Rohana, keluarga pasien yang meninggal, disebut karena Covid-19, mengaku belum pernah menerima surat keterangan hasil swab dari pihak Rumah Sakit Umum Perdagangan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Namun, setelah pasien dirawat selama 13 hari, dia diberi surat untuk ditandatangani. Dalam surat itu dijelaskan bahwa pasien terpapar Covid-19 dan akan dirujuk ke rumah sakit di Medan.
Kronologi itu dijelaskan Rohana saat dimintai keterangan oleh warga, apa isi surat yang disodorkan pihak rumah sakit kepadanya. Waktu itu, jelasnya, pasien akan dirujuk ke RSUP Adam Malik di Medan, Rohana diberikan surat untuk ditandatangani. Dia pun menandatangani surat itu setelah menanyakan terlebih dahulu ibunya.
"Tolong jelaskan apa inti dari surat itu apa, tolong jelaskan kepada warga Dusun Tanjung Hataran," pinta seorang warga.
Dengan terbata-bata sambil menangis, Rohana menjelaskan bahwa dalam surat itu dijelaskan bahwa pasien terpapar Covid-19.
"Di surat itu positif (Covid-19)," kata Rohana sambil menangis.
Mendengar keterangan itu, warga pun heran dan protes.
"Dari mana tahu positif, belum ada test Swab kok sudah dibilang positif Covid?" teriak mereka, seperti dalam rekaman video yang beredar di Facebook sejak Jumat (10/7).
Rohana kemudian menjelaskan bahwa hasil swab masih menunggu hasil dari Medan. Keluarga tidak pernah menerima hasil swab, namun pasien dinyatakan Covid-19.
Pasien meninggal bernama Wasio (70) yang merupakan orangtua Rohana, disebut meninggal karena Covid-19 dan dibawa ke daerah asalnya di Dusun Tanjung Hataran, Kecamatan Bandar Buluan, Simalungun. Jenazah dibawa petugas berpakaian hazmat untuk selanjutnya dimakamkan.
Namun, sebelum dilakukan pemakaman, pihak keluarga meminta agar petugas membuka peti jenazah terlebih dahulu untuk melihat wajah jenazah untuk yang terakhir kalinya. Mereka juga ingin jenazah disholatkan terlebih dahulu sebelum dimakamkan.
Sempat terjadi penolakan dari petugas. Mereka pun meminta kepada Camat yang hadir pada saat itu untuk memberikan izin, untuk memenuhi permintaan terakhir keluarga. Camat yang hadir pada saat pemakaman itu mengatakan, bila mengikuti aturan pemerintah, maka tidak diperkenankan membuka peti jenazah untuk menghindari penyebaran virus Covid-19.
"Sebenarnya kalau mengikuti aturan pemerintah, ini tidak diperkenankan," kata Camat.
Setelah didesak keluarga korban yang tak berhenti menangis, akhirnya petugas membuka peti jenazah dan menunjukkan wajah jenazah kepada keluarga dan warga. Sebelumnya, warga diminta persetujuan apakah keberatan bila peti jenazah dibuka.
Setelah masyarakat mengatakan tidak keberatan dan setuju, petugas membuka peti jenazah. Warga juga tidak diperkenankan untuk mendekati peti jenazah dan tidak melakukan tindakan anarkis.
Setelah membuka, petugas menunjukkan wajah jenazah.
"Coba, diperhatikanlah, inikah bapak kita? Jelas?," kata petugas kepada seorang perempuan yang disebut sebagai istri pasien tersebut.
Setelah wajah jenazah ditunjukkan, keluarga mengatakan bahwa jenazah itu adalah orangtua mereka, maupun suami dari seorang perempuan yang hadir pada pemakaman itu.
Istri pasien tersebut mengaku, selama suaminya ditangani di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Perdagangan, keluarga tidak diperkenankan untuk melihat pasien.
"Kami minta pulang nggak dikasih. Sampai seperti nyembah Tuhan aku menyembah orang itu, nggak dikasih bawa pulang, sampai bersembah di telapak kaki orang itu, nggak dikasih bawa pulang suamiku," kata istri pasien sambil menangis.
Setelah jenazah ditunjukkan kepada keluarga dan warga, jenazah disholatkan bersama warga dan keluarga untuk selanjutnya dilakukan pemakaman.
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: