Cancel Culture yang dilakukan oleh para penggemar drakor A Business Proposal. Ia berharap fenomena ini dapat membuat Abidzar dapat memperbaiki diri dan lebih hati-hati.

"Tapi tetap menurut saya, Abidzar dalam hal ini masih bisa memperbaiki diri. Gak cukup hanya minta maaf, tapi di film-film selanjutnya harus lebih berhati-hati. Jadi kayak ada second chance untuk dia," lanjutnya.

Seperti Apa Masyarakat Menyikapi Fenomena Cancel Culture?

Aksi Cancel Culture yang dilakukan oleh sejumlah masyarakat Indonesia tersebut terjadi tak lepas dari aksi kontroversial Abidzar.

Bagi Sebagian masyarakat yang netral, memang pasti muncul pertanyaan dalam diri mereka bahwa apa yang harus dilakukan dalam menyikapi munculnya fenomena Cancel Culture ini.

Nadia pun berpesan bahwa sebagai masyarakat harus bijak dalam menentukan sikap dengan adanya fenomena Cancel Culture ini.

"Sebagai masyarakat saya pikir soal menyikapi cancel culture, kalau itu memang menjadi preference dia, semacam social control, mungkin para peminat penonton drakor juga harus kaji ulang benar gak ini," ujar Nadia.

"Biasalah netizen kan maha benar ya. Harus pintar menentukan, apakah ini mempengaruhi atau tidak konsumsi terhadap drakor itu. Artinya sebagai publik tolong cerdaslah. Jangan ikut-ikutan aja. Jangan karena semua orang cancel culture, juga ikut-ikutan cancel culture," lanjutnya.

Nadia juga mengingatkan bahwa masyarakat Indonesia wajib untuk bersikap cerdas dalam menyikapi fenomena Cancel Culture, bukan hanya sekedar ikut-ikutan yang sedang viral saja.

"Jangan karena semua orang senang sama film itu, jadi ikut senang sama film itu. Gak gitu. Tapi cerdas. Kan itu gimana juga entertainment, hiburan untuk yang nonton. Jadi gak benar-benar harus kayak gitu," imbuhnya.

Tanggapan Gen Z terhadap Fenomena Cancel Culture

Ilustrasi Cancel Culture.

Adanya fenomena Cancel Culture yang dialami oleh Abidzar pun juga mendapatkan tanggapan dari para Generasi Z (Gen Z). Reaksi pertama muncul dari Nisa Aziza, salah satu mahasiswa UST asal Jogja jurusan Pendidikan kesejahteraan keluarga UST.

"Reaksinya sih pasti ada pro kontranya ya, kalo aku pribadi asalkan emang aktingnya bagus dan bisa di tonton ya ga masalah sih. Cancel culture itu ga wajib dilakukan karena kasian juga, di balik pembuatan film itu tu ada banyak orang yg terlibat, cukup cancel Abidzar-nya aja menurutku," jelas Nisa.

"Nek dampaknya pastilah ada positifnya bisa membuat Abidzar lebih bijak lagi dalam berkata apalagi dia publik figure kan. Jadi dampak negatifnya mungkin jadi banyak haters dan followers-nya kurang, mudah-mudahan mentalnya ga kena aja sih," sambungnya.

Berikutnya ada Falih Pramana yang merupakan mahasiswa jurusan Ekonomi dari kampus UIN Sunan Kalijaga. Ia berpendapat Cancel Culture yang dialami oleh Abidzar sangat wajar, mengingat sang aktor memang membuat pernyataan yang kontroversial.

"Reaksiku? Ya hal yang wajar sii. Soalnya abidzar berperilaku sombong dan angkuh. Wajar kalau banyak orang yang cancel culture terhadap dia. Tidak wajib. Ambil sisi positifnya. Buang sisi negatifnya. Dan tidak perlu untuk mencintai berlebih (fanatik) terhadap seseorang," ucap Falih.

"Tentu. Dengan melakukan hal tersebut, seorang yang di-cancel culture bisa merefleksikan dirinya. Menyadari bahwa apa yang dilakukannya kurang sesuai. Bisa memberikan efek jera kepada seorang," lanjutnya.

Cancel Culture memang jadi fenomena yang baru di Indonesia, terutama dengan berkembangnya pesatnya media sosial.

Namun sebagai masyarakat Indonesia, tentu kita diwajibkan untuk bisa menyikapinya dengan bijak terhadap fenomena-fenomena baru seperti Cancel Culture ini.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Wawancara Langsung, Analisis Redaksi