Senin, 28 APRIL 2025 • 12:24 WIB

Pejabat Pemerintahan Trump Dorong Perjanjian Perdamaian Rusia-Ukraina Setelah Pertemuan di Vatikan

Author

Presiden AS Donald Trump.

INDOZONE.ID - Pada Minggu, 27 April 2025, pejabat tinggi dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mendesak Rusia dan Ukraina untuk segera mencapai kemajuan dalam perjanjian damai.

Ini terjadi setelah pertemuan satu lawan satu antara Trump dan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, di Vatikan sehari sebelumnya.

Perjanjian damai Rusia-Ukraina pasca pertemuan Vatikan ini menjadi sorotan, mengingat ketegangan yang semakin memuncak.

"Ini harus segera terwujud," ujar Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, dalam sebuah wawancara.

"Kita tidak bisa terus menghabiskan waktu dan sumber daya untuk upaya ini jika tidak ada hasil yang tercapai," sambungnya.

Rubio menambahkan bahwa AS akan mempertimbangkan apakah akan melanjutkan inisiatif perdamaian Rusia Ukraina, atau fokus pada isu lainnya dalam minggu mendatang.

Trump dan Zelenskyy, yang berada di Roma untuk pemakaman Paus Fransiskus, bertemu di sebuah basilika Vatikan pada Sabtu, untuk mencoba menghidupkan kembali upaya perdamaian yang stagnan.

Baca Juga: Xi Jinping: China dan Rusia adalah 'Sahabat Sejati' yang Saling Mendukung

Pertemuan Vatikan soal perdamaian Rusia Ukraina ini menjadi momentum penting, karena diadakan pada waktu yang krusial dalam negosiasi untuk mengakhiri konflik ini.

Dalam sebuah unggahan di Truth Social pada hari Sabtu, Trump mengkritik Presiden Rusia Vladimir Putin, terkait serangan-serangan terbaru ke Ukraina.

"Tidak ada alasan bagi Putin untuk menembakkan rudal ke wilayah sipil, kota-kota dan desa-desa, dalam beberapa hari terakhir," katanya.

Serangan-serangan ini semakin memperburuk keadaan dan menambah urgensi bagi dorongan perdamaian Rusia Ukraina oleh mantan pejabat Trump.

Dalam wawancara yang sudah direkam sebelumnya dan ditayangkan di CBS News' 'Face the Nation' pada hari Minggu, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, mengatakan bahwa Rusia akan terus menargetkan situs-situs yang digunakan oleh militer Ukraina.

Ketika ditanya tentang serangan Rusia ke Kyiv yang menewaskan warga sipil, Lavrov menjawab, "Sasaran yang diserang bukanlah sesuatu yang sepenuhnya sipil," dan menegaskan bahwa Rusia hanya menargetkan "situs-situs yang digunakan oleh militer."

Zelenskyy menulis di aplikasi pesan Telegram bahwa komandan militer utamanya melaporkan bahwa Rusia telah melancarkan hampir 70 serangan pada hari Minggu.

"Situasi di garis depan dan aktivitas nyata dari tentara Rusia membuktikan bahwa saat ini tekanan dari dunia terhadap Rusia untuk mengakhiri perang ini masih sangat kurang," katanya.

Pada minggu sebelumnya, pejabat Ukraina dan Eropa menolak beberapa proposal AS terkait cara mengakhiri perang Rusia di Ukraina.

Mereka juga mengajukan kontra-proposal mengenai berbagai isu, mulai dari wilayah hingga sanksi, seperti dilaporkan oleh Reuters.

Perbedaan utama antara kedua proposal terletak pada urutan penyelesaian masalah terkait wilayah, pencabutan sanksi terhadap Rusia, jaminan keamanan, dan ukuran militer Ukraina.

Proposal dari AS mengusulkan pengakuan atas kontrol Rusia atas Crimea, semenanjung yang dianeksasi Rusia pada 2014, serta pengakuan de facto atas kontrol Rusia atas bagian lain Ukraina.

Sebaliknya, proposal Eropa dan Ukraina menunda pembahasan terperinci mengenai wilayah hingga setelah gencatan senjata tercapai.

Baca Juga: Rusia Hantam Rudal ke Ukraina, 34 Orang Tewas

Menteri Pertahanan Jerman, Boris Pistorius, mengatakan pada hari Minggu bahwa Ukraina sebaiknya tidak menyetujui proposal AS, karena dianggap memberikan terlalu banyak wilayah sebagai imbalan untuk gencatan senjata.

Meski terdapat pandangan yang berbeda, Penasihat Keamanan Nasional Trump, Mike Waltz, mengatakan bahwa pertemuan dengan Zelenskyy menunjukkan tekad Trump untuk mencapai perjanjian.

"Pertemuan itu akan tercatat dalam buku sejarah bagi Presiden Trump, sebagai presiden perdamaian," ujar Waltz dalam wawancara dengan Fox News' 'Sunday Morning Futures.'

Waltz menambahkan bahwa Trump telah "menyampaikan frustrasinya" kepada pemimpin kedua negara, tetapi tetap bertekad untuk membantu merundingkan kesepakatan.

Ia juga mengatakan bahwa AS dan Ukraina akhirnya akan mencapai kesepakatan mengenai mineral bumi langka dan pembicaraan akan berlanjut sepanjang akhir pekan.

Para Demokrat di Kongres AS mengkritik pendekatan Trump terhadap konflik ini, dengan Pemimpin Minoritas Senat, Chuck Schumer, menyatakan pada hari Minggu bahwa ia khawatir Trump akan "menyerah kepada Putin."

"Meninggalkan Ukraina begitu saja setelah semua pengorbanan yang mereka lakukan, setelah begitu banyak nyawa hilang, dan dengan seluruh Barat bersatu melawan Putin, itu akan menjadi tragedi moral," kata Schumer.

Schumer menambahkan bahwa berpihak pada Rusia dalam konflik ini akan merusak aliansi dengan Eropa dan memberi kekuatan pada para diktator di seluruh dunia.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Channelnewsasia.com